JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menurut catatan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) ada 18 dokter yang meninggal karena positif Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Tenaga medis memang dianggap rentan tertular Covid-19 lantaran bertemu pasien. PB IDI menuntut agar tak hanya tenaga medis yang merawat pasien saja yang diberikan alat pelindung diri (APD) lengkap. Namun setiap tenaga medis.
Kemarin, ada dua dokter yang diumumkan oleh PB IDI meninggal dunia melalui akun media sosialnya. Ahad (5/4), Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia dr Abdul Halik Malik menyatakan bahwa kabar duka tersebut terkonfirmasi meninggal karena Covid-19. Dari 18 orang dokter yang meninggal tersebut, ada salah satu dokter yang juga merawat Menteri Perhubungan Budi Karya sebelum dibawa ke RSPAD, Jakarta. Dokter tersebut adalah dr Ketty Herawati Sultana. "Dokter Ketty relatif senior," tuturnya.
Banyaknya tenaga medis yang meninggal menurut Ketua Satgas Covid19 PB IDI dr Zubairi Djoerban SpPD merupakan sebuah risiko profesi. Bahkan bagi dokter yang tidak menagani pasien Covid-19. "Sebagian bukan yang menangani langsung," ucapnya.
Bisa saja pasien datang untuk memeriksakan keluhan lain atau keluarga yang mengantarkan ternyata carier atau pembawa virus. Pada second wave atau gelombang kedua, diketahui bahwa penderita Covid-19 tidak harus bergejala. Bahkan pada beberapa orang tertentu, tidak ada perburukan kondisi tubuh. Artinya, kondisinya sehat namun di dalam tubuhnya terdapat SARS CoV-2, virus Covid-19.
"Dulu orang sehat tidak perlu pakai masker. Sekarang perlu. Dulu dokter hanya memakai masker, sekarang harus lebih," katanya menjelaskan perkembangan Covid-19. Zubairi menambahkan bahwa tidak hanya dokter yang menangani Covid-19 secara langsung yang memerlukan APD lengkap. Baju hazmat, kacama google, sarung tangan, dan masker perlu dikenakan dokter yang bertemu pasien pada umumnya. Sebab tidak diketahui apakah pasien yang ditemui adalah carier Covid-19 atau bukan.
Selain itu hasil tes Covid-19 dengan swab memerlukan waktu. Zubairi sendiri pernah menangani pasien dengan gejala Covid-19 dan hasilnya diterima setelah tujuh hari. Selama itu pula dia mencari rumah sakit rujukan, sebab rumah sakit tempatnya praktik tidak memiliki kapabilitas merawat pasien dalam pengawasan (PDP). Sayangnya rumah sakit rujukan penuh.
Permasalahan rumah sakit dan hasil yang lama ini membuat dokter di luar rumah sakit rujukan juga harus bersiap-siap.(lyn/jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menurut catatan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) ada 18 dokter yang meninggal karena positif Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Tenaga medis memang dianggap rentan tertular Covid-19 lantaran bertemu pasien. PB IDI menuntut agar tak hanya tenaga medis yang merawat pasien saja yang diberikan alat pelindung diri (APD) lengkap. Namun setiap tenaga medis.
Kemarin, ada dua dokter yang diumumkan oleh PB IDI meninggal dunia melalui akun media sosialnya. Ahad (5/4), Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia dr Abdul Halik Malik menyatakan bahwa kabar duka tersebut terkonfirmasi meninggal karena Covid-19. Dari 18 orang dokter yang meninggal tersebut, ada salah satu dokter yang juga merawat Menteri Perhubungan Budi Karya sebelum dibawa ke RSPAD, Jakarta. Dokter tersebut adalah dr Ketty Herawati Sultana. "Dokter Ketty relatif senior," tuturnya.
- Advertisement -
Banyaknya tenaga medis yang meninggal menurut Ketua Satgas Covid19 PB IDI dr Zubairi Djoerban SpPD merupakan sebuah risiko profesi. Bahkan bagi dokter yang tidak menagani pasien Covid-19. "Sebagian bukan yang menangani langsung," ucapnya.
Bisa saja pasien datang untuk memeriksakan keluhan lain atau keluarga yang mengantarkan ternyata carier atau pembawa virus. Pada second wave atau gelombang kedua, diketahui bahwa penderita Covid-19 tidak harus bergejala. Bahkan pada beberapa orang tertentu, tidak ada perburukan kondisi tubuh. Artinya, kondisinya sehat namun di dalam tubuhnya terdapat SARS CoV-2, virus Covid-19.
- Advertisement -
"Dulu orang sehat tidak perlu pakai masker. Sekarang perlu. Dulu dokter hanya memakai masker, sekarang harus lebih," katanya menjelaskan perkembangan Covid-19. Zubairi menambahkan bahwa tidak hanya dokter yang menangani Covid-19 secara langsung yang memerlukan APD lengkap. Baju hazmat, kacama google, sarung tangan, dan masker perlu dikenakan dokter yang bertemu pasien pada umumnya. Sebab tidak diketahui apakah pasien yang ditemui adalah carier Covid-19 atau bukan.
Selain itu hasil tes Covid-19 dengan swab memerlukan waktu. Zubairi sendiri pernah menangani pasien dengan gejala Covid-19 dan hasilnya diterima setelah tujuh hari. Selama itu pula dia mencari rumah sakit rujukan, sebab rumah sakit tempatnya praktik tidak memiliki kapabilitas merawat pasien dalam pengawasan (PDP). Sayangnya rumah sakit rujukan penuh.
Permasalahan rumah sakit dan hasil yang lama ini membuat dokter di luar rumah sakit rujukan juga harus bersiap-siap.(lyn/jpg)