Jumat, 22 November 2024

Pantaskan Bale Diperlakukan Buruk untuk Apa yang Telah Diberikannya kepada Madrid?

- Advertisement -
Oleh  Hary B Koriun
PERLAKUAN Real Madrid terhadap Gareth Bale kini benar-benar sangat buruk. Mengingat kontribusi besar yang diberikannya untuk El Real selama dia membela kostum putih itu, rasanya tak pantas dia mendapatkan itu. Dan sedihnya lagi, justru Zinedine Zidane yang melakukan itu ketika dia kembali menangani Madrid menggantikan Santiago Solari.
Dari awal, Bale memang kesulitan adaptasi dengan rekan-rekannya karena dianggap tidak mau berbaur. Dia menjalani hidup profesional: latihan, bermain, dan kembali ke rumah. Dia tak mau ikut pesta-pesta yang diadakan oleh para pemain sendiri maupun resmi dari klub. Dia juga sering kedapatan “ngacir” lebih dulu keluar stadion ketika tak dimainkan sepanjang pertandingan. Satu lagi, Bale dianggap tak mau belajar bahasa Spanyol, hal yang jamak dilakukan oleh semua pemain di Madrid.
Kondisi ini bukan hanya membuat dia “dijauhi” oleh rekan-rekan setimnya, tetapi juga semakin menjauhkan dirinya dari para fans yang dari awal memang tidak suka denga Bale, dengan berbagai alasan. Dalam hampir setiap pertandingan ketika Bale bermain dan Madrid kalah, kesalahan selalu dialamatkan kepadanya. Ada atau ketika sudah tidak ada Cristiano Ronaldo. Dengan harganya yang di atas Ronaldo dan gaji yang sangat besar, hampir Rp300 miliar per tahun, Bale mudah menjadi sasaran pelampiasan kesalahan.
Hal lainnya adalah “kaki kaca” yang dimilikianya. Mantan pemain Tottenham Hotspur ini sering cedera dan harus lama absen. Setelah itu, dia juga lama harus nyetel lagi di lapangan dengan rekan setimnya. Meskipun sebenarnya permainannya tak buruk-buruk amatlah.
Ketika Ronaldo memilih ke Juventus awal musim lalu karena merasa “tidak dihargai” oleh para petinggi Madrid, harapan besar kebintangan Ronaldo beralih ke Bale. Sayangnya, cedera memang menjadi masalah besar. Meski berkontribusi besar ketika membawa Madrid juara Piala Dunia Antarklub saat ditangani Solari, Bale tetap dianggap tak maksimal. Karim Benzema yang justru menjelma menjadi bintang, padahal sebelum-sebelumnya sering tampil di bawah standar.
Namun, apapun ceritanya, kehadiran Bale di Madrid selama lima musim ini dengan mempersembahkan 4 trofi Liga Champions, 1 La Liga, 3 Piala Dunia Antarklub, dan beberapa trofi lainnya termasuk Copa Del Rey dan Super Copa Spanyol dan Super Copa Eropa, memperlihatkan perannya yang signifikan. Dalam beberapa kali final Liga Champions, dia justru memberi peran yang krusial. Terakhir, dua golnya menjebol jala Liverpool dan membawa Madrid juara Liga Champions 2018.
Harus diakui, Ronaldo memang menjadi pusat permainan Madrid ketika dia ada di sana dan pemain lainnya lebih sebagai supporting. Ini terlihat, ketika Ronaldo ke Juventus, Madrid berada dalam masalah besar, sampai harus melakukan pergantian pelatih dua kali setelah memecat Julen Lupetegui. Madrid terseok-seok, dan hingga akhir musim, bahkan di tangan Zidane-pun, rasio kemenangan Madrid menjadi paling buruk dalam sepuluh tahun terakhir.
Tapi, apakah Madrid hanya seorang Ronaldo? Pastinya tidak. Juventus yang sempat masuk final Liga Champions dua kali tanpa Ronaldo, dan menganggap kehadiran Ronaldo akan membawa mereka menjadi juara, ternyata gigit jari. Juventus justru tersingkir di perempatfinal, disingkirkan Ajax Amsterdam. Sebelumnya, jagoan Belanda itu juga menyingkirkan Madrid di 16 Besar. Artinya apa, kesuksesan Ronaldo di Madrid sebelumnya murni bukan peran dia seorang, tetapi kekuatan sebuah tim, dan salah satunya ada peran Bale di sana.
Kini, Zidane seolah lupa dengan kontribusi kapten timnas Wales ini. Seolah Bale hanya pemain rongsokan yang sudah tak berguna bagi tim yang akan dibangunnya musim depan. Bahkan dia tiga pertandingan terakhir Madrid, Bale sudah tak dimainkan. Zidane tidak memberi rasa hormat kepada Bale, paling tidak untuk mengucapkan perpisahan kepada pendukung Madrid di Santiago Bernabeau. 
Maka, pernyataan emosional Bale bahwa dia akan tetap bertahan di Madrid sapai kontraknya habis tahun 2021, meskipun hanya akan bermain golf, merupakan sindiran pedas Bale untuk semua orang yang melupakan apa yang telah dilakukannya untuk klub itu. Termasuk Presiden Florentino Perez yang juga tak kuasa mengintervensi keinginan Zidane yang bahkan akan memainkan Bale ke tim remaja Madrid, Castilla, jika tak ada jalan keluar untuk masa depan Bale. Sebab, gajinya yang besar itu, membuat beberapa klub seperti Manchester United, Tottenham, atau Paris St Germain, memilih mundur teratur.
Kini, apakah Anda yakin dengan kedatangan pemain-pemain bintang yang diincar seperti Eden Hazard atau yang lainnya menjadi jalan instan untuk mengembalikan prestasi Madrid? Tak akan semudah itu. Semua tim punya siklus, punya puncak permainan, dan pasti ada fase menurun. Seorang Eden Hazard tak akan bisa mengangkat Madrid sendirian ketika pemain yang lain berada di siklus menurun. Apalagi, usia Hazard pun sudah tak muda lagi, 28 tahun. Justru barangkali usia puncak prestasi Hazard sudah ada di Chelsea dengan Piala Europa yang baru saja dipersembahkan setelah menang 4-1 atas Arsenal.
Jadi, jangan terlalu banyak berharap, kedatangan Zidane dan sekian pemain lainnya akan menjadikan Madrid penuh prestasi seperti sebelumnya. Contohnya, ternyata rasio kemenangan dia di Madrid setelah menggantikan Solari, tak sebaik Solari. Bahkan nyaris sama dengan rasio yang dimiliki Lopetegui. Madrid sering kalah di kandang sendiri dan susah menang di kandang lawan.*** 
Baca Juga:  Tanpa Lewi dan Ganbry, Muenchen Terancam
Oleh  Hary B Koriun
PERLAKUAN Real Madrid terhadap Gareth Bale kini benar-benar sangat buruk. Mengingat kontribusi besar yang diberikannya untuk El Real selama dia membela kostum putih itu, rasanya tak pantas dia mendapatkan itu. Dan sedihnya lagi, justru Zinedine Zidane yang melakukan itu ketika dia kembali menangani Madrid menggantikan Santiago Solari.
Dari awal, Bale memang kesulitan adaptasi dengan rekan-rekannya karena dianggap tidak mau berbaur. Dia menjalani hidup profesional: latihan, bermain, dan kembali ke rumah. Dia tak mau ikut pesta-pesta yang diadakan oleh para pemain sendiri maupun resmi dari klub. Dia juga sering kedapatan “ngacir” lebih dulu keluar stadion ketika tak dimainkan sepanjang pertandingan. Satu lagi, Bale dianggap tak mau belajar bahasa Spanyol, hal yang jamak dilakukan oleh semua pemain di Madrid.
Kondisi ini bukan hanya membuat dia “dijauhi” oleh rekan-rekan setimnya, tetapi juga semakin menjauhkan dirinya dari para fans yang dari awal memang tidak suka denga Bale, dengan berbagai alasan. Dalam hampir setiap pertandingan ketika Bale bermain dan Madrid kalah, kesalahan selalu dialamatkan kepadanya. Ada atau ketika sudah tidak ada Cristiano Ronaldo. Dengan harganya yang di atas Ronaldo dan gaji yang sangat besar, hampir Rp300 miliar per tahun, Bale mudah menjadi sasaran pelampiasan kesalahan.
Hal lainnya adalah “kaki kaca” yang dimilikianya. Mantan pemain Tottenham Hotspur ini sering cedera dan harus lama absen. Setelah itu, dia juga lama harus nyetel lagi di lapangan dengan rekan setimnya. Meskipun sebenarnya permainannya tak buruk-buruk amatlah.
Ketika Ronaldo memilih ke Juventus awal musim lalu karena merasa “tidak dihargai” oleh para petinggi Madrid, harapan besar kebintangan Ronaldo beralih ke Bale. Sayangnya, cedera memang menjadi masalah besar. Meski berkontribusi besar ketika membawa Madrid juara Piala Dunia Antarklub saat ditangani Solari, Bale tetap dianggap tak maksimal. Karim Benzema yang justru menjelma menjadi bintang, padahal sebelum-sebelumnya sering tampil di bawah standar.
Namun, apapun ceritanya, kehadiran Bale di Madrid selama lima musim ini dengan mempersembahkan 4 trofi Liga Champions, 1 La Liga, 3 Piala Dunia Antarklub, dan beberapa trofi lainnya termasuk Copa Del Rey dan Super Copa Spanyol dan Super Copa Eropa, memperlihatkan perannya yang signifikan. Dalam beberapa kali final Liga Champions, dia justru memberi peran yang krusial. Terakhir, dua golnya menjebol jala Liverpool dan membawa Madrid juara Liga Champions 2018.
Harus diakui, Ronaldo memang menjadi pusat permainan Madrid ketika dia ada di sana dan pemain lainnya lebih sebagai supporting. Ini terlihat, ketika Ronaldo ke Juventus, Madrid berada dalam masalah besar, sampai harus melakukan pergantian pelatih dua kali setelah memecat Julen Lupetegui. Madrid terseok-seok, dan hingga akhir musim, bahkan di tangan Zidane-pun, rasio kemenangan Madrid menjadi paling buruk dalam sepuluh tahun terakhir.
Tapi, apakah Madrid hanya seorang Ronaldo? Pastinya tidak. Juventus yang sempat masuk final Liga Champions dua kali tanpa Ronaldo, dan menganggap kehadiran Ronaldo akan membawa mereka menjadi juara, ternyata gigit jari. Juventus justru tersingkir di perempatfinal, disingkirkan Ajax Amsterdam. Sebelumnya, jagoan Belanda itu juga menyingkirkan Madrid di 16 Besar. Artinya apa, kesuksesan Ronaldo di Madrid sebelumnya murni bukan peran dia seorang, tetapi kekuatan sebuah tim, dan salah satunya ada peran Bale di sana.
Kini, Zidane seolah lupa dengan kontribusi kapten timnas Wales ini. Seolah Bale hanya pemain rongsokan yang sudah tak berguna bagi tim yang akan dibangunnya musim depan. Bahkan dia tiga pertandingan terakhir Madrid, Bale sudah tak dimainkan. Zidane tidak memberi rasa hormat kepada Bale, paling tidak untuk mengucapkan perpisahan kepada pendukung Madrid di Santiago Bernabeau. 
Maka, pernyataan emosional Bale bahwa dia akan tetap bertahan di Madrid sapai kontraknya habis tahun 2021, meskipun hanya akan bermain golf, merupakan sindiran pedas Bale untuk semua orang yang melupakan apa yang telah dilakukannya untuk klub itu. Termasuk Presiden Florentino Perez yang juga tak kuasa mengintervensi keinginan Zidane yang bahkan akan memainkan Bale ke tim remaja Madrid, Castilla, jika tak ada jalan keluar untuk masa depan Bale. Sebab, gajinya yang besar itu, membuat beberapa klub seperti Manchester United, Tottenham, atau Paris St Germain, memilih mundur teratur.
Kini, apakah Anda yakin dengan kedatangan pemain-pemain bintang yang diincar seperti Eden Hazard atau yang lainnya menjadi jalan instan untuk mengembalikan prestasi Madrid? Tak akan semudah itu. Semua tim punya siklus, punya puncak permainan, dan pasti ada fase menurun. Seorang Eden Hazard tak akan bisa mengangkat Madrid sendirian ketika pemain yang lain berada di siklus menurun. Apalagi, usia Hazard pun sudah tak muda lagi, 28 tahun. Justru barangkali usia puncak prestasi Hazard sudah ada di Chelsea dengan Piala Europa yang baru saja dipersembahkan setelah menang 4-1 atas Arsenal.
Jadi, jangan terlalu banyak berharap, kedatangan Zidane dan sekian pemain lainnya akan menjadikan Madrid penuh prestasi seperti sebelumnya. Contohnya, ternyata rasio kemenangan dia di Madrid setelah menggantikan Solari, tak sebaik Solari. Bahkan nyaris sama dengan rasio yang dimiliki Lopetegui. Madrid sering kalah di kandang sendiri dan susah menang di kandang lawan.*** 
Baca Juga:  Ronaldo Ngamuk saat Lawan Serbia, Pelatih Pasang Badan
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari