PEKANBARU (RIAU POS.CO) – Sidang lanjutan Sri Deviyani, seorang ibu rumah tangga (IRT) diduga telah menipu uang jual-beli tanah sebesar Rp1,1 miliar milik Elly Mesra kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (29/6/2021) sore.
Persidangan dalam agenda mendengarkan keterangan tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Julia Rizki Sari SH dan Sartika SH. Ketiga saksi tersebut adalah Martalena, Iman Pratikno, dan Sriyanti.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Mahyudin SH MH dibantu hakim anggota Basman SH dan Iwan Irawan SH saksi Martalena menerangkan bahwa ia pernah membeli tanah dari terdakwa Sri Deviyani senilai Rp1,3 miliar yang terletak di Jalan Budi Luhur Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.
Di hadapan majelis hakim saksi tidak mengetahui kalau tanah yang dibelinya dari terdakwa itu, sebelumnya pernah dijual ke Elly Mesra.
"Saya tidak tau Pak Hakim," kata Martalena menjawab pertanyaan hakim.
Lalu hakim menanyakan apakah terdakwa pernah memberitahunya jika tanah itu pernah dijual sebelumnya ke Elly. Terdakwa tidak pernah memberi tahu.
"Saya tidak tahu bahwa terdakwa sebelumnya telah menjual tanah tersebut kepada Elly Mesra," ungkapnya.
Namun saksi baru mengetahui kalau kasus penipuan jual beli tanah itu, setelah dipanggil pihak kepolisian.
"Tau setelah diperiksa di kepolisian,"paparnya
Dijelaskannya, total harga yang dibelinya kepada terdakwa sebesar Rp1,3 miliar. Saat itu suratnya masih SKGR dan saat ini sudah di tingkatkan ke sertifikat dan tengah dalam proses di BPN.
Kemudian dalam keterangan saksi lainnya, Iman Pratikno, yang merupakan seorang pegawai di Kecamatan Tenayan Raya, mengungkapkan, dirinya memberikan kesaksian dalam proses registrasi jual beli-tanah antara Martalena dengan terdakwa Sri Deviyani.
Iman Pratikno mengakui ada terjadi transaksi jual-beli tanah antara Martalena dengan terdakwa yang terjadi pada tahun 2017.
"Terjadi jual-beli tanah antara Martalena dengan terdakwa. Dan terjadi peralihan nama dalam SKGR yang awalnya dimiliki Sri Deviyani menjadi atas nama Martalena," ungkapnya.
Selanjutnya, dalam keterangan saksi lainnya, Sriyanti menjelaskan asal-muasal tanah. Tanah tersebut awalnya adalah milik keluarga suaminya kemudian dijual kepada Sri Deviyani (terdakwa).
Diberitakan sebelumnya, Elly selaku korban dalam kesaksiannya menerangkan, perkenalannya dengan terdakwa terjadi pada tahun 2009 silam. Dari perkenalan itu, baik korban dan terdakwa menjadi teman akrab.
Lalu, pada tahun 2012 terdakwa menawarkan kepada korban tanah seluas 1,2 hektar dengan harga Rp150 ribu per meter. Saat itu, terdakwa menyampaikan kepada korban bahwa tanah yang berlokasi di Jalan Budi Luhur Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru itu sangat strategis.
Kemudian, korban pun bersama suaminya, Saqlul, melihat lokasi tanah milik terdakwa itu. Setelah melihat tanah itu, korban pun setuju untuk membelinya. Dan saat itu, disepakati harganya Rp100 ribu per meternya. Sehingga total harga tanah itu sebesar Rp1,2 miliar.
Akad jual-beli itu dilakukan di hadapan notaris. Untuk pembayarannya, dilakukan secara bertahap. Mengenai surat tanah itu lanjutnya, alas haknya masih SKGR. Terdakwa hanya menyerahkan foto copy SKGR kepada korban dan berjanji akan membalikan nama surat tanah itu secepatnya.
Karena percaya, korban pun membayarkan uang pembelian tanah itu kepada terdakwa. Tercatat, ada enam kali korban membayarnya kepada terdakwa dengan mentransfer uang dengan total Rp1,1 miliar.
Namun setelah dibayarkan, ternyata terdakwa tidak kunjung menyerahkan sertifikat tanah kepada korban. Setiap ditagih ke rumahnya, terdakwa selalu mengelak dengan berbagai alasan.
"Dia mengatakan sedang dalam proses. Bahkan dia sempat menunjukkan blangko kosong untuk balik nama itu," kata Elly.
Hingga akhirnya apada tahun 2017 lalu, Elly mendapatkan kabar jika tanah yang dibelinya itu telah dijual terdakwa kembali kepada orang lain. Tanah itu dijual terdakwa kepada saksi Martalena seharga Rp1,3 miliar.
Korban pun kemudian berusaha menghubungi dan mencari terdakwa ke rumahnya. Namun terdakwa tidak dapat ditemui. Hingga kasus ini dilaporkan ke polisi.
"Saya merasa ditipu oleh terdakwa," ucap Elly.
Atas perbuatannya itu, JPU menjerat pasal berlapis terhadap terdakwa yakni pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Kemudian, pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Laporan: Dofi Iskandar (Pekanbaru)
Editor: Hary B Koriun