Suara klakson kendaraan roda dua dan roda empat bersahut-sahutan. Mobil dan motor saling "sikut-sikutan" menerobos celah-celah kecil dalam padatnya kemacetan. Namun, yang terjadi justru macet panjang penumpukan kendaraan. Pemandangan itu bukan hal baru, dan hampir setiap hari terjadi di beberapa titik di Kota Bertuah. Seperti di Persimpangan Garuda Sakti, Jalan Riau, Jalan Sudirman, Jalan Srikandi, dan beberapa titik lainnya yang memang langganan macet.
(RIAUPOS.CO) – Memang tak setiap saat kemacetan ditemui di titik-titik tersebut. Namun, saat jam-jam rawan seperti jam masuk kantor atau masuk sekolah dan pulang kerja, jangan coba-coba. Stok kesabaran harus dipakai habis untuk menghadapi kemacetan panjang yang membuat laju kendaraan menjadi sangat pelan bahkan hampir tak bergerak.
Salah seorang warga Pekanbaru yang setiap hari menghadapi kondisi tersebut ialah Wahyu. Menghadapi macet menjadi rutinitas yang masuk dalam list kegiatannya sehari-hari. Warga Jalan Garuda Sakti km 2 ini bekerja di arah Jalan Sudirman. Beberapa titik macet pun dilaluinya setiap kali akan berangkat dan pulang dari bekerja.
“Kalau dari rute saya, selalu terjebak macet itu di Simpang Garuda Sakti-Melati, terus di tanjakan Jalan Lobak dan di Jalan Sudirman, setelah keluar dari Jalan Arifin Achmad. Itu paling sering,” ujarnya.
Untuk mengakalinya, ia memilih membawa kendaraan roda dua. Agar lebih mudah memotong dan lebih cepat pergerakannya. Ia juga sudah memilih jalur alternatif seperti melewati Jalan Bakti dan melewati jalur-jalur tikus di Jalan Arifin Achmad. Tapi, tetap saja tak membuatnya benar-benar lepas dari kemacetan.
‘’Kadang perginya lebih awal atau lebih lambat sekalian. Untuk menghindari kendaraan yang ngantar anak sekolah juga,” sambungnya lagi.
Ia menilai, penyebab macet ialah terjadinya penumpukan kendaraan di waktu yang sama. Sementara kondisi jalan sangat kecil dan tidak memadai. Belum lagi faktor lain seperti pascahujan. Momen seperti itu membuatnya merasa sangat lelah berkendara karena macet yang lebih parah harus ia hadapi.
“Kalau habis hujan lebih parah lagi. Belum lagi menghadapi banjirnya,” ujarnya.
Beberapa kali ia sempat menghadapi situasi yang tak menyenangkan saat macet.
“Pernah diserempet dari samping. Posisi lagi nahan motor waktu itu. Jadi sempat lecet, orangnya ntah yang mana nggak tahu juga, karena padat jalan waktu itu,” sambungnya lagi.
Pernah terpikir olehnya untuk naik transportasi umum seperti Trans Metro Pekanbaru. Namun, jarak dari rumahnya menuju halte cukup jauh. Perlu jalan kaki sekitar 7 menit.
‘’Busnya pun belum tentu langsung ada. Jadi sama saja. Habis waktu jadinya,” sambungnya.
Oleh sebab itu, ia berharap ada kebijakan dan solusi dari pihak terkait akan hal ini. Dia merasa, persoalan macet ini, makin hari, makin pelik.
“Ya kalau bisa ada usaha mengurai macet, mengatur kendaraan atau apalah. Pemerintah lebih tahulah harusnya. Jangan pula sampai macetnya kayak di Jakarta,” harapnya.
Sementara itu, macet bukan hanya terjadi di jalan-jalan besar atau jalan protokol. Jalan pintas yang biasanya sepi pun kini sudah menjadi titik merah akibat macet. Salah satunya di Jalan Srikandi. Jalan pintas itu menjadi langganan macet lantaran kendaraan antar jemput anak sekolah yang padat di jam masuk dan pulang.
Terlebih, kendaraan yang lewat didominasi oleh roda empat. Sementara, luas jalan tak cukup lebar. Bahkan untuk dua mobil berselisih pun cukup dekat jaraknya. Sehingga, jalan yang bisa tembus ke Jalan SM Amin itu menjadi macet parah. Menariknya, di pangkal jalan telah dipasang plang peringatan macet.
“Perhatian. Senin-Jumat pukul 16.00-17.00 Jalan Srikandi Macet Anak Sekolah Pulang.”
Plang tersebut memperingati pengendara agar menghindari melintas di jalan tersebut di jam yang diperkirakan akan terjadi macet. Kehadiran plang berlogo Pemerintah Kota Pekanbaru itu juga dipertanyakan warga. Menurut warga, jalan tersebut adalah jalan umum yang siapa saja bisa melewatinya. Keberadaan plang justru menyiratkan bahwa pengendara diminta memaklumi kondisi yang sebenarnya cukup mengganggu lalu lintas, khususnya warga sekitar.
Salah seorang warga, Fahrul menilai pemasangan plang bukanlah hal yang patut.
“Jadi gini solusinya mengatasi macet? Dengan plang saja?” tanyanya.
Dalam hal ini, pemerintah dinilainya membiarkan. Alih-alih mengatasi, pemerintah hanya memperingati kondisi yang sebenarnya sudah diketahui dan dikeluhkan banyak orang.
Warga lain, Juju, tak kalah kesal. Pasalnya banyak mobil yang menunggu anak, memilih berhenti di badan jalan sampai anaknya datang. Kondisi itu membuat jalan yang kecil hanya tersisa sedikit untuk dilalui.
“Nanti kalau ditegur, dia yang marah. Serasa jalan punya pribadi,” ceritanya.
Untuk itu, ia ingin ada solusi pasti dari kemacetan ini ketimbang memasang plang. Dikhawatirkan kondisi macet akan bertambah parah mengingat ada sekolah baru di kawasan tersebut yang tentunya akan mempengaruhi jumlah kendaraan yang melintas di sana.
“Siap-siaplah bakal macet total nanti. Banyak-banyaklah bersabar,” sambungnya.
Dari pantauan Riau Pos di beberapa titik macet di Pekanbaru, seperti Simpang Garuda Sakti, Jalan Sudirman, tanjakan Jalan Lobak, Jalan Riau, Jalan HR Soebrantas dan lainnya, rata-rata memang terjadi di jam masuk dan pulang sekolah ataupun kantor. Jumlah kendaraan yang ngaspal saat ini tak sesuai dengan lebar jalan. Sehingga harus mengantre untuk bisa lepas dari jerat macet tersebut.
Beberapa kondisi juga memperparah dan memicu terjadinya macet. Di antaranya kendaraan antar jemput anak di beberapa sekolah yang tak tertib dan berhenti di badan jalan dengan jumlah yang banyak. Kendaraan yang didominasi roda empat itu berdalih hanya sebentar. Namun, nyatanya jumlah yang menunggu tak hanya 1 kendaraan saja. Sehingga mobil tersebut memakan sebagian jalan dan menyebabkan macet yang panjang.
Kondisi lain adalah keberadaan pedagang kaki lima yang berjualan hingga ke badan jalan. Ini bisa ditemui hampir di semua jalan yang ada. Terlebih di Jalan HR Soebrantas. PKL bahkan sengaja memepetkan gerobak jualan mereka ke arah sisi dalam jalan. Sehingga, ruas jalan yang harusnya bisa dilewati jika macet itu, menjadi tak berguna.
Di sisi lain, ada pula masalah kondisi jalan yang rusak. Ini bisa dilihat di Jalan Lobak. Di beberapa titik di jalan tersebut terdapat lubang dan kerusakan yang cukup parah. Kendaraan yang lewat terpaksa tiba-tiba memelankan laju kendaraan untuk menghindarinya. Hal itu sering kali membuat antrean kendaraan mengular di belakangnya.
Sementara itu, solusi yang ditawarkan pemerintah melalui TMP belum sepenuhnya berjalan. Seperti yang dikatakan Wahyu, titik naik turun atau halte tak menjangkau pemukiman warga.***
Di sisi lain, jumlah kendaraan terus bertambah setiap detiknya. Namun, sokongan untuk menampung penambahan tersebut tidak diakomodir dengan baik.***
Laporan SITI AZURA, Pekanbaru