RIAUPOS.CO) — Tahun 2019 segera berlalu. Sepanjang tahun ini, sejumlah peristiwa penting telah dilalui tak terkecuali dari sektor teknologi informasi (TI). Berbagai topik hangat seputar TI selama 2019 telah dilalui.
Berikut rangkuman JawaPos.com mengenai peristiwa TI sepanjang 2019 yang menjadi buah bibir masyarakat.
Pembatasan Internet
Tahun 2019 yang menjadi tahun politik bagi Indonesia juga memiliki sedikit banyak pengaruh pada sektor TI. Awal tahun, sekira bulan Mei, bertepatan dengan diumumkannya pemenang Pemilu Presiden 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), salah satu pasangan calon tidak terima. Buntutnya, aksi demo digelar di depan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) oleh salah satu pendukung pasangan calon.
Dari aksi tersebut, kemudian kerusuhan pecah. Hingga beberapa hari lamanya. Karena aksi tersebut, pemerintah untuk pertama kalinya melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) saat itu, Rudiantara bersama Kementerian terkait lainnya memutuskan untuk melakukan pembatasan atau throtling akses internet untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
Pemerintah mengklaim pembatasan akses internet yang kurang lebih berlangsung selama sepekan itu untuk meredam konflik akibat sebaran hoaks, ujaran kebencian, dan informasi palsu di dunia maya lewat beberapa platform media sosial dan perpesanan instan. Aspek tersebutlah yang disinyalir oleh pemerintah dapat memicu friksi antar pendukung yang berbuntut kerusuhan.
Pembatasan akses internet belum berhenti, aksi yang dinilai bentuk keotoriteran pemerintah oleh banyak pengamat itu berlanjut saat kerusuhan terjadi lagi di Papua dan Papua Barat. Lebih lama, pembatasan di sana terjadi selama sebulan lebih sejak Agustus hingga September dan berbuntut pemerintah digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Penggugat dalam hal ini adalah Tim Pembela Kebebasan Pers yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan SAFEnet sebagai penggugat dan LBH Pers, YLBHI, Kontras, Elsam dan ICJR sebagai kuasa hukum dengan nomor perkara 230/G/2019/PTUN-JKT. Sementara pihak tergugat dalam perkara ini adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menkominfo yang menjabat dalam hal ini adalah Menkominfo baru Johnny G. Plate.
Blunder Pemerintah Soal VPN
Peristiwa TI selanjutnya masih ada hubungannya dengan poin pertama soal pembatasan internet. Pemerintah yang mengklaim pembatasan akses internet yang kurang lebih berlangsung selama sepekan itu untuk meredam konflik akibat sebaran hoaks, ujaran kebencian dan informasi palsu di dunia maya lewat beberapa platform media sosial dan perpesanan instan. Aspek tersebutlah yang disinyalir oleh pemerintah dapat memicu friksi antarpendukung yang berbuntut kerusuhan.
Nah, karena adanya throtling tadi, masyarakat banyak yang merasa terganggu aktivitasnya, terlebih mereka yang akrab dengan media sosial dan memanfaatkan layanan perpesanan untuk pekerjaan sehari-hari. Tak kalah cerdik, masyarakat berbondong-bondong menggunakan Virtual Private Network (VPN) untuk tetap bisa terkoneksi. Secara sederhana, VPN dapat digunakan untuk mengelabui jaringan yang sedang dibatasi pemerintah saat itu.
Masalahnya adalah, karena pembatasan akses internet tadi, masyarakat jadi lebih mengenal VPN. Jangankan jaringan yang diperlambat, situs yang sudah diblokir pemerintah semisal perjudian, pornografi, radikalisme dan laman berbahaya lainnya yang sudah susah payah dicegah pemerintah dapat dengan mudah diakses. Dari kejadian tersebut, banyak pihak menilai pemerintah telah melakukan blunder. Alih-alih membatasi, malah jadi memberikan wawasan yang berpotensi disalahgunakan oleh masyarakat.
Tak hanya jadi tahu cara untuk mengakses laman yang sudah diblokir, bahaya lain VPN juga mengintai masyarakat. Bagi yang tidak tahu, banyak aplikasi VPN gratisan dapat dengan mudah diunduh namun ternyata menyimpan bahaya dengan malware yang dapat merusak perangkat atau mencuri data pribadi penggunanya.