JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan monumen antiteror. Itu ditujukan sebagai pengingat bahwa ada banyak teror kepada pimpinan dan pegawai lembaga antirasuah.
Monumen yang diresmikan tepat pada akhir masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 itu juga sebagai bentuk keprihatinan, karena hingga kini, belum ada satu orang pun pelakunya tertangkap.
Di sela-sela peresmian itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang meminta agar pimpinan KPK terpilih era Komjen Firli Bahuri berani menyuarakan desakan pada polri untuk mengungkap pelaku teror terhadap Novel Baswedan dan sejumlah pegawai KPK lainnya. Menurutnya, ini merupakan tanggungjawab pimpinan KPK ke depan.
"Itu bagian dari tanggung jawab mereka (Firli dan wakilnya). Karena yang menjadi korbannya adalah pasukan mereka. Saya katakan upaya pemberantasan korupsi itu ibarat perang. Jadi ini medan perangnya," kata Saut di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (19/12).
Saut menyampaikan, pimpinan KPK jilid IV akan menitipkan langsung pada Firli terkait kasus teror terhadap pegawai hingga dua pimpinan KPK. Yakni, Agus Rahardjo dan Laode M Syarif yang beberapa waktu lalu rumahnya mendapat ancaman teror. Sehingga pimpinan KPK yang baru nanti punya perhatian khusus.
"Nanti kita akan titip, seperti apa mereka mengikuti perkembangan ini dan harapannya mereka punya perhatian khusus tentang ini," tegas Saut.
Sementara itu, Novel Baswedan menyatakan, dirinya telah membawa kasus teror yang dialaminta pada konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Menurutnya, serangan teror terjadi ketika KPK bekerja dengan benar, lembaga antikorupsi manapun pasti akan terkena serangan teror.
"Saya berikan contoh, saya mengalami beberapa kali penyerangan. Pimpinan KPK beberapa juga mengalami penyerangan, Kawan-kawan di KPK juga mengalami serangan yang bentuknya beragam. Lembaga ini, KPK sekarang lebih jauh lagi malah dilemahkan dengan beberapa hal termasuk dengan UU nya," sesal Novel.
Menurut Novel, hal ini pun terjadi di beberapa negara. Dia pun mengharapkan, agar masing-masing negara dapat mendukung kinerja pemberantasan korupsi.
"Ingat memperjuangkan pemberantasan korupsi itu satu tugas yang mulia dan baik," tegas Novel.
Dalam konferensi di PBB, kata Novel, dirinya meminta dua hal. Pertama menggaris bawahi Pasal 6 dan Pasal 36 untuk bisa diimplementasikan di setiap negara. Apabila resolusi ada, lanjutnya, harapannya lembaga antikorupsi di setiap negara bisa benar-benar independen.
"Kedua, saya berharap adanya resolusi untuk perlindungan pada pegawai di lembaga antikorupsi. Karena seperti apapun perjuangan yang dilakukan apabila kemudian ada serangan maka negara harus bertanggung jawab dalam bentuk apapun. Termasuk diserang dalam kejahatan tentunya harus dituntaskan enggak boleh di dibiarkan," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal