JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Desakan supaya pemerintah mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terus bermunculan. PTM di dearah yang sudah dinyatakan masuk kategori zona merah penularan Covid-19, diminta untuk diveluasi. Sayangnya di tengah banyaknya permintaan evaluasi PTM tersebut, pemerintah bergeming.
Pertimbangan supaya pemerintah mengevaluasi pelaksanaan PTM disampaikan guru besar Universitas Indonesia (UI) yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama. Dia mencermati di pemberitaan bahwa sudah ada daerah yang dijadikan sebagai medan perang atau battlefield perang melawan Covid-19 varian Omicron.
"Di daerah medan perang itu disebutkan juga sudah ada beberapa kecamatan masuk zona merah," kata Tjandra, kemarin (25/1). Dia mengatakan sebaiknya di zona merah tersebut lebih baik jika dilakukan upaya peningkatan perlindungan kesehatan. Termasuk melakukan evaluasi pelaksanaan PTM, khusus di daerah-daerah zona merah itu saja.
Tjandra menyampaikan data penelitian di Afrika Selatan. Hasil penelitian tersebut menyebutkan kasus anak di bawah 4 tahun yang masuk rumah sakit 49 persen lebih tinggi pada kasus varian Omicron dibandingkan Delta. Begitupun di Amerika Serikat angka anak-anak masuk RS juga naik. yaitu rata-rata 4,3 balita per 100 ribu angka masuk rumah sakit, dibandingkan sebelumnya 2,6 balita per 100 ribu angka masuk rumah sakit.
Secara khusus Tjandra memang tidak menyebut daerah yang dijadikan sebagai medan perang melawan varian Omicron. Tetapi merujuk pernyataan pemerintah baru-baru ini, kasus varian Omicron dan peningkatan kasus positif Covid-19 terjadi di DKI Jakarta. Kemudian ada lima kecamatan di ibukota yang ditetapkan masuk zona merah varian Omicron oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Yaitu Kecamatan Kalideres, Kebon Jeruk, Kebayoran Baru, Cilandak, dan Senen.
Desakan serupa disampaikan Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono. Dia mengatakan ancaman varian Omicron semakin nyata. Sehingga pemerintah perlu mereformasi kebijakan PTM yang sudah berjalan 100 persen saat ini.
Yusuf menuturkan bahwa kebijakan PTM 100 persen diambil pemerintah di antaranya adalah untuk mencegah potensi learning loss (kegagalan belajar) siswa saat melakukan belajar dari rumah (BDR). Yusuf menuturkan tidak semua siswa mengalami hambatan dalam melakukan BDR.
Untuk itu dia meminta pemerintah fokus memetakan siswa-siswa yang berpotensi mengalami learning loss tersebut. Dengan kata lain, PTM tidak perlu diterapkan untuk semua siswa. Apalagi saat ini pandemi Covid-19 kembali meningkat. "PTM sekarang ini di tengah wabah yang mengganas, seharusnya diprioritaskan dan difokuskan pada upaya memulihkan learning loss bagi peserta didik miskin dan rentan," tuturnya.
Dengan cara tersebut, potensi penularan Covid-19 di kalangan siswa bisa ditekan. Selain itu juga memenuhi rasa keadilan. Sebab anak-anak yang selama ini ketinggalan atau kesulitan mengikuti pembelajaran dengan sistem BDR, bisa mendapatkan layanan pembelajaran yang intensif.
Sehingga ketika nanti situasi sudah normal, anak-anak yang berisiko mengalami learning loss ini bisa setara dengan teman lainnya. Upaya ini bisa mengikis kesenjangan capaian belajar antara siswa yang lancar dan kurang lancar dalam mengikuti BDR.
Dorongan untuk mengevaluasi kembali aturan PTM 100 persen juga muncul dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Terus naiknya kasus positif Covid-19, terutama varian Omicron dinilai dapat menyebabkan anak rentan jadi korban.
"Pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan PTM 100 persen dengan mempertimbangkan dan memprioritaskan keselamatan serta kesehatan anak," ungkap Ketua KPAI Susanto.
Terlebih belum semua satuan pendidikan siap melaksanakan PTM 100 persen. Dari hasil pengawasan KPAI, baru 15,28 persen sekolah yang dinilai sangat baik dalam menyelenggarakan PTM. Sebanyak 44,44 persen kategori baik, 19,44 persen cukup, 11,12 persen kurang, dan 9,72 persen sangat kurang.
Melihat data tersebut, KPAI pun meminta sekolah atau madrasah memenuhi seluruh syarat kebutuhan penyelenggaraan PTM terbatas dengan baik. Termasuk, dalam ketaatan pada pelaksanaan protokol kesehatan di sekolah.
"Termasuk, ketercapaian vaksin minimal 70 persen bagi warga sekolah," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti.
Kasus Harian Positif di Riau Bertambah 5 Orang
Pasien positif Covid-19 di Riau per Selasa (25/1) bertambah lima orang. Plt Kepala Dinas Kesehatan Riau, Masrul Kasmy mengatakan, dengan penambahan itu, total penderita Covid-19 di Riau sebanyak 128.596 orang.
"Sementara itu, untuk pasien yang sembuh tidak bertambah. Sehingga total tetap 124.450 orang yang sudah sembuh," katanya.
Untuk kabar baiknya, tidak terdapat pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia. Sehingga total pasien yang meninggal akibat Covid-19 di Riau tetap 4.125 orang. Dari total pasien positif Covid-19 Riau, tidak ada yang menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara yang menjalani isolasi mandiri sebanyak 21 orang. "Sehingga saat ini jumlah pasien Covid-19 yang masih menjalani perawatan di rumah atau isolasi mandiri sebanyak 21 orang," ujarnya.
Sementara itu, untuk suspect yang menjalani isolasi mandiri 98 orang dan yang isolasi di rumah sakit 17 orang. Total suspect yang selesai menjalani isolasi 154.466 meninggal dunia 516 orang.
Masrul juga mengajak masyarakat untuk terus menerapkan protokol kesehatan. Terutama saat beraktivitas di luar rumah.
Sementara itu, capaian vaksinasi 1 Covid-19 di Provinsi Riau per 25 Januari 2022 sudah 84,91% dan capaian vaksinasi dosis 2 mencapai 54,56%. Kabupaten/kota yang memiliki capaian vaksinasi 1 Covid-19 di atas 90% adalah Kota Dumai (90,26%) dan Kota Pekanbaru (107,46%). Kabupaten/kota yang memiliki capaian vaksinasi 2 Covid-19 di atas 80% adalah Kota Pekanbaru (82,00%).
"Capaian vaksinasi Covid-19 bagi tenaga kesehatan dengan sasaran 32.923 orang, dengan vaksinasi dosis pertama 45.780 (139,05%), dosis kedua 43.875 (133,27%) dan dosis ketiga 28.561 (86,75%)," katanya.
Pencapaian vaksinasi Covid-19 bagi lansia dengan sasaran 322.466 orang, dosis pertama sebesar 198.794 (61,65%) dan dosis kedua 122.319 (37,93%). Pencapaian vaksinasi Covid-19 bagi pelayan publik dengan sasaran 349.418 orang, dengan dosis pertama sebesar 508.875 (145,64%) dan dosis kedua sebesar 467.692 (133,85%). "Pencapaian vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat umum dengan sasaran 3.451.350 orang, dosis pertama 2.447.450 (71,78%) dan dosis kedua sebesar 1.489.726 (43,16%)," paparnya.(wan/mia/jpg/sol)