PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Masyarakat Riau secara umum, khususnya penggemar PSPS Riau (Pekanbaru), kini seperti dibuat sport jantung. Pasalnya PSPS kini berada di tubir jurang degradasi: bisa jatuh ke Liga 3.
Pada klasemen sementara relegation (play-off degradasi) Grup B, PSPS memang masih berada di posisi kedua dengan nilai 5, terpaut 4 angka dari Nusantara United yang berada di posisi teratas. Yang menjadi masalah, PSDS Deli Serdang dan Persikab Bandung yang berada di posisi ketiga dan keempat, punya nilai sama, 4. Hanya terpaut satu angka dengan PSPS. Artinya, dua pertandingan terakhir akan menjadi penentuan bagi ketiga klub tersebut dengan mengabaikan Nusantara United yang hampir pasti bertahan di Liga 2.
Dua pertandingan sisa akan menjadi berat bagi PSPS karena harus bertarung di kandang Nusantara United di Stadion Kebogiro, Boyolali, pada laga terakhir, 2 Februari. Sebelumnya PSPS akan menjamu Persikab di Stadion Kaharudin Nasution pada 26 Januari. Mengapa dua pertandingan ini berat?
Ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, main di kandang sendiri ternyata tidak memberi garansi nilai penuh kepada Supardi Nasir dkk. Pada pertandingan pertama play-off degradasi ini, PSPS kalah 1-2 dari Nusantara United pada 11 Januari, dan imbang 1-1 menghadapi PSDS. Padahal, saat away ke kandang Persikab bisa meraih satu poin dan di kandang PSDS bisa menang 3-1.
Bermain di kandang sendiri yang bagi banyak tim akan menjadi garansi untuk meraih hasil sempurna, ternyata tidak demikian dengan PSPS. Para pemain seperti merasa terbebani. Di pertandingan reguler Liga 2 sebelum play-off degradasi, hal itu juga terlihat. PSPS banyak kehilangan poin di kandang sendiri. Saat kalah dari Nusantara United, PSPS bermain buruk. Tak terlihat permainannya sebagai sebuah tim, gampang kehilangan bola, pertahanan longgar, tak terlihat kengototan para pemain, dan dua gol yang diciptakan lawan terjadi dengan mudah. Bahkan seorang mantan pelatih PSPS yang duduk di dekat saya saat pertandingan itu mengatakan, PSPS seperti sebuah tim yang tidak dilatih. Tak ada pola yang terlihat.
Saat menghadapi PSDS pada Ahad (21/1) lalu, PSPS sebenarnya bermain lebih baik. Pola permainan lumayan terlihat, kerja sama antarlini berjalan normal, dan determinasi terlihat dengan banyaknya peluang yang diciptakan sepanjang pertandingan. Namun, setelah unggul 1-0 lewat gol Bruno Silva, determinasi mulai kendor. Ketika menyerang seperti ogah-ogahan. Beberapa peluang yang seharusnya menjadi gol dan bis membuat kill the game, terbuang percuma.
Gol PSDS yang menyamakan kedudukan menjadi 1-1 saat injury time melalui Bima Lesmana, murni kesalahan sendiri. Pelatih sepertinya tidak memberikan intruksi yang tegas kepada para pemain. Mau benar-benar bertahan total untuk mempertahankan kemenangan atau bagaimana? Jika bertahan total, mengapa tetap membiarkan dua striker, Bruno dan Dama Indrayana, berada di depan saat PSPS diserang, saat tim dikurung lawan?
Gol Bima terjadi karena tidak ada pemain yang berdiri di luar garis penalti untuk menyaring atau menghadang tendangan lawan. Dalam permainan normal, ini tugas gelandang bertahan. Dalam kondisi tertekan, mestinya salah satu atau semua penyerang ikut bertahan dan mengambil tempat di posisi tersebut, toh waktu tinggal sedikit dan lebih baik mempertahankan kemenangan daripada menambah gol. Namun yang terjadi, Bima sangat bebas saat mendapatkan bola tanpa satu pun pemain PSPS yang berada di sana dan dia melakukan tendangan keras yang sulit dijangkau kiper Jefri Wibowo.
Yang kedua, dalam posisi saat ini –meski masih berada di peringkat kedua klasemen sementara—mencuri poin di kandang Nusantara United tidaklah mudah. Beberapa orang yakin Nusantara akan “melepas” partai melawan PSPS karena dalam hitung-hitungan, mereka tim yang paling aman saat ini. Tapi harus dicatat, jika mereka kalah di kandang PSDS, maka nilai PSDS menjadi 7. Ini dengan asumsi PSPS menang atas Persikab di kandang yang memiliki poin 8. Jika ini terjadi, artinya ketiga tim ini tidak ada yang aman. Jika Nusantara kalah dari PSPS dan PSDS menang atas Persikab, justru Nusantara yang terdegradasi. Maka, jangan berharap Nusantara “melepas” laga lawan PSPS. Kecuali mereka menang di kandang PSDS sebelum laga pamungkas itu.
Jika nanti PSPS lolos dari jurang degradasi, manajemen harus mempersiapkan tim lebih cepat dengan mencari pelatih yang punya track record bagus dan pemain-pemain yang berkualitas. Jangan menunggu tim terancam degradasi baru mencari pelatih dan pemain berkualitas. Kita tentu tak ingin PSPS akan begini-begini saja di Liga 2. Harus ada target dari awal ke Liga 1, dan tentu yang dilakukan adalah mencari pelatih dan pemain sekualitas Liga 1.***