Awalnya ianya hanyalah keniscayaan. Ia dipandang sebagai bualan politik guna mendapatkan dukungan suara dari masyarakat, khususnya masyarakat yang bermastautin di pesisir Riau. Ia pun seketika menjadi tranding topic di tengah masyarakat. Namun, ketika hari berganti kepada bulan, bulan berlalu menautkan tahun ia pun senyap bagai di telan bumi. Lima tahun berikutnya kembali ia digaungkan, ia dibincangkan ke berbagai ceruk dan sudut kampung dan berikutnyapun senyap seperti sebelumnya. Kini, melalui pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ia terbentang membelah bumi Riau memberi laluan tidak hanya kepada manusia, namun berbagai satwa yang dilindungi. Katalis raksasa di sabuk sutera itupun menjadi nyata.
Laporan GEMA SETARA, Pekanbaru
Ikhtiar Riau mendapatkan porsi pembangunan jalan tol sudah lama diperjuangkan. Perjuangan itu selalu kandas, tak diketahui apa persoalannya. Setiap gubernur berganti, perjuangan untuk membangun jalan tol itu tidak pernah surut.
Hal ini bisa dimaklumi, sebagai provinsi dengan kekayaan alam yang berlimpah, dengan kekayaan minyak sebagai penopang hidup bangsa ini, rasanya wajar jika Riau memperjuangkan pembangunan jalan tol tersebut. Terlebih, Riau yang berada di serambi terdepan Indonesia. Negeri ini berbatasan langsung dengan dua negara yang cukup maju dan berkembang Singapura dan Malaysia.
Rasanya, tuntutan itu tidaklah terlalu berlebihan dan keinginan pembangunan jalan itu pun tidaklah seluruh kabupaten/kota yang ada di daerah ini. Hanya satu saja, jalan tol Pekanbaru-Dumai (Permai). Mengapa ke Kota Pekanbaru-Dumai, karena kedua kota inilah sebagai pusat perkembangan pembangunan dan basis ekonomi Riau ke depannya.
Kota Pekanbaru sebagai basis ibukota provinsi, sementara Kota Dumai menjadi nadi yang akan mendenyutkan gerakan ekonomi yang berbasis industri-industri berskala besar. Bayangkan, untuk sampai ke Kota Dumai dari Pekanbaru perjalanan yang ditempuh hingga lima sampai enam jam bahkan bisa sampai tujuh jam.
Waktu habis di perjalanan, biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Sangat tidak efisien bagi pelaku bisnis maupun investor. Memang beberapa waktu lalu ada maskapai yang melayani penerbangan dari Pekanbaru-Dumai, namun usianya tidak bertahan lama dan akhirnya masyarakat harus kembali menempuh perjalanan panjang hanya untuk sampai apakah di Pekanbaru maupun Dumai.
Keniscayaan itu akhirnya pudar, 2016 lalu melalui pembangunan JTTS, pemerintah Republik Indonesia melakukan groundbreaking jalan tol Pekanbaru-Dumai. Jalan ini direncanakan akan membentang dari utara Pulau Sumatera sampai selatan menyambungkan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sampai Provinsi Lampung.
Ruas ini adalah salah satu ruas yang terletak di Provinsi Riau dan akan menghubungkan Pekanbaru dengan Kandis dan Dumai. Ruas ini terbagi ke dalam 6 seksi yakni, seksi I Pekanbaru-IC Minas, seksi II IC Minas-IC Kandis, seksi III IC Kandis Selatan-IC Kandis Utara, seksi IV IC Kandis Utara-IC Duri Selatan, seksi V IC Duri Selatan-IC Duri Utara dan seksi VI IC Dumai-Junction Duri.
Ruas ini akan menghubungkan Kota Pekanbaru (Ibukota Provinsi Riau) dengan Kota Dumai. Dengan potensi pengembangan agrobisinis serta status Dumai sebagai kota yang memiliki industri perminyakan yang maju, ruas ini diharapkan dapat terus mendukung pengembangan sektor industri tersebut. Nilai investasinya Rp16,2 triliun.
Data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menyebutkan, pembangunan ruas JTTS ini dengan nilai investasi mencapai Rp206,4 triliun dan sebagai penanggung jawab proyek diamanahkan kepada PT Hutama Karya.
JTTS sepanjang 304 kilometer itu akan menghubungkan Pulau Sumatera dari Aceh hingga Bakauheni. Tahap pertama terdiri atas delapan ruas, terbagi menjadi empat ruas awal yakni Medan-Binjai, Palembang-Indralaya, Pekanbaru-Dumai, Bakauheni-Terbanggi Besar dan empat ruas tambahanyakni Terbanggi Besar- Pematang Panggang, Pematang Panggang-Kayu Agung, Palembang-Tanjung Api-Api dan Kisaran-Tebing Tinggi.
Mengapa Dumai?
Mengapa Dumai? Semua karena letak Kota Dumai yang sangat strategis. Dumai menjadi laman terdepan dalam wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI). Di berhadapan langsung dengan negara yang pertumbuhan ekonominya sangat baik Singapura dan Malaysia dan sejumlah negara di Asia Tenggara lainnya.
Selain itu, Dumai berada dihadapan langsung dengan salah satu selat yang sangat padat dengan lalu lintas kapal-kapal niaga (perdagangan, red). Karenanya tidaklah mengherankan sejumlah perusahaan-perusahaan besar menanamkan investasinya di kota ini.
Mengutip laman web Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Riau disebutkan, kumulasi realisasi investasi PMA dan PMDN periode Januari-Desember Tahun 2019 di Riau mencapai Rp41,80 triliun.
Investasi itu terdiri atas realisasi investasi PMDN sebesar Rp26,292 triliun, menempatkan Provinsi Riau pada peringkat empat secara nasional dan realisasi invesatasi PMA sebesar 1,034 miliar dolar AS atau setara dengan Rp15,510 triliun menjadikan Provinsi Riau berada pada posisi ketujuh sebagai penyumbang investasi PMA secara nasional.
Berdasarkan lokasi, DPMPTSP Provinsi Riau mencatat ada lima kabupaten/kota penyumbang investasi (PMDN dan PMA ) selama periode Januari-Desember 2019 adalah Kabupaten Pelalawan sebesar Rp19,045 triliun atau 45,56 persen, Kabupaten Bengkalis Rp6,694 triliun atau 16,01 persen Kota Dumai Rp5,937 triliun atau 14,20 persen, Kabupaten Indragiri Hulu Rp2,592 triliun atau 6,20 persen serta Kabupaten Kampar Rp2,043 triliun atau 4,89 persen.
DPMPTSP Provinsi Riau mencatat capaian realisasi investasi asing periode Januari-Desember 2019 sebesar 1,034 miliar AS atau setara dengan Rp15,510 triliun.
Adapun lima besar negara asal PMA yang berkontribusi dalam investasi asing adalah Singapura sebesar 616,83 juta dolar AS atau 59,65 persen, Seychells 153,32 juta dolar AS atau 14,83 persen, Malaysia 125,49 dolar AS atau 12,14 persen, Amerika Serikat 116,10 juta dolar AS atau 11,23 persen dan Belanda 10,97 juta dolar AS atau 1,06 persen.
Pada 2018, DPMPTSP Riau juga mencatat total realisasi investasi PMDN dan PMA Januari sampai dengan Desember tahun 2018 berdasarkan lokasi proyek (lima besar) di kabupaten/kota adalah Kabupaten Indragiri Hilir sebesar Rp9,534 triliun atau 41,64 persen, Kota Dumai Rp2,006 triliun atau 8,76 persen, Kabupaten Bengkalis Rp1,941 triliun atau 8,47 persen, Kabupaten Siak Rp1,827 triliun atau 8,00 persen dan Kabupaten Pelalawan Rp1,816 triliun atau 7,93 persen.
Sedangkan realisasi investasi PMA berdasarkan asal negara adalah Singapura Rp8,23 triliun atau 59,45 persen, Malaysia Rp1.97 triliun atau 14,21 persen, Amerika Serikat Rp1,51 triliun atau 10,89 persen, Mauritius Rp1,42 triliun atau 10,24 persen dan British Virgin Island Rp 285,47 miliar atau 2,06 persen.
Tahun 2020 ini, dari total realisasi investasi kumulasi PMA dan PMDN pada triwulan pertama di Riau 2020 sebesar Rp12,75 triliun, Kota Dumai mencatatkan realisasi investasi terbesar mencapai Rp5,81 triliun.
Kepala DPM-PTSP Riau, Helmi D mengatakan, selain Kota Dumai tercatat juga empat daerah lainnya di Riau yang juga mencatatkan realisasi investasi yang cukup besar di Riau. Kabupaten Indragiri Hulu sebesar Rp2,71 triliun, Kabupaten Kampar sebesar Rp1,37 triliun, Kabupaten Siak sebesar Rp849,67 miliar dan Kabupaten Rokan Hulu sebesar Rp650,68 miliar.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk realisasi investasi PMDN dan PMA berdasarkan sektor usaha yang masuk pada posisi lima besar adalah, industri kimia dan farmasi sebesar Rp4,85 triliun atau 38,00 persen, tanaman pangan, perkebunan dan peternakan sebesar Rp3,94 triliun atau 30,90 persen.
Kemudian industri makanan Rp1,82 triliun atau 14,26 persen, hotel dan restoran Rp769,39 miliar, 6,03 persen serta perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp153,67 miliar atau 1,21 persen.
‘’Dengan capaian realisasi investasi pada triwulan pertama 2020 sebesar Rp12,75 triliun tersebut, secara nasional menempatkan provinsi Riau pada peringkat kelima jumlah investasi. Sedangkan jika hanya dilihat pada investasi PMDN, menempatkan Riau pada peringkat empat nasional dengan 827 proyek. Kalau hanya dilihat dari PMA, menempatkan Riau pada posisi delapan secara nasional dengan jumlah 240 proyek kegiatan," ujarnya.
Sebenarnya, investasi di Riau bisa lebih ditingkatkan lebih tinggi lagi dengan penyediaan sarana infrastruktur yang lebih memadai. Kondisi geografis Riau yang memiliki kawasan gambut yang cukup tebal memang memerlukan dana yang besar untuk membangun sarana infrastruktur itu. Sinergi antara pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dalam menyiapkan sarana infrastruktur itu sangat diperlukan.