Jumat, 20 September 2024

Jenis Epilepsi pada Anak yang Perlu Diketahui

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Bila anak mengalami kejang kelojotan dan mengeluarkan busa, kejang kaku di seluruh tubuh, kejang kaku/kelojotan sebagian lengan atau tungkai bawah, kedutan di sebelah mata dan sebagian wajah, hilangnya kesadaran sesaat (anak tampak bengong/seperti melamun), tangan atau kaki tiba-tiba tersentak atau anak tiba-tiba jatuh seperti kehilangan tenaga. Segeralah bawa anak Anda ke fasilitas kesehatan terdekat untuk diperiksa.

‘’Siapa saja bisa terkena epilepsi, bahkan anak-anak. Tapi jangan khawatir, sekitar 70-80 persen epilepsi pada anak-anak bisa sembuh dengan obat. Waspadai jika anak mengalami kejang berulang tanpa sebab, karena bisa jadi itu pertanda epilepsi,’’ ujar Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru dr Ismet SpA kepada Riau Pos.
Bila anak dalam kondisi kejang, sebaiknya jangan panik. Fokus saja pada kondisi anak. Pastikan posisikan dia dalam keadaan yang aman. Jauhkan dia dari benda-benda yang tajam, benda yang keras, tangga, dan perabot rumah. Selama dan setelah kejang berakhir, anak Anda mungkin ketakutan dan bingung dengan kondisi yang dialami. Tenangkanlah dia dengan berkata bahwa semua baik-baik saja dan bahwa Anda selalu ada di sisinya. Biarkanlah dia untuk beristirahat. Hindari memberikan obat tambahan kecuali diresepkan oleh dokter.
‘’Kejang-kejang bukanlah kondisi yang mengancam nyawa, namun jika hal itu berlangsung lebih dari lima menit dan disertai sesak napas, segera kunjungi dokter,’’ sebutnya.

Dijelaskan dr Ismet, epilepsi merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengobatan dalam waktu yang lama, obat anti epilepsi (OAE) dikonsumsi untuk menekan aktivitas listrik yang berlebihan penyebab epilepsi. Kesembuhan penyandang epilepsi sangat ditentukan oleh pemilihan obat yang tepat dan adekuat, khusunya pada anak-anak guna menghindari risiko gangguan pada tumbuh kembangnya seperti penurunan konsentrasi anak.

Ada beberapa jenis epilepsi yang perlu diketahui yakni:

1. Epilepsi Partial Seizure
Gejalanya, anak suka melamun namun masih sadar akan sekelilingnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  KPK Bakal Periksa Politikus PDIP Ali Fahmi Terkait Kasus Bakamla

2. Epilepsi Generalized Seizures
Gejalanya, melamun yang berlanjut menjadi tak sadarkan diri plus badan lemas untuk beberapa waktu tertentu, dan biasanya itu terjadi ketika si anak mengalami kelelahan atau aktivitas jantung meningkat.

3. Epilepsi General Tonic Clonic Seizure
Ini terjadi, bila kondisi gangguan organik di otaknya sudah banyak. Biasanya penderita tak sadarkan dirinya diiringi dengan hentakan seluruh badan atau kejang-kejang selama satu sampai tuga menit.

- Advertisement -

4. Unclassifed Epileptic Seizures
Gejalanya, biasanya epilepsi ini akan membuat seseorang langsung tak sadarkan diri diiringi dengan kejang-kejang dan dengan penyebab epilepsi yang sudah tak bisa terdeteksi.

Epilepsi memang akan mempengaruhi otak anak, disebabkan karena otak yang sedang berkembang sangat rentan terhadap perubahan dari dalam atau luar tubuh. Pada anak, epilepsi dapat mempengaruhi fungsi kognitifnya yaitu kemampuan dalam belajar, menerima dan mengelola informasi dari lingkungan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

‘’Anak-anak penyandang epilepsi umumnya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian (atensi) dan mengingat (memori), gangguan kognitif ini dipengaruhi oleh usia saat terjadinya epilepsi, jenis serangan bagian otak yang terkena, stressor psikososial dan pengobatan yang menggunakan lebih dari satu obat epilepsi,’’ jelas dr Ismet.

Bagian otak yang mengalami gangguan akan menentukan jenis gangguan kognitif yang dialami. Misalnya, jika bagian yang terkena adalah bagian kiri, umumnya akan memberikan gejala berupa gangguan berbahasa dan kemampuan verbal, kemampuan mengenal dan mengingat apa yang di dengar, mengeja, membaca, berbicara, kemampuan berhitung dan kemampuan bidang matematika. Sementara jika bagian yang terkena adalah bagian kanan, gejala yang timbul berupa gangguan untuk mengenal dan mengingat kembali apa yang dilihat, menulis serta mengakibatkan koordinasi motorik yang buruk, sehingga tidak terampil dan sulit dalam membedakan antara kanan dan kiri.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya dampingi anak ketika dia sedang menjalani aktivitas yang bisa membahayakan nyawanya, misalnya berenang. Ditakutkan, epilepsinya kambuh ketika dia sedang bermain di air. Ketika hal itu terjadi, segera keluarkan dia dari air. Atau pakaikan pelindung kepala saat ia bersepeda dan jangan biarkan dia bersepeda sendirian.

Baca Juga:  Djoko Tjandra di Malaysia, Perlu Lobi Tingkat Tinggi

Saat berada di kamar mandi, beri tahu dia agar tidak mengunci pintu kamar mandi. Jika sewaktu-waktu dia mengalami kejang-kejang, Anda bisa dengan mudah menolongnya. Jangan biarkan Si Kecil terlalu kelelahan dan mengalami demam karena hal ini bisa memicu terjadinya kejang-kejang.

‘’Epilepsi pada anak memang terdengar seperti sesuatu yang mengerikan. Tapi dengan penanganan yang tepat seperti memberikan obat-obatan dan mengunjungi dokter secara rutin, ditambah mengawasi aktivitasnya, kemungkinan bisa mengurangi risiko anak terkena bahaya,’’ tuturnya.

Gejala epilepsi atau bangkitan epilepsi (epileptic seizure) terbagi menjadi beberapa kondisi yaitu partial seizure,  general tonic clonic seizure, tonic seizure, absence seizure. Sudahnya,  gejalanya mulai dari kejang-kejang, terkejut, anak tiba-tiba melamun atau tubuh kaku sementara.

“Gejalanya tergantung saraf apa yang terganggu aliran listriknya. Misal, kalau motorik, tangannya kejang. Jika sensorik, anak tersebut tiba-tiba melamun sementara,” kata dia.

Tapi apakah semua kejang adalah tanda epilepsi? Belum tentu. Kejang sebagai epileptic seizure terjadi berulang, berselang 24 jam dan stereotipik. “Stereotipik contohnya, hanya tangan saja yang kejang. Jika 24 jam kemudian yang kejang bukan tangan lagi melainkan kaki, ini tidak stereotipik dan bukan epilepsi,” jelas dia.

Biasanya kejang diawali tubuh yang menegang, lalu mulai mengejang. Kondisi ini berlangsung 1 sampai 3 menit. Paling lama 5 menit. “Yang jelas kejang terjadi secara spontan tanpa provokasi dari penyakit lain seperti demam. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, penderita epilepsi dapat diobati. Lebih cepat, lebih baik, supaya tidak menjalar ke saraf lainnya,” tutupnya.***

Laporan: Henny Elyati
Editor: Eko Faizin

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Bila anak mengalami kejang kelojotan dan mengeluarkan busa, kejang kaku di seluruh tubuh, kejang kaku/kelojotan sebagian lengan atau tungkai bawah, kedutan di sebelah mata dan sebagian wajah, hilangnya kesadaran sesaat (anak tampak bengong/seperti melamun), tangan atau kaki tiba-tiba tersentak atau anak tiba-tiba jatuh seperti kehilangan tenaga. Segeralah bawa anak Anda ke fasilitas kesehatan terdekat untuk diperiksa.

‘’Siapa saja bisa terkena epilepsi, bahkan anak-anak. Tapi jangan khawatir, sekitar 70-80 persen epilepsi pada anak-anak bisa sembuh dengan obat. Waspadai jika anak mengalami kejang berulang tanpa sebab, karena bisa jadi itu pertanda epilepsi,’’ ujar Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru dr Ismet SpA kepada Riau Pos.
Bila anak dalam kondisi kejang, sebaiknya jangan panik. Fokus saja pada kondisi anak. Pastikan posisikan dia dalam keadaan yang aman. Jauhkan dia dari benda-benda yang tajam, benda yang keras, tangga, dan perabot rumah. Selama dan setelah kejang berakhir, anak Anda mungkin ketakutan dan bingung dengan kondisi yang dialami. Tenangkanlah dia dengan berkata bahwa semua baik-baik saja dan bahwa Anda selalu ada di sisinya. Biarkanlah dia untuk beristirahat. Hindari memberikan obat tambahan kecuali diresepkan oleh dokter.
‘’Kejang-kejang bukanlah kondisi yang mengancam nyawa, namun jika hal itu berlangsung lebih dari lima menit dan disertai sesak napas, segera kunjungi dokter,’’ sebutnya.

Dijelaskan dr Ismet, epilepsi merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengobatan dalam waktu yang lama, obat anti epilepsi (OAE) dikonsumsi untuk menekan aktivitas listrik yang berlebihan penyebab epilepsi. Kesembuhan penyandang epilepsi sangat ditentukan oleh pemilihan obat yang tepat dan adekuat, khusunya pada anak-anak guna menghindari risiko gangguan pada tumbuh kembangnya seperti penurunan konsentrasi anak.

Ada beberapa jenis epilepsi yang perlu diketahui yakni:

1. Epilepsi Partial Seizure
Gejalanya, anak suka melamun namun masih sadar akan sekelilingnya.

Baca Juga:  Penyalahgunaan Narkoba, Tiga Pelaku Diamankan Polisi

2. Epilepsi Generalized Seizures
Gejalanya, melamun yang berlanjut menjadi tak sadarkan diri plus badan lemas untuk beberapa waktu tertentu, dan biasanya itu terjadi ketika si anak mengalami kelelahan atau aktivitas jantung meningkat.

3. Epilepsi General Tonic Clonic Seizure
Ini terjadi, bila kondisi gangguan organik di otaknya sudah banyak. Biasanya penderita tak sadarkan dirinya diiringi dengan hentakan seluruh badan atau kejang-kejang selama satu sampai tuga menit.

4. Unclassifed Epileptic Seizures
Gejalanya, biasanya epilepsi ini akan membuat seseorang langsung tak sadarkan diri diiringi dengan kejang-kejang dan dengan penyebab epilepsi yang sudah tak bisa terdeteksi.

Epilepsi memang akan mempengaruhi otak anak, disebabkan karena otak yang sedang berkembang sangat rentan terhadap perubahan dari dalam atau luar tubuh. Pada anak, epilepsi dapat mempengaruhi fungsi kognitifnya yaitu kemampuan dalam belajar, menerima dan mengelola informasi dari lingkungan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

‘’Anak-anak penyandang epilepsi umumnya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian (atensi) dan mengingat (memori), gangguan kognitif ini dipengaruhi oleh usia saat terjadinya epilepsi, jenis serangan bagian otak yang terkena, stressor psikososial dan pengobatan yang menggunakan lebih dari satu obat epilepsi,’’ jelas dr Ismet.

Bagian otak yang mengalami gangguan akan menentukan jenis gangguan kognitif yang dialami. Misalnya, jika bagian yang terkena adalah bagian kiri, umumnya akan memberikan gejala berupa gangguan berbahasa dan kemampuan verbal, kemampuan mengenal dan mengingat apa yang di dengar, mengeja, membaca, berbicara, kemampuan berhitung dan kemampuan bidang matematika. Sementara jika bagian yang terkena adalah bagian kanan, gejala yang timbul berupa gangguan untuk mengenal dan mengingat kembali apa yang dilihat, menulis serta mengakibatkan koordinasi motorik yang buruk, sehingga tidak terampil dan sulit dalam membedakan antara kanan dan kiri.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya dampingi anak ketika dia sedang menjalani aktivitas yang bisa membahayakan nyawanya, misalnya berenang. Ditakutkan, epilepsinya kambuh ketika dia sedang bermain di air. Ketika hal itu terjadi, segera keluarkan dia dari air. Atau pakaikan pelindung kepala saat ia bersepeda dan jangan biarkan dia bersepeda sendirian.

Baca Juga:  Tidak Netral, 256 ASN Disanksi

Saat berada di kamar mandi, beri tahu dia agar tidak mengunci pintu kamar mandi. Jika sewaktu-waktu dia mengalami kejang-kejang, Anda bisa dengan mudah menolongnya. Jangan biarkan Si Kecil terlalu kelelahan dan mengalami demam karena hal ini bisa memicu terjadinya kejang-kejang.

‘’Epilepsi pada anak memang terdengar seperti sesuatu yang mengerikan. Tapi dengan penanganan yang tepat seperti memberikan obat-obatan dan mengunjungi dokter secara rutin, ditambah mengawasi aktivitasnya, kemungkinan bisa mengurangi risiko anak terkena bahaya,’’ tuturnya.

Gejala epilepsi atau bangkitan epilepsi (epileptic seizure) terbagi menjadi beberapa kondisi yaitu partial seizure,  general tonic clonic seizure, tonic seizure, absence seizure. Sudahnya,  gejalanya mulai dari kejang-kejang, terkejut, anak tiba-tiba melamun atau tubuh kaku sementara.

“Gejalanya tergantung saraf apa yang terganggu aliran listriknya. Misal, kalau motorik, tangannya kejang. Jika sensorik, anak tersebut tiba-tiba melamun sementara,” kata dia.

Tapi apakah semua kejang adalah tanda epilepsi? Belum tentu. Kejang sebagai epileptic seizure terjadi berulang, berselang 24 jam dan stereotipik. “Stereotipik contohnya, hanya tangan saja yang kejang. Jika 24 jam kemudian yang kejang bukan tangan lagi melainkan kaki, ini tidak stereotipik dan bukan epilepsi,” jelas dia.

Biasanya kejang diawali tubuh yang menegang, lalu mulai mengejang. Kondisi ini berlangsung 1 sampai 3 menit. Paling lama 5 menit. “Yang jelas kejang terjadi secara spontan tanpa provokasi dari penyakit lain seperti demam. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, penderita epilepsi dapat diobati. Lebih cepat, lebih baik, supaya tidak menjalar ke saraf lainnya,” tutupnya.***

Laporan: Henny Elyati
Editor: Eko Faizin

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari