JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tujuh panitia pemilihan luar negeri (PPLN) Kuala Lumpur menghadapi sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin (13/3). Mereka didakwa atas dugaan mark up daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) di negeri jiran itu dalam Pemilu 2024.
Dalam sidang yang dimulai pukul 10.00 WIB itu, awalnya enam eks PLLN Kuala Lumpur yang hadir. Mereka adalah Umar Faruk, Tita Octavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, dan A. Khalil.
Di tengah sidang berlangsung, satu orang yang sebelumnya berstatus daftar pencarian orang (DPO), Masduki Khamdan Muchamad, hadir. Dia langsung bergabung dengan para mantan rekannya. Sebelum hadir, Masduki sempat mendatangi Bareskrim Polri untuk menyerahkan diri.
’’Telah sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan,’’ ucap jaksa penuntut umum (JPU) membacakan surat dakwaan.
Tujuh PPLN itu diduga memanipulasi keputusan terkait DPTLN Kuala Lumpur. Dari total data penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) di Kuala Lumpur yang berjumlah 493.856 orang, PPLN Kuala Lumpur tidak maksimal saat melaksanakan proses pencocokan dan penelitian (coklit) untuk menentukan daftar pemilih sementara (DPS) dan DPTLN.
Terkendalanya proses coklit itu disebabkan data DP4 yang diterima dari KPU RI tidak lengkap. PPLN sempat mencoba meminta data WNI dari sistem informasi manajemen keimigrasian (SIMKIM) di KBRI Kuala Lumpur. Hasilnya, diperoleh sebanyak 200 ribuan data. PPLN melalui panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih) kemudian melakukan sinkronisasi data pemilih melalui DP4 dilengkapi dengan data SIMKIM.
Dari total DP4, daftar pemilih yang berhasil dilakukan coklit oleh pantarlih hanya sejumlah 64.148 orang. Hal itu menuai protes saat pleno penetapan DPS pada 5 April tahun lalu. Perwakilan parpol komplain karena DP4 yang tercoklit hanya 64 ribuan. Dari situ, PPLN Kuala Lumpur kemudian mengambil keputusan. Yakni, DP4 yang belum tercoklit dijadikan DPS dikurangi data pemilih tidak memenuhi syarat (TMS).
Data itu lalu ditambah dengan yang dicoklit sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS sebanyak 491.152 pemilih. Kemudian, pada 21 Juni 2023, ditetapkan DPTLN Kuala Lumpur sebesar 447.258 pemilih. ’’Yang mana hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdasarkan data hasil coklit yang telah diverifikasi,’’ imbuhnya.
Jaksa mendakwa tujuh eks PPLN Kuala Lumpur itu dengan sangkaan Pasal 544 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Terpisah, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan bahwa Masduki, satu buron kasus PPLN Malaysia, telah menyerahkan diri. Sehingga, satu tersangka itu bisa menyusul enam tersangka lain untuk disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. ’’Ya biar sidang sekalian,’’ terangnya.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta