JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunggu itikad baik dari obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim yang kini menetap di Singapura. Sjamsul dan Itjih diminta memenuhi panggilan penyidik untuk menghadapi proses hukum kasus dugaan korupsi SKL BLBI yang menjerat keduanya sebagai tersangka.
“Sebenarnya kalau punya iktikad baik, ketika dipanggil oleh KPK itu datang saja ke Indonesia dan kalau yakin memiliki bukti tidak melakukan perbuatan korupsi, silakan perlihatkan saja pada penyidik. Pasti kami pelajari lebih lanjut,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah dikonfirmasi, Minggu (24/11).
Febri menuturkan, red notice terhadap Sjamsul dan Itjih belum diterbitkan. Selain itu, red notice merupakan kewenangan Interpol, bukan kewenangan KPK. Dia menambahkan, yang bisa dilakukan KPK adalah memasukkan nama Sjamsul dan Itjih dalam DPO karena yang bersangkutan sudah berulang kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.
“Yang sudah dilakukan KPK adalah, kami terbitkan DPO karena sudah berkali-kali dipanggil secara patut ke sejumlah alamat dan diumumkan juga di KBRI tetapi yang bersangkutan tidak datang. Jadi, pemanggilan sudah dilakukan bahkan saat penyelidikan ya dan di tahap penyidikan juga sudah dilakukan,” jelas Febri.
Diketahui, KPK telah menetapkan Sjamsul dan Itjih sebagai daftar pencarian orang (DPO) atau buronan terkait kasus korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun tersebut. Lembaga antirasuah telah mengirimkan surat kepada Kapolri dan jajarannya terkait status Sjamsul sebagai DPO. Dalam surat itu, KPK juga meminta jajaran Kepolisian membantu mencari keduanya.
Status buronan ini disematkan KPK kepada Sjamsul dan Itjih lantaran pemegang saham BDNI tersebut tidak memiliki itikad baik menjalani proses hukum. Setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 10 Juni 2019, KPK sudah dua kali memanggil keduanya untuk diperiksa sebagai tersangka, yakni pada 28 Juni 2019 dan 19 Juli 2019.
Namun, pasangan suami istri yang telah menetap di Singapura itu mangkir dari panggilan penyidik. Padahal, surat panggilan pemeriksaan telah dilayanglan KPK ke lima alamat di Indonesia dan Singapura yang terafiliasi dengan Sjamsul dan Itjih.
Tak hanya melayangkan surat panggilan, KPK juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura mengumumkan pemanggilan pemeriksaan Sjamsul dan Itjih di papan pengumuman Kantor KBRI Singapura.
Upaya pemanggilan tersangka juga dilakukan dengan meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura. Bahkan, Sjamsul dan Itjih diketahui selalu mangkir untuk dimintai keterangan sejak kasus yang menjerat mereka masih dalam proses penyelidikan.
Dalam perkara ini, Sjamsul dan istrinya disebut melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Tumenggung. Sjamsul dan istrinya diduga sebagai pihak yang diperkaya sebesar Rp4,58 triliun.
Atas perbuatannya, Sjamsul dan Itjih disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman