JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Penyebaran virus corona yang dipengaruhi cuaca dan udara masih terus diteliti. Kali ini, Sebuah studi terbaru telah menemukan hubungan antara kelembapan dengan penyebaran Covid-19.
Dilansir dari abc.net.au, Selasa (25/8), penelitian di Sydney menunjukkan udara kering justru semakin mendukung penyebaran virus corona. Studi yang dilakukan oleh Profesor Kedokteran Hewan dan Kesehatan Masyarakat, Michael Ward, di Universitas Sydney. Dirinya mengambil kasus virus corona yang didapat secara lokal di Sydney antara Februari dan Mei dan menggunakan data kode pos area untuk menghubungkan kasus.
Mereka kemudian membandingkan jumlah kasus yang dilaporkan dengan kondisi cuaca seperti yang dicatat oleh Badan Meteorologi. Di antaranya, termasuk suhu, kelembaban relatif dan kecepatan angin yang tercatat pada pukul 09.00 dan 15.00. Serta curah hujan, dalam 14 hari sebelum laporan tersebut dilaporkan.
Dari semua variabel cuaca, mereka menemukan kelembapan relatif pada pukul 9:00 adalah prediktor terbaik. Untuk setiap penurunan 1 persen dalam kelembapan relatif, mereka menemukan peningkatan 7 hingga 8 persen dalam kasus Covid-19.
Teori yang dikemukakan oleh Dr Ward dan rekan-rekannya menjelaskan ketika udara lebih lembab, partikel aerosol Covid-19 berukuran besar dan seperti tetesan yang jatuh dari udara. Tapi saat udara lebih kering, partikel aerosol menyusut dan karenanya dapat bertahan di atmosfer lebih lama.
Sementara itu, Covid-19 sudah dibenarkan oleh WHO bisa menyebar melalui aerosol melalui transmisi udara. Satu penelitian menunjukkan Covid-19 dapat tetap bertahan sebagai aerosol setidaknya selama tiga jam. Bahkan hingga 16 jam di laboratorium.
“Mereka melihat hubungan yang sama di laboratorium yang kami lihat di dunia nyata,” kata Dr Ward.
Ahli Mikrobiologi Medis dan Kepala Patologi Kedokteran Laboratoroum di Universitas WA, Tim Inglis, mengatakan itu adalah rangkaian pengamatan yang sangat masuk akal dan menarik. “Jika paham perilaku virus pernapasan dan lingkungan mungkin penelitian ini tidak terlalu mengherankan,” kata Dr Inglis.
Mereka yang mengetahui penelitian lain yang meneliti virus pernapasan serupa seperti SARS dan MERS, juga menemukan tautan ke berbagai indikator cuaca termasuk kelembapan dan terkadang suhu.
Namun kelembapan tampaknya menjadi benang yang konsisten. Sehingga kelembapan tampaknya menjadi benang yang konsisten dalam penyebaran virus korona.
“Setidaknya dalam konteks New South Wales, terlihat seolah-olah ketika udara lebih kering, ada risiko covid-19 yang lebih besar,” kata Dr Inglis.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman