Selasa, 17 September 2024

Gambir dan Warisan di Hulu Cipang

Bertanam gambir adalah kebiasaan sekaligus warisan nenek moyang yang sampai kini masih terjaga di Cipang Kiri Hulu. Maka, deretan lembah dan bukit itu, menghijau rata. Gambir menjadi sumber kehidupan paling nyata.

(RIAUPOS.CO) – MASYARAKAT Desa Cipang Kiri Hulu, baik laki-laki mau pun perempuan berkebun gambir. Gambir, benar-benar menjadi sumber perekonomian utama di desa ini. Baru kemudian karet. Gambir hanya ada di Desa Cipang Kiri Hulu. Di desa terdekat, seperti Cipang Kanan dan Tibawan tidak ada. Sedangkan di Cipang Kiri Hilir sangat sedikit, tepatnya di Dusun Kubudienau. Gambir paling banyak di Desa Cipang Kiri Hulu berada di Dusun Sei Kijang, Lubuk Ulek dan Pintu Kuari.

Masyarakat mulai menanam gambir di kawasan ini sejak tahun 1990-an. Syamsir salah satunya. Ia mulai menanam gambir sejak tahun 1995. Sebelum itu, ia berkerja di Sialang, Sumbar. Di sini memang banyak gambir. Pusat perdagangan gambir. Kemudian ia pulang ke Cipang Kiri Hulu, menanam gambir dan mengolahnya sendiri. Hasilnya kembali dijual ke Sialang.

Waktu itu, gambir dibawa dengan berjalan kaki. Memakan waktu yang lama, sampai setengah hari. Sekarang menggunakan sepeda motor dengan jarak tempuh 3-4 jam melalui jalan tanah yang masih sulit dilewati saat musim hujan. Ada juga touke yang datang dengan truk dan membeli langsung dari masyarakat di kampung tersebut.

- Advertisement -

Harga gambir pernah mahal, pernah mencapai Rp100 ribu per kilogram. Waktu itu masyarakat sangat bergairah. Di mana-mana ada ladang gambir. Di mana-mana orang menjemur dan menimbang gambir. Sekampung serasa bau gambir. Tapi kemudian turun, terus turun sampai Rp13 ribu. Bahkan  pernah tak laku sama sekali selama tiga tahun.

Masyarakat mulai malas. Kebun yang sudah ditanami gambir dibiarkan begitu saja. Jadi semak belukar. Tapi kemudian harga gambir naik lagi. Naik turun, naik turun. Begitulah gambir. Sekarang harga gambir di posisi Rp30-50 ribu per kilogram. Dan, masyarakat tetap berladang gambir. Tetap menanam dan mencetak gambir.

- Advertisement -

Dalam sehari, hasil panen gambir masyarakat bisa 20 hingga 25 kilogram gambir yang sudah dicetak. 5 kilogram gambir dihasilkan dari 40 kilogram daun gambir. Makanya, daun gambir yang dipanen harus benar-benar sudah mengandung banyak getah, harus cukup umur. Daun ini dipanen saat gambir berusia 4-5 bulan.

Baca Juga:  Sabar Ya, Blangko e-KTP Belum Dicetak Lagi

Sehari setelah dipanen, langsung dimasak. Paling lama dua hari. Jika lebih, akan kering dan getah hilang. Daun yang dipanen tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Selain daun, buah gambir juga menghasilkan getah. Sedangkan bunganya bisa dijadikan bibit untuk ditanam kembali.

Di tengah ladang, masyarakat banyak yang mengolah gambirnya sendiri. Ada rumah olahannya. Jika belum waktunya, rumah olahan tidak dioperasikan. Di dalamnya lengkap dengan alat pengolahan. Ada tali pelilit, tungku besar, kuali besar, kepuk peniris, selayan atau tempat gambir yang sudah dicetak dan banyak sampah-sampah gambir kering yang sudah dimasak atau diambil getahnya. Menumpuk di samping rumah olahan.

Gambir yang berasal dari Desa Cipang Kiri Hulu ini dijual ke Sumbar. Rata-rata ke Sialang atau Pangkalan. Ada juga yang langsung ke Bukittinggi atau Padang, tapi tidak banyak. Gambir-gambir yang dijual di Pangkalan atau Sialang inilah yang dibawa ke Padang untuk kemudian dibawa ke luar negeri, India. Di Pangkalan ini banyak agen dan penampung gambir. Jumlahnya banyak, tepatnya di Banjarana, tidak jauh dari Pasar Muara Peti dan Sialang yang menjadi pusat  penampungan. Sebagian besar gambir-gambir ini berasal dari Desa Cipang Kiri Hulu dan desa-desa lain di Pangkalan.

Selain gambir, di Cipang Kiri Hulu juga ada hasil ladang yang lain seperti padi sawah, kacang, kedelai, jagung, tebu, karet, kelapa, kopi, nilam, kakao, buah-buahan seperti durian dan lain sebagaiya. Bahkan desa ini merupakan satu-satunya desa dari empat desa di Cipang Raya yang masih memiliki sawah ladang. Luas dan menghampar hijau di antara bebukitan.  

Desa Cipang Kiri Hulu berbatas langsung dengan Desa Tibawan (Utara), Provinsi Sumbar (Selatan), Provinsi Sumbar (Barat) dan Cipang Kiri Hilir (Timur). Luas wilayahnya 10.402 hektare dengan jumlah penduduk 2.163 jiwa. Tingkat pendidikan masyarakatnya mayoritas tamat Sekolah Dasar (SD). Banyak juga yang tidak tamat. Sementara itu, jumlah gedung sekolah PAUD/TK ada 6 unit, SD 6 unit, SMP 1 unit, masjid 5 buah, musala 3 buah dan dilengkapi pula dengan puskesmas dan puskesdes sebagai sumber pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Baca Juga:  Gawat, 522 Kepala Daerah Bisa di OTT KPK

Cipang Kiri Hulu dulunya merupakan bagian wilayah administrsi Cipang Kiri dengan kampung-kampung yang terpencil seperti Sungai Talas, Pintu Kuari, Sungai (Sei) Kijang, Kampung Tengah, Lubuk Ulek, Kubudienau, Kandis, Simpang, Tandikat, Lubuk Ingu dan Tangkoliu. Karena wilayah  Desa Cipang Kiri Hulu sangat luas dan jauh-jauh, maka masyarakat yang terdiri dari 17 orang mengusulkan pemekaran desa tepatnya pada 22 Desember 1972 dan pada 1 April 1977 Desa Cipang Kiri Hulu ditetapkan sebagai desa definitif.

Sebelum 1977, Cipang Kiri Hulu sudah dimekarkan tapi belum ditetapkan sebagai desa definitif. Nama Cipang Kiri Hulu sendiri diambil dari istilah Simpang Kiri, artinya, sungai yang bersimpang ke kiri dari Sungai Rokan, yakni Sungai Mentawai. Maka diambillah nama Desa Cipang Kiri Hulu yakni desa yang berada di sebelah hulu Sungai Mentawai tersebut.

Adat dan tradisi di desa ini juga sama kuatnya dengan tiga desa lainnya. Tokoh masyarakat, Amri, yang pernah menjabat sebagai Datuk Gunung selama 13 tahun, mengatakan, terjaganya adat dan tradisi berkat peran serta para datuk dan ninik mamak yang selalu bersanding dengan pemerintah desa demi perkembangan desa yang lebih baik.

Ada tiga datuk besar dengan tiga luhak pula sebelum Cipang Kiri terpisah menjadi Hulu dan Hilir, yakni Datuk Rum di Simpang sebagai datuk yang paling tua, Datuk Gunung di Kampung Tengah sebagai yang tengah dan Datuk Gumalo luhaknya di Sei Kijang sebagai yang paling muda. Ada juga Datuk Menaro Kuning di Lubuk Ulek, Datuk Bandaro di Pintu Kuari, Datuk Bosa di Sungai Talas dan Datuk Nogun di Sei Kijang.

Cipang Kiri Hulu yang terus berbenah, sangat kaya dengan kekayaan alam. Alamnya sangat indah. Bukit yang tinggi dipenuhi hamparan awan. Air terjun banyak menghilir ke sungai-sungai. Begitu juga dengan bentang alamnya yang sejuk. Lagi-lagi, keindahan dan kesuburan tanah Cipang ini membuat warga terus memanfaatkannya dengan menanam gambir dan hasil kebun lainnya.***

Laporan KUNNI MASROHANTI, Rohul

 

Bertanam gambir adalah kebiasaan sekaligus warisan nenek moyang yang sampai kini masih terjaga di Cipang Kiri Hulu. Maka, deretan lembah dan bukit itu, menghijau rata. Gambir menjadi sumber kehidupan paling nyata.

(RIAUPOS.CO) – MASYARAKAT Desa Cipang Kiri Hulu, baik laki-laki mau pun perempuan berkebun gambir. Gambir, benar-benar menjadi sumber perekonomian utama di desa ini. Baru kemudian karet. Gambir hanya ada di Desa Cipang Kiri Hulu. Di desa terdekat, seperti Cipang Kanan dan Tibawan tidak ada. Sedangkan di Cipang Kiri Hilir sangat sedikit, tepatnya di Dusun Kubudienau. Gambir paling banyak di Desa Cipang Kiri Hulu berada di Dusun Sei Kijang, Lubuk Ulek dan Pintu Kuari.

Masyarakat mulai menanam gambir di kawasan ini sejak tahun 1990-an. Syamsir salah satunya. Ia mulai menanam gambir sejak tahun 1995. Sebelum itu, ia berkerja di Sialang, Sumbar. Di sini memang banyak gambir. Pusat perdagangan gambir. Kemudian ia pulang ke Cipang Kiri Hulu, menanam gambir dan mengolahnya sendiri. Hasilnya kembali dijual ke Sialang.

Waktu itu, gambir dibawa dengan berjalan kaki. Memakan waktu yang lama, sampai setengah hari. Sekarang menggunakan sepeda motor dengan jarak tempuh 3-4 jam melalui jalan tanah yang masih sulit dilewati saat musim hujan. Ada juga touke yang datang dengan truk dan membeli langsung dari masyarakat di kampung tersebut.

Harga gambir pernah mahal, pernah mencapai Rp100 ribu per kilogram. Waktu itu masyarakat sangat bergairah. Di mana-mana ada ladang gambir. Di mana-mana orang menjemur dan menimbang gambir. Sekampung serasa bau gambir. Tapi kemudian turun, terus turun sampai Rp13 ribu. Bahkan  pernah tak laku sama sekali selama tiga tahun.

Masyarakat mulai malas. Kebun yang sudah ditanami gambir dibiarkan begitu saja. Jadi semak belukar. Tapi kemudian harga gambir naik lagi. Naik turun, naik turun. Begitulah gambir. Sekarang harga gambir di posisi Rp30-50 ribu per kilogram. Dan, masyarakat tetap berladang gambir. Tetap menanam dan mencetak gambir.

Dalam sehari, hasil panen gambir masyarakat bisa 20 hingga 25 kilogram gambir yang sudah dicetak. 5 kilogram gambir dihasilkan dari 40 kilogram daun gambir. Makanya, daun gambir yang dipanen harus benar-benar sudah mengandung banyak getah, harus cukup umur. Daun ini dipanen saat gambir berusia 4-5 bulan.

Baca Juga:  5 Artis Meninggal di Usia Muda

Sehari setelah dipanen, langsung dimasak. Paling lama dua hari. Jika lebih, akan kering dan getah hilang. Daun yang dipanen tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Selain daun, buah gambir juga menghasilkan getah. Sedangkan bunganya bisa dijadikan bibit untuk ditanam kembali.

Di tengah ladang, masyarakat banyak yang mengolah gambirnya sendiri. Ada rumah olahannya. Jika belum waktunya, rumah olahan tidak dioperasikan. Di dalamnya lengkap dengan alat pengolahan. Ada tali pelilit, tungku besar, kuali besar, kepuk peniris, selayan atau tempat gambir yang sudah dicetak dan banyak sampah-sampah gambir kering yang sudah dimasak atau diambil getahnya. Menumpuk di samping rumah olahan.

Gambir yang berasal dari Desa Cipang Kiri Hulu ini dijual ke Sumbar. Rata-rata ke Sialang atau Pangkalan. Ada juga yang langsung ke Bukittinggi atau Padang, tapi tidak banyak. Gambir-gambir yang dijual di Pangkalan atau Sialang inilah yang dibawa ke Padang untuk kemudian dibawa ke luar negeri, India. Di Pangkalan ini banyak agen dan penampung gambir. Jumlahnya banyak, tepatnya di Banjarana, tidak jauh dari Pasar Muara Peti dan Sialang yang menjadi pusat  penampungan. Sebagian besar gambir-gambir ini berasal dari Desa Cipang Kiri Hulu dan desa-desa lain di Pangkalan.

Selain gambir, di Cipang Kiri Hulu juga ada hasil ladang yang lain seperti padi sawah, kacang, kedelai, jagung, tebu, karet, kelapa, kopi, nilam, kakao, buah-buahan seperti durian dan lain sebagaiya. Bahkan desa ini merupakan satu-satunya desa dari empat desa di Cipang Raya yang masih memiliki sawah ladang. Luas dan menghampar hijau di antara bebukitan.  

Desa Cipang Kiri Hulu berbatas langsung dengan Desa Tibawan (Utara), Provinsi Sumbar (Selatan), Provinsi Sumbar (Barat) dan Cipang Kiri Hilir (Timur). Luas wilayahnya 10.402 hektare dengan jumlah penduduk 2.163 jiwa. Tingkat pendidikan masyarakatnya mayoritas tamat Sekolah Dasar (SD). Banyak juga yang tidak tamat. Sementara itu, jumlah gedung sekolah PAUD/TK ada 6 unit, SD 6 unit, SMP 1 unit, masjid 5 buah, musala 3 buah dan dilengkapi pula dengan puskesmas dan puskesdes sebagai sumber pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Baca Juga:  Pemuda Muhammadiyah Desak Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK

Cipang Kiri Hulu dulunya merupakan bagian wilayah administrsi Cipang Kiri dengan kampung-kampung yang terpencil seperti Sungai Talas, Pintu Kuari, Sungai (Sei) Kijang, Kampung Tengah, Lubuk Ulek, Kubudienau, Kandis, Simpang, Tandikat, Lubuk Ingu dan Tangkoliu. Karena wilayah  Desa Cipang Kiri Hulu sangat luas dan jauh-jauh, maka masyarakat yang terdiri dari 17 orang mengusulkan pemekaran desa tepatnya pada 22 Desember 1972 dan pada 1 April 1977 Desa Cipang Kiri Hulu ditetapkan sebagai desa definitif.

Sebelum 1977, Cipang Kiri Hulu sudah dimekarkan tapi belum ditetapkan sebagai desa definitif. Nama Cipang Kiri Hulu sendiri diambil dari istilah Simpang Kiri, artinya, sungai yang bersimpang ke kiri dari Sungai Rokan, yakni Sungai Mentawai. Maka diambillah nama Desa Cipang Kiri Hulu yakni desa yang berada di sebelah hulu Sungai Mentawai tersebut.

Adat dan tradisi di desa ini juga sama kuatnya dengan tiga desa lainnya. Tokoh masyarakat, Amri, yang pernah menjabat sebagai Datuk Gunung selama 13 tahun, mengatakan, terjaganya adat dan tradisi berkat peran serta para datuk dan ninik mamak yang selalu bersanding dengan pemerintah desa demi perkembangan desa yang lebih baik.

Ada tiga datuk besar dengan tiga luhak pula sebelum Cipang Kiri terpisah menjadi Hulu dan Hilir, yakni Datuk Rum di Simpang sebagai datuk yang paling tua, Datuk Gunung di Kampung Tengah sebagai yang tengah dan Datuk Gumalo luhaknya di Sei Kijang sebagai yang paling muda. Ada juga Datuk Menaro Kuning di Lubuk Ulek, Datuk Bandaro di Pintu Kuari, Datuk Bosa di Sungai Talas dan Datuk Nogun di Sei Kijang.

Cipang Kiri Hulu yang terus berbenah, sangat kaya dengan kekayaan alam. Alamnya sangat indah. Bukit yang tinggi dipenuhi hamparan awan. Air terjun banyak menghilir ke sungai-sungai. Begitu juga dengan bentang alamnya yang sejuk. Lagi-lagi, keindahan dan kesuburan tanah Cipang ini membuat warga terus memanfaatkannya dengan menanam gambir dan hasil kebun lainnya.***

Laporan KUNNI MASROHANTI, Rohul

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari