Kamis, 19 September 2024

Terganggu Pemberitaan soal Ekstremisme Islam, Macron Telpon Jurnalis NY Times

PARIS (RIAUPOS.CO) – Presiden Prancis Emmanuel Macron menelepon koresponden The New York Times untuk mengkritik pemeberitaan soal sikap negara itu terhadap ekstremisme Islam. 

Koresponden The New York Times, Ben Smith, menceritakan kembali percakapannya dengan Macron, sebagaimana diterbitkan media Amerika Serikat tersebut, Ahad (15/11/2020). 

"Ketika Prancis diserang 5 tahun lalu, semua negara di dunia mendukung kami," kata Macron, seperti dituturkan kembali Smith, sebagaimana dilaporkan kembali AFP, Senin (16/11/2020). 

"Jadi, dalam konteks ini, ketika saya melihat beberapa surat kabar yang saya yakini berasal dari negara-negara yang berbagi nilai-nilai (sama, red), saya melihat mereka melegitimasi kekerasan ini dan mengatakan bahwa inti masalahnya adalah Prancis itu rasis dan Islamofobia. Saya katakan, prinsip-prinsip dasar itu telah hilang," kata Macron lagi.

- Advertisement -
Baca Juga:  Delapan Pelaku Cekoki Lem Cap Kambing, Bocah di Perawang Dilecehkan

Sementara itu Smith mengatakan, Macron menilai media asing gagal memahami laicite atau sekularisme, pilar kebijakan Prancis. 

Dukungan dari dalam negeri kepada pemerintah bahwa para imigran perlu menerapkan nilai-nilai Prancis dibandingkan sebelum pembunuhan guru Samuel Paty lantaran menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya, semakin kuat. 

- Advertisement -

Saat memberikan penghormatan di upacara pemakaman Paty, Macron membela sekularisme Prancis serta tabloid satir Charlie Hebdo yang menerbitkan kembali kartun Nabi Muhammad.

"Kami tidak akan menyerah kepada kartun," ujarnya, saat itu. 

Pernyataannya itu mengundang kecaman dari komunitas muslim internasional, disertai pemboikotan produk Prancis. 

Bukan hanya The New York Times, suat kabar Inggris, Financial Times, juga menerbitkan artikel berjudul "Perang Macron terhadap 'separatisme Islam' hanya memperparah perpecahan Prancis". 

Baca Juga:  Career Day SMP Abdurrab Islamic School, Bekalkan Kepemimpinan Siswa

Macron lalu mengirim surat kepada Financial Times di mana dia menyangkal stigmatisasi terhadap muslim. 

"Prancis kami diserang karena ini, merupakan (negara, red) sekuler bagi umat Islam, Kristen, Yahudi, Budha, dan semua keyakinan lain." 

Yang terjadi kemudian, Financial Times lalu mencabut artikel itu.

Hingga kini kemarahan negara-negara muslim terkait apa yang diucapkan Macron masih belum reda. Meskipun Macron berkali-kali tak punya niat menghina umat Islam, namun keyakinannya bahwa kartun Nabi Muhammad SAW boleh diterbitkan, dianggap tetap salah satu upaya penghinaan terhadap keyakinan agama Islam.

Sumber: AFP/News/New York Times/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun

PARIS (RIAUPOS.CO) – Presiden Prancis Emmanuel Macron menelepon koresponden The New York Times untuk mengkritik pemeberitaan soal sikap negara itu terhadap ekstremisme Islam. 

Koresponden The New York Times, Ben Smith, menceritakan kembali percakapannya dengan Macron, sebagaimana diterbitkan media Amerika Serikat tersebut, Ahad (15/11/2020). 

"Ketika Prancis diserang 5 tahun lalu, semua negara di dunia mendukung kami," kata Macron, seperti dituturkan kembali Smith, sebagaimana dilaporkan kembali AFP, Senin (16/11/2020). 

"Jadi, dalam konteks ini, ketika saya melihat beberapa surat kabar yang saya yakini berasal dari negara-negara yang berbagi nilai-nilai (sama, red), saya melihat mereka melegitimasi kekerasan ini dan mengatakan bahwa inti masalahnya adalah Prancis itu rasis dan Islamofobia. Saya katakan, prinsip-prinsip dasar itu telah hilang," kata Macron lagi.

Baca Juga:  Prancis Tarik Dubes di Turki Setelah Erdogan Sarankan Presiden Macron Periksa Kejiwaan

Sementara itu Smith mengatakan, Macron menilai media asing gagal memahami laicite atau sekularisme, pilar kebijakan Prancis. 

Dukungan dari dalam negeri kepada pemerintah bahwa para imigran perlu menerapkan nilai-nilai Prancis dibandingkan sebelum pembunuhan guru Samuel Paty lantaran menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya, semakin kuat. 

Saat memberikan penghormatan di upacara pemakaman Paty, Macron membela sekularisme Prancis serta tabloid satir Charlie Hebdo yang menerbitkan kembali kartun Nabi Muhammad.

"Kami tidak akan menyerah kepada kartun," ujarnya, saat itu. 

Pernyataannya itu mengundang kecaman dari komunitas muslim internasional, disertai pemboikotan produk Prancis. 

Bukan hanya The New York Times, suat kabar Inggris, Financial Times, juga menerbitkan artikel berjudul "Perang Macron terhadap 'separatisme Islam' hanya memperparah perpecahan Prancis". 

Baca Juga:  Fairus Ingatkan Pemkab Serius Tindak Lanjuti Tanggapan Fraksi

Macron lalu mengirim surat kepada Financial Times di mana dia menyangkal stigmatisasi terhadap muslim. 

"Prancis kami diserang karena ini, merupakan (negara, red) sekuler bagi umat Islam, Kristen, Yahudi, Budha, dan semua keyakinan lain." 

Yang terjadi kemudian, Financial Times lalu mencabut artikel itu.

Hingga kini kemarahan negara-negara muslim terkait apa yang diucapkan Macron masih belum reda. Meskipun Macron berkali-kali tak punya niat menghina umat Islam, namun keyakinannya bahwa kartun Nabi Muhammad SAW boleh diterbitkan, dianggap tetap salah satu upaya penghinaan terhadap keyakinan agama Islam.

Sumber: AFP/News/New York Times/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari