Sabtu, 9 November 2024

Survei LSI: Mayoritas Muslim Indonesia Intoleran dalam Urusan Politik

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebut bahwa umat Islam intoleran dalam konteks politik. Hal itu terungkap berdasarkan hasil survei LSI pada 8 September 2019 – 17 September 2019 yang melibatkan 1.550 responden di seluruh Indonesia.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, setidaknya 59,1 persen responden muslim keberatan jika dipimpin oleh pihak yang berbeda keyakinan. Sedangkan 31,3 persen merasa tidak masalah jika dipimpin nonmuslim. Sisanya tidak menjawab atau tidak tahu.

- Advertisement -

"Mayoritas warga muslim intoleran terhadap orang yang berbeda keyakinan menjadi kepala pemerintahan di tingkat kabupaten atau kota, gubernur, wakil presiden dan presiden," kata Djayadi saat merilis hasil surveinya dengan tema Tantangan Intoleransi dan Kebebasan Sipil Serta Modal Kerja Pada Pemerintahan Periode Kedua Jokowi di kawasan Jakarta Pusat, Ahas (3/11).

Baca Juga:  Bertambah 21, Kini Positif Corona Jadi 117 Orang

Untuk porsi wakil presiden juga demikian. Menurut Djayadi, 56,1 persen responden muslim menolak memilih wakil presiden yang berbeda keyakinan. Sementara 34,2 persen yang tidak keberatan. Sisanya tidak menjawab atau tidak tahu.

Sementara itu di level pemerintahan daerah, yang keberatan nonmuslim menjadi gubernur sebesar 52 persen. Yang tidak keberatan 37,9 persen. Yang keberatan nonmuslim menjadi wali kota atau bupati sebesar 51,6 persen. Yang tidak keberatan 38,3 persen.

- Advertisement -

Berbanding terbalik dalam hal pelaksanaan ritual keagamaan nonmuslim, seperti berkegiatan di sekitar rumah. Dalam soal nonmuslim mengadakan acara keagamaan atau kebaktian di sekitar mereka hasilnya lebih baik. Yang keberatan hanya 36,4 persen dan yang merasa tidak keberatan sebanyak 54 persen masyarakat muslim.

Baca Juga:  Habib Rizieq Berduka dan Sedih dengan Tewasnya 6 Laskar FPI

Namun, penolakan terhadap pendirian rumah ibadah nonmuslim masih tinggi. Sebanyak 53 persen muslim keberatan mereka yang berbeda keyakinan membangun rumah ibadah. Hanya 36,8 persen yang mengaku tidak keberatan.

"Intoleransi religius-kultural cenderung turun sejak 2010, namun penurunan ini berhenti di 2017. Pasca 2017 intoleransi religius-kultural cenderung meningkat terutama dalam hal pembangunan rumah ibadah," jelas Djayadi.

Survei dilakukan pada 8 September 2019 – 17 September 2019 dengan melibatkan 1.550 responden di seluruh Indonesia yang terpilih secara acak dengan margin of error 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dikakukan dengan wawancara tatap muka langsung. (tan/jpnn)

Sumber: Jpnn,com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebut bahwa umat Islam intoleran dalam konteks politik. Hal itu terungkap berdasarkan hasil survei LSI pada 8 September 2019 – 17 September 2019 yang melibatkan 1.550 responden di seluruh Indonesia.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, setidaknya 59,1 persen responden muslim keberatan jika dipimpin oleh pihak yang berbeda keyakinan. Sedangkan 31,3 persen merasa tidak masalah jika dipimpin nonmuslim. Sisanya tidak menjawab atau tidak tahu.

"Mayoritas warga muslim intoleran terhadap orang yang berbeda keyakinan menjadi kepala pemerintahan di tingkat kabupaten atau kota, gubernur, wakil presiden dan presiden," kata Djayadi saat merilis hasil surveinya dengan tema Tantangan Intoleransi dan Kebebasan Sipil Serta Modal Kerja Pada Pemerintahan Periode Kedua Jokowi di kawasan Jakarta Pusat, Ahas (3/11).

- Advertisement -
Baca Juga:  92 Dosen Ikut Klinik Penulisan Proposal Terapan Kemendikbudristek

Untuk porsi wakil presiden juga demikian. Menurut Djayadi, 56,1 persen responden muslim menolak memilih wakil presiden yang berbeda keyakinan. Sementara 34,2 persen yang tidak keberatan. Sisanya tidak menjawab atau tidak tahu.

Sementara itu di level pemerintahan daerah, yang keberatan nonmuslim menjadi gubernur sebesar 52 persen. Yang tidak keberatan 37,9 persen. Yang keberatan nonmuslim menjadi wali kota atau bupati sebesar 51,6 persen. Yang tidak keberatan 38,3 persen.

Berbanding terbalik dalam hal pelaksanaan ritual keagamaan nonmuslim, seperti berkegiatan di sekitar rumah. Dalam soal nonmuslim mengadakan acara keagamaan atau kebaktian di sekitar mereka hasilnya lebih baik. Yang keberatan hanya 36,4 persen dan yang merasa tidak keberatan sebanyak 54 persen masyarakat muslim.

Baca Juga:  PBNU: Sukmawati Timbulkan Ketersinggungan Umat Islam

Namun, penolakan terhadap pendirian rumah ibadah nonmuslim masih tinggi. Sebanyak 53 persen muslim keberatan mereka yang berbeda keyakinan membangun rumah ibadah. Hanya 36,8 persen yang mengaku tidak keberatan.

"Intoleransi religius-kultural cenderung turun sejak 2010, namun penurunan ini berhenti di 2017. Pasca 2017 intoleransi religius-kultural cenderung meningkat terutama dalam hal pembangunan rumah ibadah," jelas Djayadi.

Survei dilakukan pada 8 September 2019 – 17 September 2019 dengan melibatkan 1.550 responden di seluruh Indonesia yang terpilih secara acak dengan margin of error 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dikakukan dengan wawancara tatap muka langsung. (tan/jpnn)

Sumber: Jpnn,com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari