JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Desakan publik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didukung banyak banyak publik. Dukungan itu terekam dalam hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI).
LSI menyebut mayoritas publik menginginkan Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu KPK. Tercatat 76,3 persen menunjukkan publik menyetujui Presiden Jokowi terbitkan Perppu KPK
Namun, a. Sementara itu, sebanyak 10,8 persen tidak menjawabnya.
“Lalu ada juga sekitar 70,9 persen publik meyakini, revisi UU KPK hasil revisi melemahkan KPK,” ucap,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis ‘Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10).
Sementara itu, Kepala Pusat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menyarankan, agar penerbitan Perppu KPK setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Namun bukan setelah pembentukam kabinet Kerja jilid II.
“Tapi sebelum pembentukan kabinet, itu waktu yang paling pas setelah 17 Oktober dan setelah pelantikan presiden. Tapi sebelum pelantikan kabinet,” tegas Haris.
Haris memandang, hal ini dilakukan agar penerbitan Perppu KPK tidak diganggu gugat oleh koalisi partai politik. Mengingat mayoritas koalisi tak menginginkan adanya Perppu KPK.
“Kalau Perppu dilakukan setelah pelanitkan legitimasinya lebih kuat. karena presiden dapat mandat politik baru,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Desakan publik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didukung banyak banyak publik. Dukungan itu terekam dalam hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI).
LSI menyebut mayoritas publik menginginkan Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu KPK. Tercatat 76,3 persen menunjukkan publik menyetujui Presiden Jokowi terbitkan Perppu KPK
- Advertisement -
Namun, a. Sementara itu, sebanyak 10,8 persen tidak menjawabnya.
“Lalu ada juga sekitar 70,9 persen publik meyakini, revisi UU KPK hasil revisi melemahkan KPK,” ucap,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis ‘Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10).
- Advertisement -
Sementara itu, Kepala Pusat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menyarankan, agar penerbitan Perppu KPK setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Namun bukan setelah pembentukam kabinet Kerja jilid II.
“Tapi sebelum pembentukan kabinet, itu waktu yang paling pas setelah 17 Oktober dan setelah pelantikan presiden. Tapi sebelum pelantikan kabinet,” tegas Haris.
Haris memandang, hal ini dilakukan agar penerbitan Perppu KPK tidak diganggu gugat oleh koalisi partai politik. Mengingat mayoritas koalisi tak menginginkan adanya Perppu KPK.
“Kalau Perppu dilakukan setelah pelanitkan legitimasinya lebih kuat. karena presiden dapat mandat politik baru,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal