Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Kaleidoskop 2019, Polemik Revisi UU KPK

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perjalanan pemberantasan korupsi pada 2019 ini merupakan tahun terberat bagi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK diserang dari berbagai sudut seperti revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang KPK yang kemudian secara resmi disahkan oleh rapat paripurna DPR RI pada Selasa, 17 September 2019 yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Dalam catatan KPK, terdapat 26 poin pelemahan dari UU KPK hasil revisi yang mulai berlaku pada Kamis, 17 Oktober 2019. UU KPK hasil revisi itu secara sah berlaku setelah 30 hari disahkan oleh DPR RI.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah pada Selasa, 24 September 2019 lalu menjelaskan 26 poin yang dianggap berpotensi melemahkan KPK. Hal ini lantaran mengurangi sejumlah kewenangan yang dahulu dimiliki KPK berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Baca Juga:  Kepala Dinas PUPR Pekanbaru Diperiksa KPK

“26 poin ini kami pandang sangat beresiko melemahkan atau bahkan riskan bisa melumpuhkan Kerja KPK. Karena beberapa kewenangan yang dikurangi adalah kewenangan pokok dalam melaksanakan tugas selama ini,” kata Febri dalam keterangan tertulisnya.

Puluhan poin yang dinilai melemahkan yakni, KPK diletakkan sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif. Pegawai KPK merupakan ASN, sehingga ada resiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya.

Bagian yang mengatur bahwa Pimpinan adalah penanggungjawab tertinggi dihapus. Kemudian, Dewan Pengawas lebih berkuasa daripada Pimpinan KPK, namun syarat menjadi Pimpinan KPK lebih berat dibanding Dewan Pengawas.

Kewenangan Dewan Pengawas masuk pada teknis penanganan perkara, yakni memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Dewan Pengawas untuk pertama kali dapat dipilih dari aparat penegak hukum yang sedang menjabat yang sudah berpengalaman minimal 15 tahun.

Baca Juga:  Masyarakat Gelar Malam Renungan di Gedung KPK

Pimpinan KPK bukan lagi Penyidik dan Penuntut Umum sehingga akan beresiko pada tindakan-tindakan pro justicia dalam pelaksanaan tugas Penindakan. Salah satu Pimpinan KPK pasca UU ini disahkan terancam tidak bisa diangkat karena tidak cukup umur (kurang dari 50 tahun).

Sejumlah poin tersebut dipandang melemahkan kinerja KPK. Kini, KPK yang berada di bawah kepemimpinan Komjen Pol Firli Bahuri merupakan rumpun eksekutif. Independensi KPK pun dipandang tidak seganas periode sebelumnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perjalanan pemberantasan korupsi pada 2019 ini merupakan tahun terberat bagi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK diserang dari berbagai sudut seperti revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang KPK yang kemudian secara resmi disahkan oleh rapat paripurna DPR RI pada Selasa, 17 September 2019 yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Dalam catatan KPK, terdapat 26 poin pelemahan dari UU KPK hasil revisi yang mulai berlaku pada Kamis, 17 Oktober 2019. UU KPK hasil revisi itu secara sah berlaku setelah 30 hari disahkan oleh DPR RI.

- Advertisement -

Juru Bicara KPK Febri Diansyah pada Selasa, 24 September 2019 lalu menjelaskan 26 poin yang dianggap berpotensi melemahkan KPK. Hal ini lantaran mengurangi sejumlah kewenangan yang dahulu dimiliki KPK berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Baca Juga:  Kepala Dinas PUPR Pekanbaru Diperiksa KPK

“26 poin ini kami pandang sangat beresiko melemahkan atau bahkan riskan bisa melumpuhkan Kerja KPK. Karena beberapa kewenangan yang dikurangi adalah kewenangan pokok dalam melaksanakan tugas selama ini,” kata Febri dalam keterangan tertulisnya.

- Advertisement -

Puluhan poin yang dinilai melemahkan yakni, KPK diletakkan sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif. Pegawai KPK merupakan ASN, sehingga ada resiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya.

Bagian yang mengatur bahwa Pimpinan adalah penanggungjawab tertinggi dihapus. Kemudian, Dewan Pengawas lebih berkuasa daripada Pimpinan KPK, namun syarat menjadi Pimpinan KPK lebih berat dibanding Dewan Pengawas.

Kewenangan Dewan Pengawas masuk pada teknis penanganan perkara, yakni memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Dewan Pengawas untuk pertama kali dapat dipilih dari aparat penegak hukum yang sedang menjabat yang sudah berpengalaman minimal 15 tahun.

Baca Juga:  Pola Olahraga yang Cocok dan Sehat untuk Jantung

Pimpinan KPK bukan lagi Penyidik dan Penuntut Umum sehingga akan beresiko pada tindakan-tindakan pro justicia dalam pelaksanaan tugas Penindakan. Salah satu Pimpinan KPK pasca UU ini disahkan terancam tidak bisa diangkat karena tidak cukup umur (kurang dari 50 tahun).

Sejumlah poin tersebut dipandang melemahkan kinerja KPK. Kini, KPK yang berada di bawah kepemimpinan Komjen Pol Firli Bahuri merupakan rumpun eksekutif. Independensi KPK pun dipandang tidak seganas periode sebelumnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari