Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Jika Tak Libatkan Orang Lokal, PSPS Bisa “Hilang”

(RIAUPOS.CO) KEGADUHAN yang terjadi saat batalnya laga uji coba antara PSPS Riau vs Kelantan FC (Malaysia) pada Selasa (12/7/2022) lalu, harus disikapi dengan baik oleh pengelola klub kebanggaan masyarakat Pekanbaru dan Riau tersebut. Jangan sampai kepercayaan masyarakat –terutama para fans PSPS– tereduksi karena sikap tidak profesional tersebut.

Dalam dunia sepakbola, baru kali ini saya mendengar pertandingan dibatalkan hanya kurang dari satu jam menjelang kick-off. Alasan yang muncul ketika itu, izin dari kepolisian batal karena uang keamanan Rp40 juta tak disanggupi panitia. Padahal, menurut panitia, izin sudah dikantongi beberapa hari sebelumnya. Polisi yang bertugas mengamankan jalannya pertandingan, juga sudah berada di Stadion Utama Riau.

Namun, kabarnya pemilik Kelantan FC yang juga pemilik PSPS asal Malaysia, Norizam Tukiman, menyuruh para pemain dan ofisial Kelantan FC untuk tidak keluar dari ruang ganti di saat para pemain PSPS sudah siap di lapangan. Dia tak mau menambah biaya pengamanan. Pertandingan akhirnya dibatalkan.

Banyak penonton yang marah dan kecewa karena sudah membeli tiket untuk pertandingan tersebut. Mereka yang datang dari berbagai daerah di Riau dengan perjalanan yang cukup lama, juga kecewa. Mereka menganggap keputusan pembatalan oleh pemilik PSPS dan Kelantan FC di saat pertandingan akan dimulai, adalah keputusan yang sulit diterima. Jika dibatalkan sehari sebelum pertandingan, barangkali bisa diterima karena mereka belum datang ke stadion.

Yang mengejutkan, Edward Riansyah (Edu), orang yang dianggap bertanggung jawab dalam helatan itu, telah dinonaktifkan sebagai General Manager (GM) PSPS sehari sebelum pertandingan oleh Norizam. Meski begitu, dia tetap mengambil tanggung jawab bersama  ketua panitia, Bambang. Termasuk menyampaikan permohonan maaf kapada penonton bahwa pertandingan dibatalkan.

Membatalkan pertandingan secara sepihak saat penonton sudah berada di stadion, menurut saya, sebuah keputusan yang sangat sembrono. Untung para penonton yang datang tak berbuat aneh-aneh, misalnya marah dan melampiaskannya dengan merusak fasilitas stadion, atau bentuk lainnya.

Baca Juga:  JUVENTUS V UDINESE; JAGA POIN

Bagi PSPS sendiri, ini adalah kampanye yang buruk dalam membangun fondasi, terutama dalam menarik dukungan masyarakat. Apalagi diketahui, keputusan pembatalan itu dibuat oleh sang pemiliknya. Padahal sebelumnya para pecinta PSPS bergembira ketika tahun lalu PSPS “dibeli” oleh Norizam yang berarti menjadi sebuah garansi bahwa PSPS akan aman secara keuangan dan bisa membuat target lolos ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia.

Di media sosial (medsos) para pendukung PSPS terbelah dalam menyikapi persoalan ini. Dalam akun Instagram, ada dua akun yang saling berseberangan. Akun @pspsriau, yang dianggap sebagai akun resmi PSPS, warganet banyak yang mendukung pembatalan pertandingan tersebut dan memandang negatif Edu dkk. Sebaliknya di akun @pspsforever, warganet lebih memihak Edu dkk dan menganggap apa yang dilakukan oleh pemilik PSPS sebagai sikap yang tak simpati dan tak menghargai masyarakat pecinta PSPS.

Tapi di luar keterbelahan itu, yang patut dicatat adalah, pemilik PSPS harus menyadari bahwa PSPS sangat dicintai oleh pendukungnya, baik sejak masih bernama PSPS Pekanbaru maupun saat ini setelah berganti menjadi PSPS Riau. Baik saat masih dikelola oleh manajemen lokal maunpun saat sudah berpindah tangan kepada Norizam sekarang. Artinya, jangan sampai rasa cinta seperti itu –yang pasti sangat mendalam– dicederai dengan sikap yang tak simpati. Membatalkan pertandingan saat penonton sudah berada di stadion, menurut saya, adalah sikap tak simpati yang tak menghargai penonton yang notabene adalah para pendukung setia PSPS. Padahal, jika dilihat dan diteliti, masalahnya bukanlah besar.

Kemudian, karena ini menyangkut pihak keamanan yang akan mengeluarkan setiap izin pertandingan, masalahnya bisa terus melebar jika tak diselesaikan dengan cepat. Pihak keamanan –dalam hal ini Polresta Pekanbaru– merasa tak pernah meminta uang 40 juta untuk pengamanan. Jumlah itu dianggap sebagai estimasi dari panitia karena sebelumnya Polresta Pekanbaru menurunkan 100 personel. Tetapi karena ini pertandingan internasional –melibatkan tim luar negeri– maka SOP yang dipakai menjadi pengamanan pertandingan internasional dengan personel 400-500 petugas.

Baca Juga:  Mason Mount Bawa Chelsea Kalahkan Tuan Rumah Fulham

Jika pihak keamanan tersinggung dengan pemilik PSPS, bukan tidak mungkin hal ini akan menjadi preseden buruk di masa datang ketika kompetisi akan bergulir. Jika izin pertandingan tidak dikeluarkan dengan alasan tertentu, pasti banyak pihak yang kecewa.

Meski PSPS dimiliki oleh Norizam –yang notabene orang asing (Malaysia)– tetapi homebase-nya tetap di Pekanbaru (Riau) dan seyogyanya tetap melibatkan orang Riau. Keterlibatan ini bukan hanya mencari pengganti Edu dengan orang lokal lainnya yang juga memiliki kecakapan dalam manajemen sepakbola, tetapi juga kembali meyakinkan publik Pekanbaru dan Riau, bahwa PSPS adalah “milik” orang Pekanbaru dan Riau.

Jangan sampai muncul pandangan seolah-olah dengan kepemilikannya terhadap PSPS, Norizam bisa membuat keputusan sesuka hati –seperti pembatalan pertandingan uji coba itu– yang bisa menjauhkan PSPS dari para pecintanya. Dengan memasukkan orang lokal dalam manajemen PSPS, paling tidak pendukung PSPS paham bahwa PSPS masih ditangani orang Riau dan masih menginjak tanah Riau.

Selain itu, pemilik PSPS dan manajemennya juga harus tetap menyadari bahwa membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan daerah ini sangat penting. Hubungan dengan pimpinan daerah Pekanbaru dan Riau, pihak keamanan (kepolisian maupun TNI) harus dilakukan karena mereka yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi di wilayah administrasinya. Harus diakui, pertandingan sepakbola punya potensi gangguan keamanan cukup tinggi. Di mana pun.

Jadi, meski memiliki mayoritas saham di PSPS, pemilik PSPS tidak boleh melupakan pentingnya masyarakat lokal: mesti ada orang Riau di manajemen, menghargai pendukung, dan pemangku kepentingan daerah. Tanpa mereka, PSPS bisa “hilang”. PSPS tak ada artinya lagi jika ditinggalkan oleh masyarakat dan dicuekin oleh pemangku kepentingan.

Mari membangun PSPS dengan penuh kehormatan dan saling menghormati.***

(RIAUPOS.CO) KEGADUHAN yang terjadi saat batalnya laga uji coba antara PSPS Riau vs Kelantan FC (Malaysia) pada Selasa (12/7/2022) lalu, harus disikapi dengan baik oleh pengelola klub kebanggaan masyarakat Pekanbaru dan Riau tersebut. Jangan sampai kepercayaan masyarakat –terutama para fans PSPS– tereduksi karena sikap tidak profesional tersebut.

Dalam dunia sepakbola, baru kali ini saya mendengar pertandingan dibatalkan hanya kurang dari satu jam menjelang kick-off. Alasan yang muncul ketika itu, izin dari kepolisian batal karena uang keamanan Rp40 juta tak disanggupi panitia. Padahal, menurut panitia, izin sudah dikantongi beberapa hari sebelumnya. Polisi yang bertugas mengamankan jalannya pertandingan, juga sudah berada di Stadion Utama Riau.

- Advertisement -

Namun, kabarnya pemilik Kelantan FC yang juga pemilik PSPS asal Malaysia, Norizam Tukiman, menyuruh para pemain dan ofisial Kelantan FC untuk tidak keluar dari ruang ganti di saat para pemain PSPS sudah siap di lapangan. Dia tak mau menambah biaya pengamanan. Pertandingan akhirnya dibatalkan.

Banyak penonton yang marah dan kecewa karena sudah membeli tiket untuk pertandingan tersebut. Mereka yang datang dari berbagai daerah di Riau dengan perjalanan yang cukup lama, juga kecewa. Mereka menganggap keputusan pembatalan oleh pemilik PSPS dan Kelantan FC di saat pertandingan akan dimulai, adalah keputusan yang sulit diterima. Jika dibatalkan sehari sebelum pertandingan, barangkali bisa diterima karena mereka belum datang ke stadion.

- Advertisement -

Yang mengejutkan, Edward Riansyah (Edu), orang yang dianggap bertanggung jawab dalam helatan itu, telah dinonaktifkan sebagai General Manager (GM) PSPS sehari sebelum pertandingan oleh Norizam. Meski begitu, dia tetap mengambil tanggung jawab bersama  ketua panitia, Bambang. Termasuk menyampaikan permohonan maaf kapada penonton bahwa pertandingan dibatalkan.

Membatalkan pertandingan secara sepihak saat penonton sudah berada di stadion, menurut saya, sebuah keputusan yang sangat sembrono. Untung para penonton yang datang tak berbuat aneh-aneh, misalnya marah dan melampiaskannya dengan merusak fasilitas stadion, atau bentuk lainnya.

Baca Juga:  Max Verstappen Tidak Berpikir Lagi tentang Juara Dunia

Bagi PSPS sendiri, ini adalah kampanye yang buruk dalam membangun fondasi, terutama dalam menarik dukungan masyarakat. Apalagi diketahui, keputusan pembatalan itu dibuat oleh sang pemiliknya. Padahal sebelumnya para pecinta PSPS bergembira ketika tahun lalu PSPS “dibeli” oleh Norizam yang berarti menjadi sebuah garansi bahwa PSPS akan aman secara keuangan dan bisa membuat target lolos ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia.

Di media sosial (medsos) para pendukung PSPS terbelah dalam menyikapi persoalan ini. Dalam akun Instagram, ada dua akun yang saling berseberangan. Akun @pspsriau, yang dianggap sebagai akun resmi PSPS, warganet banyak yang mendukung pembatalan pertandingan tersebut dan memandang negatif Edu dkk. Sebaliknya di akun @pspsforever, warganet lebih memihak Edu dkk dan menganggap apa yang dilakukan oleh pemilik PSPS sebagai sikap yang tak simpati dan tak menghargai masyarakat pecinta PSPS.

Tapi di luar keterbelahan itu, yang patut dicatat adalah, pemilik PSPS harus menyadari bahwa PSPS sangat dicintai oleh pendukungnya, baik sejak masih bernama PSPS Pekanbaru maupun saat ini setelah berganti menjadi PSPS Riau. Baik saat masih dikelola oleh manajemen lokal maunpun saat sudah berpindah tangan kepada Norizam sekarang. Artinya, jangan sampai rasa cinta seperti itu –yang pasti sangat mendalam– dicederai dengan sikap yang tak simpati. Membatalkan pertandingan saat penonton sudah berada di stadion, menurut saya, adalah sikap tak simpati yang tak menghargai penonton yang notabene adalah para pendukung setia PSPS. Padahal, jika dilihat dan diteliti, masalahnya bukanlah besar.

Kemudian, karena ini menyangkut pihak keamanan yang akan mengeluarkan setiap izin pertandingan, masalahnya bisa terus melebar jika tak diselesaikan dengan cepat. Pihak keamanan –dalam hal ini Polresta Pekanbaru– merasa tak pernah meminta uang 40 juta untuk pengamanan. Jumlah itu dianggap sebagai estimasi dari panitia karena sebelumnya Polresta Pekanbaru menurunkan 100 personel. Tetapi karena ini pertandingan internasional –melibatkan tim luar negeri– maka SOP yang dipakai menjadi pengamanan pertandingan internasional dengan personel 400-500 petugas.

Baca Juga:  Jelang Lawan PSG, Madrid Kehilangan Mendy

Jika pihak keamanan tersinggung dengan pemilik PSPS, bukan tidak mungkin hal ini akan menjadi preseden buruk di masa datang ketika kompetisi akan bergulir. Jika izin pertandingan tidak dikeluarkan dengan alasan tertentu, pasti banyak pihak yang kecewa.

Meski PSPS dimiliki oleh Norizam –yang notabene orang asing (Malaysia)– tetapi homebase-nya tetap di Pekanbaru (Riau) dan seyogyanya tetap melibatkan orang Riau. Keterlibatan ini bukan hanya mencari pengganti Edu dengan orang lokal lainnya yang juga memiliki kecakapan dalam manajemen sepakbola, tetapi juga kembali meyakinkan publik Pekanbaru dan Riau, bahwa PSPS adalah “milik” orang Pekanbaru dan Riau.

Jangan sampai muncul pandangan seolah-olah dengan kepemilikannya terhadap PSPS, Norizam bisa membuat keputusan sesuka hati –seperti pembatalan pertandingan uji coba itu– yang bisa menjauhkan PSPS dari para pecintanya. Dengan memasukkan orang lokal dalam manajemen PSPS, paling tidak pendukung PSPS paham bahwa PSPS masih ditangani orang Riau dan masih menginjak tanah Riau.

Selain itu, pemilik PSPS dan manajemennya juga harus tetap menyadari bahwa membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan daerah ini sangat penting. Hubungan dengan pimpinan daerah Pekanbaru dan Riau, pihak keamanan (kepolisian maupun TNI) harus dilakukan karena mereka yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi di wilayah administrasinya. Harus diakui, pertandingan sepakbola punya potensi gangguan keamanan cukup tinggi. Di mana pun.

Jadi, meski memiliki mayoritas saham di PSPS, pemilik PSPS tidak boleh melupakan pentingnya masyarakat lokal: mesti ada orang Riau di manajemen, menghargai pendukung, dan pemangku kepentingan daerah. Tanpa mereka, PSPS bisa “hilang”. PSPS tak ada artinya lagi jika ditinggalkan oleh masyarakat dan dicuekin oleh pemangku kepentingan.

Mari membangun PSPS dengan penuh kehormatan dan saling menghormati.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari