Jumat, 5 September 2025
spot_img

Aturan Rapid Test Digugat

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Rapid test menjadi salah satu kewajiban yang harus ditunjukkan warga saat hendak bepergian dengan transportasi umum. Namun, aturan tersebut dinilai menyusahkan warga dan tidak efektif sehingga digugat ke Mahkamah Agung (MA) oleh praktisi hukum.

Lawyer Muhammad Sholeh dan Tomi Singgih mengajukan gugatan tersebut, Jumat (26/6). Yang digugat adalah Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 7/2020, tepatnya dalam Ketentuan Huruf F ayat (2) huruf b. Mereka menilai aturan dokumen hasil rapid test ini bertentangan dengan lampiran BAB III Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang protokol kesehatan Covid-19.

Sholeh menegaskan bahwa tidak ada dasar jelas mengapa hasil rapid test harus menjadi patokan. “Rapid test bukan vaksin, hanya mengetahui orang ini terserang

Baca Juga:  PWI Diminta Membawa Pembaruan Daerah

virus atau tidak,” jelasnya, Sabru (27/6). Apalagi masa berlakunya hanya tiga hari untuk rapid test. Sementara dokumen PCR berlaku tujuh hari.

Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa dalam kurun waktu tiga hari atau tujuh hari setelah tes itu penumpang tetap bebas Covid-19. Dia juga mempertanyakan orang yang bepergian dengan mobil pribadi, bus antarkota, dan sopir truk tidak diwajibkan. Padahal menurut Sholeh mereka juga rentan. “Bukankah iin kebijakan diskriminatif,” lanjutnya.

Kendati sudah membawa hasil rapid test, penumpang tetap akan dites suhu badan di bandara, terminal, atau stasiun. Jika suhunya di atas 38 maka dia tidak bisa berangkat walau sudah membawa hasil rapid test nonreaktif. Padahal biaya rapid test cukup mahal.

Baca Juga:  Diguyur Hujan, Kabut Asap di Rohul Menipis

Sholeh memutuskan menggugat aturan tersebut karena sudah banyak keluhan juga dari penumpang tiga moda transportasi. “Kebijakan rapid test ini sangat menyusahkan penumpang pesawat, kereta api, dan kapal laut,” jelasnya. Sholeh berharap gugatan ini bisa segera diproses oleh MA karena bakal berdampak pada penumpang dalam waktu cukup lama selama new normal Covid-19.(deb/jpg)

 

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Rapid test menjadi salah satu kewajiban yang harus ditunjukkan warga saat hendak bepergian dengan transportasi umum. Namun, aturan tersebut dinilai menyusahkan warga dan tidak efektif sehingga digugat ke Mahkamah Agung (MA) oleh praktisi hukum.

Lawyer Muhammad Sholeh dan Tomi Singgih mengajukan gugatan tersebut, Jumat (26/6). Yang digugat adalah Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 7/2020, tepatnya dalam Ketentuan Huruf F ayat (2) huruf b. Mereka menilai aturan dokumen hasil rapid test ini bertentangan dengan lampiran BAB III Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang protokol kesehatan Covid-19.

Sholeh menegaskan bahwa tidak ada dasar jelas mengapa hasil rapid test harus menjadi patokan. “Rapid test bukan vaksin, hanya mengetahui orang ini terserang

Baca Juga:  Menjejak FPI, Lahir Usai Soeharto Lengser Dilarang di Era JokowI

virus atau tidak,” jelasnya, Sabru (27/6). Apalagi masa berlakunya hanya tiga hari untuk rapid test. Sementara dokumen PCR berlaku tujuh hari.

Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa dalam kurun waktu tiga hari atau tujuh hari setelah tes itu penumpang tetap bebas Covid-19. Dia juga mempertanyakan orang yang bepergian dengan mobil pribadi, bus antarkota, dan sopir truk tidak diwajibkan. Padahal menurut Sholeh mereka juga rentan. “Bukankah iin kebijakan diskriminatif,” lanjutnya.

- Advertisement -

Kendati sudah membawa hasil rapid test, penumpang tetap akan dites suhu badan di bandara, terminal, atau stasiun. Jika suhunya di atas 38 maka dia tidak bisa berangkat walau sudah membawa hasil rapid test nonreaktif. Padahal biaya rapid test cukup mahal.

Baca Juga:  PWI Diminta Membawa Pembaruan Daerah

Sholeh memutuskan menggugat aturan tersebut karena sudah banyak keluhan juga dari penumpang tiga moda transportasi. “Kebijakan rapid test ini sangat menyusahkan penumpang pesawat, kereta api, dan kapal laut,” jelasnya. Sholeh berharap gugatan ini bisa segera diproses oleh MA karena bakal berdampak pada penumpang dalam waktu cukup lama selama new normal Covid-19.(deb/jpg)

- Advertisement -

 

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Rapid test menjadi salah satu kewajiban yang harus ditunjukkan warga saat hendak bepergian dengan transportasi umum. Namun, aturan tersebut dinilai menyusahkan warga dan tidak efektif sehingga digugat ke Mahkamah Agung (MA) oleh praktisi hukum.

Lawyer Muhammad Sholeh dan Tomi Singgih mengajukan gugatan tersebut, Jumat (26/6). Yang digugat adalah Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 7/2020, tepatnya dalam Ketentuan Huruf F ayat (2) huruf b. Mereka menilai aturan dokumen hasil rapid test ini bertentangan dengan lampiran BAB III Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang protokol kesehatan Covid-19.

Sholeh menegaskan bahwa tidak ada dasar jelas mengapa hasil rapid test harus menjadi patokan. “Rapid test bukan vaksin, hanya mengetahui orang ini terserang

Baca Juga:  Pamerkan Alat Kelamin dan Masturbasi saat Mengemudi, Seorang Pria Ditangkap

virus atau tidak,” jelasnya, Sabru (27/6). Apalagi masa berlakunya hanya tiga hari untuk rapid test. Sementara dokumen PCR berlaku tujuh hari.

Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa dalam kurun waktu tiga hari atau tujuh hari setelah tes itu penumpang tetap bebas Covid-19. Dia juga mempertanyakan orang yang bepergian dengan mobil pribadi, bus antarkota, dan sopir truk tidak diwajibkan. Padahal menurut Sholeh mereka juga rentan. “Bukankah iin kebijakan diskriminatif,” lanjutnya.

Kendati sudah membawa hasil rapid test, penumpang tetap akan dites suhu badan di bandara, terminal, atau stasiun. Jika suhunya di atas 38 maka dia tidak bisa berangkat walau sudah membawa hasil rapid test nonreaktif. Padahal biaya rapid test cukup mahal.

Baca Juga:  Pake AXIS Buat Kompak Bukber walau Berjarak #KenapaNggak

Sholeh memutuskan menggugat aturan tersebut karena sudah banyak keluhan juga dari penumpang tiga moda transportasi. “Kebijakan rapid test ini sangat menyusahkan penumpang pesawat, kereta api, dan kapal laut,” jelasnya. Sholeh berharap gugatan ini bisa segera diproses oleh MA karena bakal berdampak pada penumpang dalam waktu cukup lama selama new normal Covid-19.(deb/jpg)

 

 

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari