JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kinerja serapan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di triwulan awal 2022 tercatat kurang menggembirakan. Tingkat realisasi belanja menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir di periode yang sama.
Hingga 31 Maret 2022, belanja APBD berada di angka Rp82,35 triliun atau 5,70 persen. Jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 10,05 persen dan tahun 2021 di 9,09 persen.
"Tahun 2022 tren realisasi belanja terendah," kata Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni saat dikonfirmasi kemarin (17/4).
Rendahnya realisasi, lanjut dia, dipengaruhi rendahnya serapan APBD di level pemerintah kabupaten/kota. Angkanya hanya 4,94 persen atau separuh dari dua tahun terakhir. Sementara realisasi pemerintah provinsi relatif stabil di atas 8 persen.
Fatoni menyebut, ada sejumlah faktor klasik yang menjadi penyebab. Seperti realisasi kegiatan fisik menunggu detail engineering design, belanja lambat, pengajuan tagihan di akhir tahun, hingga indikasi penyimpanan uang di bank untuk menambah pendapatan asli daerah.
Fatoni berharap berbagai kendala tersebut bisa diatasi daerah. Dengan realisasi yang cepat, diharapkan bisa mengakselerasi peredaran uang yang berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan motivasi belanja daerah, Kemendagri siap memberikan reward. "Kemendagri akan berikan penghargaan," janjinya.(jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kinerja serapan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di triwulan awal 2022 tercatat kurang menggembirakan. Tingkat realisasi belanja menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir di periode yang sama.
Hingga 31 Maret 2022, belanja APBD berada di angka Rp82,35 triliun atau 5,70 persen. Jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 10,05 persen dan tahun 2021 di 9,09 persen.
- Advertisement -
"Tahun 2022 tren realisasi belanja terendah," kata Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni saat dikonfirmasi kemarin (17/4).
Rendahnya realisasi, lanjut dia, dipengaruhi rendahnya serapan APBD di level pemerintah kabupaten/kota. Angkanya hanya 4,94 persen atau separuh dari dua tahun terakhir. Sementara realisasi pemerintah provinsi relatif stabil di atas 8 persen.
- Advertisement -
Fatoni menyebut, ada sejumlah faktor klasik yang menjadi penyebab. Seperti realisasi kegiatan fisik menunggu detail engineering design, belanja lambat, pengajuan tagihan di akhir tahun, hingga indikasi penyimpanan uang di bank untuk menambah pendapatan asli daerah.
Fatoni berharap berbagai kendala tersebut bisa diatasi daerah. Dengan realisasi yang cepat, diharapkan bisa mengakselerasi peredaran uang yang berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan motivasi belanja daerah, Kemendagri siap memberikan reward. "Kemendagri akan berikan penghargaan," janjinya.(jpg)