KAMPAR (RIAUPOS.CO) – Sebuah video anak-anak berbaju Sekolah Dasar (SD) menyeberangi sungai bergelantungan dengan peralatan penyeberangan buah sawit membuat heboh. Dalam sekejap, grup-grup media sosial dan WhatsApp penuh dengan komentar sejak Kamis (10/6/2021) pagi. Banyak yang menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah. Banyak juga yang menyebutkan video tersebut didramatisir, tidak sesuai dengan kondisi hari-hari atau dalam kedaan normal.
Riaupos.co mencoba menghimpun sejumlah informasi dari pihak-pihak yang mengetahui kondisi sebenarnya di lokasi penyebarangan tersebut. Riaupos.co mewawancarai beberapa warga Kuntu, Kepala Desa Kuntu Turoba Asril Bakar dan juga Anggota DPRD Kampar asal Kuntu Habiburahman. Berikut beberapa fakta yang sejauh ini bisa diketahui dari video yang hanya berdurasi 29 detik tersebut.
Anak Pekerja Kebun
Anak-anak yang bergelantungan menyebrangi sungai tersebut dipastikan Kepala Desa Kuntu Turoba Asril sebagai anak-anak para pekerja kebun sawit. Menurut Asril, kamp tempat pekerja perkebunan tinggal tidak jauh dari lokasi penyebrangan tersebut. Jumlah anak-anak sekolah yang melewati penyebrangan itu juga tidak banyak.
''Kamp itu berada di tepi sungai, sementara keranjang itu digunakan untuk mengangkut buah sawit ke seberang sungai. Data yang saya tahu saat ini, ada sekotar 20 orang yang tinggal di kamp. Sementara anak-anak yang sekolah ada sekitar tujuh anak, dua diantaranya pelajar SMP,'' sebut Asril.
Ketika ditanya apakah semua pekerja perkebunan memiliki KTP dan KK beralamat di Desa Kuntu Turoba, Hasil belum yakin seluruhnya memiliki KTP dan KK beralamat di desanya. Karena viralnya video tersebut, dirinya berencana segera mengunjungi kamp tersebut.
Sungai Tak dalam dan berarus tenang
Asril menyebutkan, sungai tempat anak-anak itu menyebrang sambil bergelayutan di keranjang buah sawit adalah Sungai Geringging. Sungai ini merupakan sungai kecil dan tidak dalam. Bahkan saat kemarau seperti saat ini, sepeda motor dan pejalan kaki bisa melewati sungai tersebut di banyak titik. Asril bahkan menyebutkan, di lokasi anak-anak itu menyebrang terlihat batu-batu di dasar sungai.
''Sungai itu bukan sungai besar. Itu bisa dilewat. Kalau air dalam mereka tidak lewat sana, biasanya orang tua mereka yang antar ke sekolah. Lihatlah di video itu, nampak ada batu-batu di dasar sungai, sepeda motorpun dapat lewat sungai itu,'' sebutnya.
Ada Jalan dan Jembatan
Asril memastikan, penyebrangan buah itu bukan akses satu-satunya, tapi ada akses jalan dan jembatan bagi anak-anak yang tinggal di perkebunan sawit untuk pergi sekolah. Hal ini juga dipastikan oleh Anggota DPRD Kampar asal Kampar Kiri Habiburrahman. Habib menilai video itu sengaja direkam untuk bersenang-senang, karena kondisi anak-anak itu pulang sekolah. Sementara ''caption'' atau narasinya, didramatisir.
''Video itu tak sama persis dengan keadaan yang sebenarnya. Sebab kondisi sebenarnya ada jalan yang bisa ditempuh oleh anak-anak ini untuk bersekolah. Tetapi memang mereka mesti berputar. Tempat mereka menyebrang itu bukan jalan umum, itu tempat melansir buah sawit, yang berada di pinggiran Desa Kuntu,'' sebut Habib.
Kawasan tempat menyebrang itu sendiri menurut Habib adalah lahan perkebunan milik pengusaha luar Desa Kuntu. Terkait kuasa lahan tersebut juga disebutkan Asril yang memastikan pimilik perkebunan itu ada beberapa orang dan merupakan pengusaha bermarga Tionghoa.
"Ada beberapa orang pemilik, bukan perusahaan. Sejauh ini komunikasi mereka dengan masyarakat bagus,'' terangnya.
Dalam Kawasan Perkebunan
Tempat penyebrangan itu sendiri berjarak sekitar 5 km dari pusat desa Kuntu Turoba. Seperti disebutkan Habib dan Asril, itu berada di kawasan pinggiran dari pengembangan Desa Kuntu Turoba. Tenpat penyebrangan buah itu sendiri berada di kawasan perkebunan mandiri milik pengusaha.
Habib menyebutkan, bila harus dibangun jembatan disana, yang berkewajiban tentu perusahaan. Apalagi yang melewati hari-hari adalah anak-anak para pekerja perkebunan tersebut.
"Mudah-mudahan dengan adanya video ini bisa terbuka mata kita, hingga perkebunan ini bisa terang benderang soal perizinan dan kontribusinya. Kalau mau bangun jembatan mudah saja, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) tinggal minta saja pengusaha tersebut membangunkan jembatan,'' terang Habib.
Senada dengan Habib, Asril juga lebih setuju jika perusahaan membangun jembatan. Dengan alasan, yang melewatinya adalah anak-anak para pekerja perkebunan.
"Tergantung perusahaan dan pekerjanya juga. Kalau perusahaan peduli, dia bangunkan jalan agar anak-anak pekerjanya bisa mudah pergi sekolah, tidak memutar. Sebaliknya, kalau tidak mau, ya itu pilihan pekerja. Kalau susah anak mau sekolah ya tinggallah di perkampungan. Tidak di dalam kebun,'' terangnya.
Laporan: Hendrawan (Kampar)
Editor: Eka G Putra