JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pelaksanaan tes wawancara terhadap 20 calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) selesai dilaksanakan, Kamis (29/8). Hal itu sekaligus menandai berakhirnya rangkaian seleksi yang dilakukan panitia seleksi (pansel) sejak Juni lalu. Rencananya, pansel menyerahkan 10 nama ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) awal pekan depan.
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnarsih mengatakan, usai tes wawancara, sembilan anggota pansel akan meneliti hasilnya secara kolektif. Rencananya, pembahasan atas hasil wawancara dilakukan mulai hari ini (30/8) dan diharapkan sudah diterima pada Senin (2/9) pagi sebelum diserahkan ke Presiden Jokowi.
"Pada Senin Jam 3 sore rencananya in sya Allah kami diterima Presiden untuk menyerahkan 10 nama tersebut," ujarnya di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (29/8).
Soal pertimbangan apa yang digunakan pansel dalam menentukan 10 nama yang akan diserahkan ke Presiden, Yenti belum bisa menjabarkan. Sebab, hal itu baru akan dibahas dalam rapat internal pansel yang akan dilakukan hari ini hingga senin mendatang.
Disinggung soal kualitas 20 capim yang dianggap kurang memahami persoalan korupsi oleh Koalisi Kawal Capim KPK, Yenti tidak membantahnya. Ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu menyebut kondisi ini tidak lepas dari persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Di mana untuk menjadi komisioner, calon tidak wajib berlatar belakang hukum.
"Itu menjadikan keadaan seperti ini. Di luar hukum pun bisa daftar asal 15 tahun di bidang itu (keuangan, perbankan, ekonomi)," imbuhnya.
Oleh karenanya, jika ingin mendapatkan capim KPK yang memiliki pemahaman korupsi yang matang, maka UU perlu membuat syarat yang lebih spesifik.
Namun demikian, Yenti menegaskan pihaknya sudah memilih nama-nama terbaik dari 400 orang yang mendaftarkan diri berdasarkan parameter yang terukur. Mulai dari objektif tes, pembuatan makalah, psikotes, profil assessment, hingga tes kesehatan dan wawancara.
Terpisah, perseteruan dibalik proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK memanas. Itu setelah Juru Bicara KPK Febri Diansyah serta dua aktivis antikorupsi, Asfinawati (ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia/YLBHI) dan Adnan Topan Husodo (koordinator Indonesia Corruption Watch/ICW) dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Pelaporan itu diketahui dari surat tanda bukti lapor sentra pelayanan kepolisian terpadu (SKPT) Polda Metro Jaya tertanggal 28 Agustus 2019.
Dalam surat itu menyebut bahwa pihak pelapor bernama Agung Zulianto. Dan sebagai korban adalah pemuda kawal KPK serta masyarakat DKI Jakarta. Sementara delik yang dilaporkan adalah dugaan memberikan kabar bohong atau hoaks. (far/tyo/jpg)