Jelang Ramadan, ziarah ke makam jadi tradisi yang seakan tak bisa ditinggalkan. Tapi tradisi itu jauh berkurang tahun ini. Apalagi tahun lalu saat wabah Covid-19 mulai melanda. Padahal, tak hanya ziarah, beberapa orang juga mencari makam lama orang tua atau kerabatnya.
Laporan: Muhammad Amin (Pekanbaru)
Seorang pemuda tampak ragu melihat beberapa makam di Tempat Permakaman Umum (TPU) Kuini, Jalan Kuini, Sabtu (10/4) petang. Matanya melihat ke arah beberapa makam di bagian tengah TPU Kuini. Tidak ada tanda pada makam itu. Hanya gundukan tanah dan sepotong kayu plus dua tanaman. Di sebelahnya terdapat sebuah makam dengan batas batu bata bersemen yang kelihatan sudah tua. Di antara kedua makam itu ada juga sedikit gundukan. Belakangan diketahui itu juga makam. Padahal di antara gundukan pertama dan yang kedua nyaris tak berjarak. Artinya, tiga makam itu berdempetan, rapat sekali. Seakan hanya untuk dua makam.
Pemuda itu kemudian mendatangi Subakir (58), penjaga TPU Kuini sejak enam tahun terakhir. Dia menanyakan yang mana makam ibunya. Apakah benar yang ditujunya atau makam lainnya.
"Benar, makam ibumu yang itu. Yang sebelahnya itu orang lain. Korban pembunuhan," ujar Subakir menunjukkan makam dimaksud.
Pemuda itu kemudian mengucapkan terima kasih. Lalu dia tampak tertegun di samping makam itu. Cukup lama. Setelah berdoa, dia kemudian menggunakan telepon pintarnya, memotret, mengirimkan gambar. Juga melakukan komunikasi dengan obrolan aplikasi.
"Sudah lama tak ke mari," ujar pemuda itu kepada Riau Pos.
Dia tak mau menyebutkan nama. Komunikasi pun hanya sampai di sana. Pemuda itu kembali khusuk berdoa. Subakir menyebut, saat jelang Ramadan memang banyak masyarakat yang mencari makam keluarga mereka. Di samping makam ibu pemuda itu juga terdapat sebuah makam lainnya yang tak bertanda dan tak bernama, yang disebutnya sebagai korban pembunuhan. Kondisinya nyaris sama dengan makam ibu pemuda tadi, tanpa nama. Sedangkan makam tua yang ditembok semen merupakan makam seorang pemuka masyarakat sekitar. Wafat 1980. Lengkap dengan nama.
Subakir menyebutkan, TPU Kuini termasuk TPU tua di Pekanbaru. Awalnya, TPU ini dibuat di belakang Masjid Ar-Rahman, Kampung Nyamuk. TPU itu sudah ada sejak zaman Belanda dan Jepang. Kemudian dipindahkan ke lokasi yang tak jauh dari Kampung Nyamuk karena ada yang mewakafkan tanah. Inilah TPU Kuini. TPU ini sama tuanya dengan TPU di pusat kota, kawasan RSUD Arifin Achmad dan Fakultas Kedokteran Unri yang kemudian direlokasi ke Rumbai. Sama juga tuanya dengan TPU Senapelan. "Jadi memang sudah penuh," ujar Subakir.
Kendati sudah penuh, tapi tetap saja ada makam baru di sini. Kadang jaraknya berdekatan, bahkan nyaris tak berjarak lagi. Pihak pengelola makam sebenarnya tidak lagi membolehkan ada makam baru. Yang dibolehkan adalah makam untuk keluarga yang bersangkutan di tempat yang sama.***