JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Bareskrim Polri terus mendalami dugaan keterlibatan oknum dari institusi lain dalam perkara Djoko Tjandra. Terutama berkaitan dengan pencabutan red notice atas nama terpidana kasus pengalihan hak tagih utang (cessie) PT Bank Bali itu.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Awi Setiyono menuturkan, penyidik memeriksa Kepala Imigrasi Jakarta Utara Sandi Andaryadi.
”Kami bersurat ke Dirjen Imigrasi. Yang datang tentunya yang punya kapabilitas menjelaskan pencabutan red notice,” jelas Awi.
Selain itu, penyidik terus mendalami dugaan aliran dana dari Djoko kepada oknum di kepolisian. Termasuk dugaan yang diterima mantan Kadivhubinter Irjen Napoleon Bonaparte. Kemarin penyidik menggali keterangan dari Djoko Tjandra.
”Jumlahnya setelah klir akan disampaikan,” katanya.
Penyidik, kata dia, juga menggunakan metode follow the money dalam menangani perkara Djoko Tjandra. Dengan begitu, terbuka kemungkinan untuk mengetahui aliran uang kepada oknum dari institusi lain di luar kepolisian.
”Tapi, penyidik masih menggali sampai mana aliran dana ini,” tuturnya.
Sementara itu, KPK ingin langsung menangani kasus Djoko Tjandra. Alasannya, kasus tersebut melibatkan sejumlah oknum dari institusi penegak hukum.
”Dugaan-dugaan perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum sebaiknya ditangani KPK,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kemarin.
Dia berharap institusi penegak hukum bisa berinisiatif melimpahkan penanganan perkara semacam itu ke KPK. Bukan meminta KPK melakukan supervisi seperti yang selama ini dilakukan.
”Jadi, di sini (pelimpahan penanganan perkara, red) KPK tidak berada dalam koridor supervisi, tapi KPK-lah yang harus menangani perkara-perkara semacam itu,” paparnya.
Penanganan perkara dugaan korupsi penegak hukum diatur dalam UU KPK. Dalam UU disebutkan, KPK memiliki kewenangan menangani perkara-perkara yang melibatkan penegak hukum.
Menurut Nawawi, kewenangan itu dilatarbelakangi ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dalam menangani perkara korupsi di lingkungan internal.
”Dari situ seyogianya semua perkara yang melibatkan aparat penegak hukum itu dalam penanganan KPK,” imbuh mantan hakim tersebut.
Di bagian lain, Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menegaskan bahwa bantuan hukum yang diberikan untuk jaksa Pinangki Sirna Malasari bersifat profesional. PJI berpatokan pada pasal 15 ayat (1) huruf d Anggaran Rumah Tangga PJI untuk memberikan bantuan hukum bagi jaksa yang berproses hukum.
”Pendampingan diberikan oleh penasihat hukum profesional sehingga tidak menimbulkan benturan kepentingan dengan proses hukum yang sedang berjalan,” jelas Ketua Umum PJI Setia Untung Arimuladi.
Pendampingan yang dilakukan PJI pun hanya berupa penyiapan penasihat hukum untuk memastikan hak-hak Pinangki sebagai anggota sesuai dengan KUHAP.
”PJI tidak akan memberikan pembelaan terhadap jaksa PSM jika perbuatan yang bersangkutan bukan merupakan permasalahan hukum terkait tugas profesi sebagai jaksa, melainkan masuk ranah pidana,” lanjut Setia.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Hary B Koriun