MOSKOW (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin semakin lekat dengan kesan tidak segan melenyapkan musuh politik dan pihak-pihak yang berseberangan.
Tuduhan itu muncul setelah salah seorang tokoh oposisi Rusia, Alexey Navalny, kini berada dalam kondisi koma diduga akibat diracun dan memicu kecurigaan bahwa ada pihak-pihak yang memang berniat menghabisinya.
Seperti dilansir The Mirror, Jumat (21/8/2020), bukan kali ini saja Navalny berada dalam kondisi bahaya. Pada Juli 2019 lalu, Navalny juga sempat ditangkap polisi dan mengalami alergi yang diduga akibat keracunan.
Beruntung saat itu dia masih sadar dan langsung dirawat di rumah sakit. Akan tetapi, dokter yang merawat Navalny menyatakan tidak menemukan jejak racun apa pun di tubuhnya.
Navalny juga mengungkap dalam wawancara bersama dengan jurnalis CNN, Matthew Chance, dua tahun lalu, bahwa siapa pun yang bertentangan dengan Pemerintah Rusia maka hanya akan dihadapkan pada dua situasi.
"Siapa pun yang melakukan kegiatan menentang pemerintah bisa ditangkap atau dibunuh. Hal ini tidak membuat saya senang, tapi pilihannya hanya dua, Anda diam atau bicara. Meski dengan segala risikonya, saya melanjutkan aktivitas saya," kata Navalny saat itu.
Racun juga tidak luput dari insiden yang menimpa sejumlah orang yang dinilai mengusik dan membelot dari pemerintah Rusia.
Contohnya terhadap mendiang jurnalis Anna Poliskovskaya. Pada September 2004 dia mengaku minuman tehnya diracun dalam penerbangan menuju Rostov. Saat itu dia hendak meliput kejadian penyanderaan di sebuah sekolah di Beslan, Ossetia Utara.
Dalam tulisannya yang diterbitkan surat kabar The Guardian, Anna menyatakan dia merasa tidak enak badan 10 menit usai meminum teh di pesawat.
"Saya sadar saat itu harus memanggil pramugari, tetapi saya langsung kehilangan kesadaran," tulis Anna.
Anna lantas dibawa ke rumah sakit. Saat siuman, seorang perawat mengatakan kepadanya bahwa dia diracun. Dua tahun kemudian Anna menemui ajal akibat dibunuh saat kembali ke Moskow.
Kasus lain yang melibatkan racun adalah kematian mantan agen mata-mata Rusia, Alexander Litvinenko, pada 2006 di London. Dari hasil penyelidikan intelijen Inggris, Litvinenko tewas akibat diracun menggunakan zat polonium-210 dengan kadar radioaktif tinggi.
Diduga Litvinenko diracun saat minum-minum di bar hotel tempatnya menginap oleh dua agen mata-mata Rusia. Putin dan pemerintah Rusia dituduh dalang di balik kejadian itu, tetapi membantah.
Selain Litvinenko, mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal, dan anaknya, Yulia, juga diracun ketika berada di kota Salisbury, Inggris. Sergei meninggal dalam kejadian itu, tetapi Yulia selamat.
Dari hasil penyelidikan, pemerintah Inggris menemukan fakta bahwa keduanya diracun menggunakan zat saraf novichok. Sang pembunuh diduga adalah agen mata-mata yang dikirim Rusia. Akan tetapi, Rusia tetap membantah tuduhan itu.
Selain Navalny, aktivis Rusia, Vladimir Kara-Murza, juga dilaporkan sempat diracun pada 2015. Dua tahun kemudian dia tiba-tiba jatuh sakit dan diduga akibat diracun.
Kara-Murza adalah tokoh yang gencar mengkritik Putin. Namun, pemerintah Rusia membantah tuduhan meracun Kara-Murza.
sumber: The Guardian/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun