Disrupsi merebak ke berbagai bidang tanpa batas dengan cepat. Yah pergeseran perubahan yang cepat itu acap kali disebut shifting dalam era disruption ini ataupun era sharing economy. Memang dalam era disrupsi ini seolah-olah negara-negara di berbagai belahan dunia sudah tidak punya kedaulatan lagi, sebab semua penduduknya sudah terintegrasi dalam jaringan internet yang menjadikan terhubung satu sama lainnya, dan bisa berdagang secara online melalui aplikasi. Ya itulah yang disebut dengan era platform.
Bukan hal yang mustahil mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, pihak konsumen di negara Cina bisa pesan nasi padang di salah satu restaurant di Jakarta di daerah Tanah Abang melalui aplikasi, dan bisa mendapatkan sesuai waktu yang tercatat di aplikasi itu. Memang, di era platform ini, tidak ada yang mustahil dan semua hal menjadi serba mungkin.
Lalu apa yang akan terjadi dan menjadi trending topik di tahun 2020 yang tinggal sebentar lagi akan datang? Ada tiga poin yang diperkirakan akan menjadi trending topik pada tahun 2020 itu, terkait dengan “sudden shiftâ€, atau perubahan yang tiba-tiba itu?
Pertama, yang akan merebak adalah kolaborasi sesama kakap yaitu kolaborasi yang semakin erat antara perusahaan start up yang berbasiskan platform dengan kategori tetracorn (kelas tertinggi untuk perusahaan start up) dengan perusahaan-perusahaan yang kelas dunia. Hal itu sebenarnya sudah dimulai oleh maskapai nasional Singapura, Singapore Airlines (SIA), dengan memasuki jaringan digital dan logistik milik Alibaba, raksasa e-commerce asal Cina. Hal itu direalisasikan untuk lebih meraup “Travelling Market†yang tumbuh pesat di Cina, salah satu pasar terbesar di dunia. Kesepakaan kedua perusahaan itu adalah untuk berkolaborasi di berbagai area yang mencakup penjualan tiket, program loyalitas, inisiatif pemasaran, layanan cloud, dan logistic. Dengan adanya kolaborasi ini maka SIA akan memperoleh akses ke 600 juta an pengguna ponsel yang aktif di platform e-commerce Alibaba. Luar biasa ya dampaknya.
Kedua, penerapan toko retail serba otomatis tanpa orang. Hal ini sebenarnya sudah dimulai oleh Tao Cafe, yaitu semacam kafe otomatis yang diprakarsai oleh Alibaba. Datang ke Tao Cafe ini maka para pembeli tak usah lagi antre ketika mau bayar maupun bertransaksi dengan kasir. Lalu gimana caranya si pembeli untuk milih minuman atau kue yang akan dibelinya? Setiap transaksi dilakukan hanya dengan memanfaatkan smartphone si konsumen yang dikombinasikan sensor visual otomatis dan teknologi pengenalan wajah untuk memproses transaksi di kafe tersebut. Agar terasa lebih eksklusif maka si pengunjung yang mau masuk ke Tao Cafe, wajib memindai smartphone-nya sebagai pengganti tiket. Selanjutnya, si pengguna tinggal memilih barang yang ingin dibelinya dan ketika keluar dari kafe maka secara otomatis pula pembelian itu akan ditagihkan ke akun si pembeli itu. Sabar ya, nggak lama lagi akan muncul hal itu di berbagai kedai kopi di Indonesia. Contoh lain adalah toko retail Hema Supermarket, yaitu toko offline yang dimiliki Alibaba di Singapore, dan konsep toko Hema ini serba digital, sehingga yang ingin mencoba kosmetik saja, bisa melalui cermin digital sehingga seolah-olah si konsumen mencoba secara fisik barang kosmetik yang akan dibelinya tersebut.
Ketiga, penerapan penjualan melalui sistem teknologi Virtual Reality (VR). Hal ini sebenarnya di Indonesia sebenarnya sudah ada yang menerapkan contoh yang diterapkan oleh BMW Group Indonesia juga memperkenalkan teknologi Virtual Reality (VR) dalam BMW Virtual Product Presentation (VPP) 2.0. Oleh BMW Indonesia, program itu dibuat untuk memudahkan pelanggan BMW saat proses jual beli kendaraannya. Si calon pembeli mobil memilih model saat beli mobil BMW dapat dilakukan di rumah sendiri selama memiliki alat Virtual Reality.
Keistimewaanya adalah fitur dalam platform digital ini memang disiapkan sebagai antisipasi apabila unit yang diinginkan oleh calon pembeli belum tersedia di dealer. Si pembeli melalui kecanggihan teknologi VR dibuat bisa melakukan test drive seolah-olah seperti mengendarai langsung mobil tersebut.
Ya memang era disrupsi ini membuat kita menjadi tercengang-cengang, tapi itulah fakta dari era digital maupun era sharing economy itu.***