Jumat, 20 September 2024

Politisi PKB Yakini Ada Penyebaran Radikalisme di Kampus

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Ketua Komisi X DPR RI yang juga politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaiful Huda, menyatakan penyebaran radikalisme di kampus–antara kalangan mahasiswa–merupakan hal yang nyata.

Pernyataan itu disampaikan Huda merespons pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan ada pihak di luar kampus yang mendidik mahasiswa menjadi radikalis dan ekstremis di luar kampus.

"Saya menilai apa yang disampaikan Presiden Jokowi di hadapan forum rektor masih menemukan relevansinya karena ancaman penyebaran paham radikal di kalangan mahasiswa memang ada buktinya. Kami berharap warning tersebut benar-benar menjadi atensi para rektor dan civitas akademika di masing-masing perguruan tinggi," kata Huda di Jakarta, Rabu (15/9/2021).

Menurutnya, pihak rektorat setiap kampus di seluruh Indonesia harus merespons pernyataan Jokowi itu dengan melakukan pemantauan terhadap aktivitas dakwah yang dilakukan oleh mahasiswa, baik yang berlangsung di dalam atau luar kampus.

- Advertisement -

Menurutnya, indikasi penyebaran radikalisme di kalangan mahasiswa bisa dilihat dari jajak pendapat yang dilakukan oleh beberapa lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Alvara Research, hingga Setara Institute.

Selain soal penyebaran paham radikalisme, lanjut Huda, jajak pendapat di lembaga-lembaga itu juga menunjukkan soal kasus-kasus intoleran dan bernuansa SARA di beberapa kampus di Indonesia.

- Advertisement -
Baca Juga:  Ribuan Pemuda dan Pelajar Deklarasikan Riau Antinarkoba

"Indikasi-indikasi tersebut menunjukkan jika ancaman pemikiran dan sikap radikal di kampus itu benar dan nyata adanya. Oleh karena itu pimpinan kampus dan jajarannya tidak bisa lepas tangan atas fenomena ini," kata Huda lagi.

Dia menjelaskan, penyebaran radikalisme di kalangan mahasiswa biasanya dilakukan lewat forum diskusi berbalut dakwah di masjid-masjid kampus. Menurutnya, mahasiswa berstatus senior yang sudah terpapar radikalisme biasanya jeli memilih calon kader dari kalangan mahasiswa baru.

"Biasanya mahasiswa baru ini masih mencari jati diri dengan semangat keberagamaan yang sehingga mudah dipengaruhi," tuturnya.

Indikasi adanya pemikiran radikal di kalangan mahasiswa, lanjut Huda, juga bisa dilihat dari pola pikir, perilaku, hingga gaya hidup mahasiswa.

Menurutnya, mahasiswa yang sudah terpapar radikalisme biasanya tidak mau beribadah dengan kawan sebaya secara tiba-tiba, menutup diri, kerap mengkafirkan orang yang tidak sepaham, tidak mau mengakui negara, hingga nekat meninggalkan perkuliahan.

Ia mengatakan kampus harus berperan dalam sistem peringatan dini radikalisme dengan metode–misalnya–berbasis teman sebaya. Menurutnya, setiap mahasiswa bisa saling mengawasi dan mengingatkan jika melihat perubahan perilaku temannya.

Huda menambahkan, kampus diharapkan bisa menjalin kerja sama dengan berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang terbukti mengembangkan cara berpikir moderat.

Baca Juga:  Nyamuk Nonpolitik

"Mereka bisa menjadi narasumber dalam diskusi dan dakwah agama di lingkungan masjid-masjid kampus. Selain itu, kampus juga bisa secara rutin menyosialisasikan tentang bahaya pemikiran radikal dalam harmonisasi kehidupan bangsa," kata Huda.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan ada pihak di luar kampus yang mendidik mahasiswa menjadi radikalis dan ekstremis di luar kampus.

Jokowi meminta perguruan tinggi tak berhenti mendidik mahasiswa di ruang kelas dan tetap menjaga mereka saat berkegiatan di luar kampus.

"Di dalam kampus dididik mengenai Pancasila dan kebangsaan, di luar kampus ada yang didik mahasiswa kita jadi ekstremis garis keras, jadi radikalis garis keras," kata dia, dalam pertemuan dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) di Solo, Senin (13/9), disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Selasa (14/9).

Jokowi menyampaikan ada pula mahasiswa yang mendapat pendidikan budi pekerti di dalam kelas. Namun, mahasiswa itu dididik jadi pecandu narkoba saat di luar kampus.

Mantan Wali Kota Solo itu menekankan peran perguruan tinggi dalam mencetak lulusan yang unggul dan utuh. Oleh karena itu, perguruan tinggi punya tanggung jawab mendidik mahasiswa di dalam maupun luar kampus.

Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Ketua Komisi X DPR RI yang juga politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaiful Huda, menyatakan penyebaran radikalisme di kampus–antara kalangan mahasiswa–merupakan hal yang nyata.

Pernyataan itu disampaikan Huda merespons pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan ada pihak di luar kampus yang mendidik mahasiswa menjadi radikalis dan ekstremis di luar kampus.

"Saya menilai apa yang disampaikan Presiden Jokowi di hadapan forum rektor masih menemukan relevansinya karena ancaman penyebaran paham radikal di kalangan mahasiswa memang ada buktinya. Kami berharap warning tersebut benar-benar menjadi atensi para rektor dan civitas akademika di masing-masing perguruan tinggi," kata Huda di Jakarta, Rabu (15/9/2021).

Menurutnya, pihak rektorat setiap kampus di seluruh Indonesia harus merespons pernyataan Jokowi itu dengan melakukan pemantauan terhadap aktivitas dakwah yang dilakukan oleh mahasiswa, baik yang berlangsung di dalam atau luar kampus.

Menurutnya, indikasi penyebaran radikalisme di kalangan mahasiswa bisa dilihat dari jajak pendapat yang dilakukan oleh beberapa lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Alvara Research, hingga Setara Institute.

Selain soal penyebaran paham radikalisme, lanjut Huda, jajak pendapat di lembaga-lembaga itu juga menunjukkan soal kasus-kasus intoleran dan bernuansa SARA di beberapa kampus di Indonesia.

Baca Juga:  Borongan Fitur Baru, Pengguna Instagram Bisa Sematkan Reels di Profil

"Indikasi-indikasi tersebut menunjukkan jika ancaman pemikiran dan sikap radikal di kampus itu benar dan nyata adanya. Oleh karena itu pimpinan kampus dan jajarannya tidak bisa lepas tangan atas fenomena ini," kata Huda lagi.

Dia menjelaskan, penyebaran radikalisme di kalangan mahasiswa biasanya dilakukan lewat forum diskusi berbalut dakwah di masjid-masjid kampus. Menurutnya, mahasiswa berstatus senior yang sudah terpapar radikalisme biasanya jeli memilih calon kader dari kalangan mahasiswa baru.

"Biasanya mahasiswa baru ini masih mencari jati diri dengan semangat keberagamaan yang sehingga mudah dipengaruhi," tuturnya.

Indikasi adanya pemikiran radikal di kalangan mahasiswa, lanjut Huda, juga bisa dilihat dari pola pikir, perilaku, hingga gaya hidup mahasiswa.

Menurutnya, mahasiswa yang sudah terpapar radikalisme biasanya tidak mau beribadah dengan kawan sebaya secara tiba-tiba, menutup diri, kerap mengkafirkan orang yang tidak sepaham, tidak mau mengakui negara, hingga nekat meninggalkan perkuliahan.

Ia mengatakan kampus harus berperan dalam sistem peringatan dini radikalisme dengan metode–misalnya–berbasis teman sebaya. Menurutnya, setiap mahasiswa bisa saling mengawasi dan mengingatkan jika melihat perubahan perilaku temannya.

Huda menambahkan, kampus diharapkan bisa menjalin kerja sama dengan berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang terbukti mengembangkan cara berpikir moderat.

Baca Juga:  Koalisi Jokowi Masih Incar Posisi Ketua MPR

"Mereka bisa menjadi narasumber dalam diskusi dan dakwah agama di lingkungan masjid-masjid kampus. Selain itu, kampus juga bisa secara rutin menyosialisasikan tentang bahaya pemikiran radikal dalam harmonisasi kehidupan bangsa," kata Huda.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan ada pihak di luar kampus yang mendidik mahasiswa menjadi radikalis dan ekstremis di luar kampus.

Jokowi meminta perguruan tinggi tak berhenti mendidik mahasiswa di ruang kelas dan tetap menjaga mereka saat berkegiatan di luar kampus.

"Di dalam kampus dididik mengenai Pancasila dan kebangsaan, di luar kampus ada yang didik mahasiswa kita jadi ekstremis garis keras, jadi radikalis garis keras," kata dia, dalam pertemuan dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) di Solo, Senin (13/9), disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Selasa (14/9).

Jokowi menyampaikan ada pula mahasiswa yang mendapat pendidikan budi pekerti di dalam kelas. Namun, mahasiswa itu dididik jadi pecandu narkoba saat di luar kampus.

Mantan Wali Kota Solo itu menekankan peran perguruan tinggi dalam mencetak lulusan yang unggul dan utuh. Oleh karena itu, perguruan tinggi punya tanggung jawab mendidik mahasiswa di dalam maupun luar kampus.

Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari