Senin, 16 September 2024

Masih Ada 1.890 WNI di China

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kendati virus corona mewabah di China, tidak semua WNI memilih pulang. Hingga kemarin, masih ada 1.890 WNI yang bertahan tinggal di sana.

Hal itu diungkapkan Dubes RI untuk China dan Mongolia Djauhari Oratmangun lewat konferensi video di Kantor Staf Presiden kemarin (10/2). Dia menjelaskan, dari 1.890 WNI itu, mayoritas berstatus mahasiswa.

Jumlah tersebut turun drastis jika dibandingkan dengan data Desember lalu yang mencapai sekitar 16.500 orang.

Djauhari menjelaskan, 1.890 WNI itu berada di wilayah kerja KBRI Beijing (722 orang), KJRI Shanghai (841), dan Guangzhou (327). Mereka memilih tidak pulang karena merasa daerahnya aman dari virus corona. Kota yang mereka tinggali juga bukan termasuk kota yang diisolasi pemerintah China.

- Advertisement -

Kemarin sore 21 orang pulang ke Indonesia. Namun, penerbangan mereka tidak melalui China. Sebab, penerbangan dari China ke Indonesia maupun sebaliknya sedang ditutup. ’’Pakai Malaysia Airlines,’’ lanjut Djauhari.

Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah menuturkan, 21 orang itu berbeda dengan yang dipulangkan dari Wuhan. Semuanya berasal dari wilayah yang tidak mengalami isolasi. ’’Mereka sudah menjalani pemeriksaan kesehatan dan mendapat sertifikasi sehat,’’ terangnya. Karena itu, otoritas China mengizinkan mereka terbang. Faizasyah enggan mengungkap identitas maupun asal 21 WNI tersebut. Yang pasti, mereka dinyatakan sehat oleh otoritas China.

- Advertisement -

Penjelasan itu dibenarkan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono. Menurut dia, ada perbedaan perlakuan antara Provinsi Hubei dan daratan China lainnya. Di luar Hubei, karantina dilakukan bila ada kasus. ’’Kalau bukan dari Wuhan atau Hubei, prosesnya (pemeriksaan) tidak melalui karantina,’’ terangnya. Kecuali yang bersangkutan punya riwayat kontak dengan penderita corona.

Anung juga mengklarifikasi isu masuknya empat WNI dari Singapura ke Provinsi Kepri yang disebut sempat kontak dengan penderita corona. Menurut dia, pemerintah Singapura tidak menjelaskan kapan dan bagaimana bentuk kontak yang dilakukan para WNI tersebut. Pihaknya sudah bertemu dan memeriksa para WNI itu. Hasilnya, suhu tubuh mereka normal.

Baca Juga:  MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, Mekeu Malah Kecewa

Untuk saat ini, empat WNI tersebut dikarantina di kediaman mereka. Bukan karena sakit, melainkan karena diinformasikan pernah bertemu dan kontak dengan suspect corona di Singapura. Karantina dilakukan sejak dua hari lalu.

Pada bagian lain, kendati negara-negara tetangga sudah mendeteksi virus corona, pemerintah Indonesia masih menyatakan bahwa wilayah Nusantara bebas dari virus mematikan itu. Pernyataan tersebut membuat beberapa media dan tokoh kesehatan dari luar negeri meragukan kemampuan Indonesia mendeteksi virus korona. Namun, Kemenkes kembali menegaskan bahwa Indonesia memiliki alat (kit) untuk mendeteksi virus corona.

Dalam paparan di KSP kemarin, Kepala Badan Litbang Kemenkes Siswanto menjelaskan, sejak 2009 institusinya ditunjuk sebagai laboratorium nasional. Salah satunya untuk penyakit new emerging alias yang baru muncul. ’’Kami sudah sangat berpengalaman karena sudah menangani flu burung, MERS kalau ada jamaah haji, dan sebagainya,’’ terangnya.

Pemeriksaan terhadap virus yang baru menggunakan pendekatan biomolekuler. Menggunakan PCR atau polymerase chain reaction. ’’Kami memiliki empat mesin NGS (next generation sequencing) sehingga nanti bisa dilacak apakah betul ini adalah nCoV (novel coronavirus) atau bukan,’’ lanjutnya.

Secara keseluruhan, di Indonesia terdeteksi 62 subkasus yang diduga sebagai corona. Tersebar di 16 provinsi, mayoritas di DKI Jakarta (14) dan Bali (11). Sebanyak 59 di antaranya sudah selesai diperiksa dan dinyatakan negatif. Tiga sisanya masih dalam proses pemeriksaan. ’’Cara memeriksanya tidak seperti di lab kesehatan umum yang dua jam selesai, nggak begitu,’’ tambahnya. Dibutuhkan waktu setidaknya satu hari untuk memeriksa dan memastikan apakah itu virus korona atau bukan. Yang jelas, laboratorium Litbang Kemenkes mampu mendeteksi korona. Selain karena sudah berpengalaman, fasilitas itu sudah menggunakan standar WHO dan telah diakreditasi badan kesehatan dunia tersebut.

Baca Juga:  Jangan Pernah Akses PayPal Pakai VPN, Ini Alasannya

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Achmad Yurianto menegaskan bahwa semua spesimen yang sudah diperiksa selalu dilaporkan ke WHO. ”Nanti dilakukan verifikasi oleh WHO. Ini untuk melihat akreditasi validitas pemeriksaan oleh laboratorium kita,” tuturnya.

Dia mengakui, tidak semua laboratorium mumpuni untuk memeriksa virus corona. Sebab, laboratorium itu minimal harus memiliki sertifikasi biosafety 2 dan 3 serta terstandardisasi dan tersertifikasi oleh WHO. Di Indonesia, hanya ada tiga institusi yang memiliki kapasitas untuk memeriksa virus. Yakni, Pusat Penyakit Kritis Universitas Airlangga, Eijkman, dan Laboratorium Balitbangkes Kemenkes.

”Kita sudah berkoordinasi dengan institusi yang punya kapasitas memeriksa virus ini,” ujarnya.

Dia menjelaskan, pemeriksaan virus corona tidak seperti pemeriksaan untuk mengetahui darah. Karena spesimen yang diperiksa adalah lendir saluran napas, harus dilakukan swab dengan kapas dari hidung atau tenggorokan pasien suspect. Setelah itu, dicek dengan melakukan sequencing DNA atau polymerase chain reaction (PCR).

Pemeriksaan sequencing memang membutuhkan waktu lebih lama. Pasalnya, spesimen diperiksa melalui dua tahap. Pertama, di-sequencing dengan pan-coronavirus, yakni reagent untuk korona jenis apa pun. Seperti saringan besar. Seandainya positif diyakini korona, selanjutnya di-sequencing menggunakan reagent nCoV yang spesimennya didapat dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Atlanta.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kendati virus corona mewabah di China, tidak semua WNI memilih pulang. Hingga kemarin, masih ada 1.890 WNI yang bertahan tinggal di sana.

Hal itu diungkapkan Dubes RI untuk China dan Mongolia Djauhari Oratmangun lewat konferensi video di Kantor Staf Presiden kemarin (10/2). Dia menjelaskan, dari 1.890 WNI itu, mayoritas berstatus mahasiswa.

Jumlah tersebut turun drastis jika dibandingkan dengan data Desember lalu yang mencapai sekitar 16.500 orang.

Djauhari menjelaskan, 1.890 WNI itu berada di wilayah kerja KBRI Beijing (722 orang), KJRI Shanghai (841), dan Guangzhou (327). Mereka memilih tidak pulang karena merasa daerahnya aman dari virus corona. Kota yang mereka tinggali juga bukan termasuk kota yang diisolasi pemerintah China.

Kemarin sore 21 orang pulang ke Indonesia. Namun, penerbangan mereka tidak melalui China. Sebab, penerbangan dari China ke Indonesia maupun sebaliknya sedang ditutup. ’’Pakai Malaysia Airlines,’’ lanjut Djauhari.

Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah menuturkan, 21 orang itu berbeda dengan yang dipulangkan dari Wuhan. Semuanya berasal dari wilayah yang tidak mengalami isolasi. ’’Mereka sudah menjalani pemeriksaan kesehatan dan mendapat sertifikasi sehat,’’ terangnya. Karena itu, otoritas China mengizinkan mereka terbang. Faizasyah enggan mengungkap identitas maupun asal 21 WNI tersebut. Yang pasti, mereka dinyatakan sehat oleh otoritas China.

Penjelasan itu dibenarkan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono. Menurut dia, ada perbedaan perlakuan antara Provinsi Hubei dan daratan China lainnya. Di luar Hubei, karantina dilakukan bila ada kasus. ’’Kalau bukan dari Wuhan atau Hubei, prosesnya (pemeriksaan) tidak melalui karantina,’’ terangnya. Kecuali yang bersangkutan punya riwayat kontak dengan penderita corona.

Anung juga mengklarifikasi isu masuknya empat WNI dari Singapura ke Provinsi Kepri yang disebut sempat kontak dengan penderita corona. Menurut dia, pemerintah Singapura tidak menjelaskan kapan dan bagaimana bentuk kontak yang dilakukan para WNI tersebut. Pihaknya sudah bertemu dan memeriksa para WNI itu. Hasilnya, suhu tubuh mereka normal.

Baca Juga:  Jangan Pernah Akses PayPal Pakai VPN, Ini Alasannya

Untuk saat ini, empat WNI tersebut dikarantina di kediaman mereka. Bukan karena sakit, melainkan karena diinformasikan pernah bertemu dan kontak dengan suspect corona di Singapura. Karantina dilakukan sejak dua hari lalu.

Pada bagian lain, kendati negara-negara tetangga sudah mendeteksi virus corona, pemerintah Indonesia masih menyatakan bahwa wilayah Nusantara bebas dari virus mematikan itu. Pernyataan tersebut membuat beberapa media dan tokoh kesehatan dari luar negeri meragukan kemampuan Indonesia mendeteksi virus korona. Namun, Kemenkes kembali menegaskan bahwa Indonesia memiliki alat (kit) untuk mendeteksi virus corona.

Dalam paparan di KSP kemarin, Kepala Badan Litbang Kemenkes Siswanto menjelaskan, sejak 2009 institusinya ditunjuk sebagai laboratorium nasional. Salah satunya untuk penyakit new emerging alias yang baru muncul. ’’Kami sudah sangat berpengalaman karena sudah menangani flu burung, MERS kalau ada jamaah haji, dan sebagainya,’’ terangnya.

Pemeriksaan terhadap virus yang baru menggunakan pendekatan biomolekuler. Menggunakan PCR atau polymerase chain reaction. ’’Kami memiliki empat mesin NGS (next generation sequencing) sehingga nanti bisa dilacak apakah betul ini adalah nCoV (novel coronavirus) atau bukan,’’ lanjutnya.

Secara keseluruhan, di Indonesia terdeteksi 62 subkasus yang diduga sebagai corona. Tersebar di 16 provinsi, mayoritas di DKI Jakarta (14) dan Bali (11). Sebanyak 59 di antaranya sudah selesai diperiksa dan dinyatakan negatif. Tiga sisanya masih dalam proses pemeriksaan. ’’Cara memeriksanya tidak seperti di lab kesehatan umum yang dua jam selesai, nggak begitu,’’ tambahnya. Dibutuhkan waktu setidaknya satu hari untuk memeriksa dan memastikan apakah itu virus korona atau bukan. Yang jelas, laboratorium Litbang Kemenkes mampu mendeteksi korona. Selain karena sudah berpengalaman, fasilitas itu sudah menggunakan standar WHO dan telah diakreditasi badan kesehatan dunia tersebut.

Baca Juga:  MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, Mekeu Malah Kecewa

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Achmad Yurianto menegaskan bahwa semua spesimen yang sudah diperiksa selalu dilaporkan ke WHO. ”Nanti dilakukan verifikasi oleh WHO. Ini untuk melihat akreditasi validitas pemeriksaan oleh laboratorium kita,” tuturnya.

Dia mengakui, tidak semua laboratorium mumpuni untuk memeriksa virus corona. Sebab, laboratorium itu minimal harus memiliki sertifikasi biosafety 2 dan 3 serta terstandardisasi dan tersertifikasi oleh WHO. Di Indonesia, hanya ada tiga institusi yang memiliki kapasitas untuk memeriksa virus. Yakni, Pusat Penyakit Kritis Universitas Airlangga, Eijkman, dan Laboratorium Balitbangkes Kemenkes.

”Kita sudah berkoordinasi dengan institusi yang punya kapasitas memeriksa virus ini,” ujarnya.

Dia menjelaskan, pemeriksaan virus corona tidak seperti pemeriksaan untuk mengetahui darah. Karena spesimen yang diperiksa adalah lendir saluran napas, harus dilakukan swab dengan kapas dari hidung atau tenggorokan pasien suspect. Setelah itu, dicek dengan melakukan sequencing DNA atau polymerase chain reaction (PCR).

Pemeriksaan sequencing memang membutuhkan waktu lebih lama. Pasalnya, spesimen diperiksa melalui dua tahap. Pertama, di-sequencing dengan pan-coronavirus, yakni reagent untuk korona jenis apa pun. Seperti saringan besar. Seandainya positif diyakini korona, selanjutnya di-sequencing menggunakan reagent nCoV yang spesimennya didapat dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Atlanta.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari