JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar. Indra yang merupakan mantan Kepala Biro Umum, Kementerian Sekretariat Negara diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT. Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, Indra dicecara penyidik KPK terkait pengetahuannya mengenai proses pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg yang bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia.
“Indra Iskandar mantan Kepala Biro Umum, Kementerian Sekretariat Negara, didalami pengetahuannya terkait dengan proses pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg yang bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia,” kata Ali dalam keterangannya, Jumat (29/1/2021).
Sejumlah mantan pejabat Kemensetneg telah diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT. Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017. Penyidik KPK pada telah memeriksa mantan Sekretaris Kemensetneg Taufik Sukasah dan Kepala Biro Umum Kemensetneg Piping Supriatna. Keduanya dkonfirmasi mengenai dugaan aliran uang korupsi PTDI ke pejabat di Kemensetneg.
Dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso selaku Dirut PT Dirgantara Indonesia dan Irzal Rinaldi Zailani selaku Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT DI bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
Dalam rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. Budi Santoso juga mengarahkan, agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.
Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerjasama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam ‘sandi-sandi anggaran’ pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.
Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerjasama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.
PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta, atau sekira Rp 330 miliar.
Sumber: JawaPos.com
Editor: Afiat Ananda