Rabu, 18 September 2024

Tegas Tolak RUU Cipta Lapangan Kerja

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Partai Demokrat (PD) kembali menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Penolakan tersebut disampaikan langsung Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ahad (4/10). Putra sulung Presiden ke-6 RI itu berujar, setelah mendengar aspirasi masyarakat dari berbagai daerah PD melalui Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI mengambil keputusan tegas, menolak RUU Ciptaker dalam rapat pembahasan tingkat I di Badan Legislatif DPR RI.

"Sejak awal Fraksi Partai Demokrat DPR RI sudah menyampaikan pada pemerintah dan DPR RI untuk menghentikan membahas RUU Ciptaker ini. Agar kita bisa fokus konsentrasi dan mengoptimalkan kekuatan bangsa untuk menanggulangi pandemi dan mengatasi dampak ekonomi. Jangan gagal fokus," sebut AHY melalui rilis yang diterima Riau Pos.

Namun karena pembahasan RUU Ciptaker terus berjalan, PD dikatakan dia masuk kembali dalam pembahasan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, khususnya kaum buruh dan pekerja. Dalam proses pembahasan, PD telah memberikan sejumlah masukan mendasar sebagai tanggung jawab konstitusi dan politik terhadap rakyat.

Pihaknya memahami, RUU Ciptaker bertujuan menjalankan agenda perbaikan dalam reformasi birokrasi, peningkatan ekonomi dan percepatan penyerapan tenaga kerja nasional. Tapi ada lima persoalan mendasar yang mesti dicermati. Pertama, Demokrat, disampaikan AHY merasa RUU Ciptaker tidak memiliki nilai urgensi dan kepentingan memaksa di tengah krisis pandemi tengah memuncak. 

- Advertisement -

"Sebagaimana kami sampaikan di masa awal pandemi, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi," ujarnya.

AHY melanjutkan, RUU Ciptaker membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus. Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka ia meminta agar dicermati satu per satu, hati-hati dan lebih mendalam isi dari RUU. Terutama terkait hal-hal fundamental yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.

- Advertisement -

Ketiga, AHY menyebut bahwa seyogyanya RUU Ciptaker di satu sisi bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan. Tetapi RUU ini justru berpotensi meminggirkan hak-hak kepentingan kaum pekerja di negeri kita.

Baca Juga:  Co-Pilotnya Bunuh Diri, Wings Air: Kami Sudah Lakukan Pembinaan

"Maka dari itu Partai Demokrat memandang RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neo-liberalistik," tegasnya. 

Terakhir, selain cacat substansi, RUU Ciptaker ini juga dinilai cacat prosedur. Fraksi Partai Demokrat (FPD) lanjut dia, menilai proses pembahasan ha-hal krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan RUU Ciptaker tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society. 

Masih dikatakan AHY, dengan berbagai catatan di atas, pembahasan RUU Ciptaker haruslah bisa menghasilkan kebijakan tentang pembangunan ekonomi yang holistik dengan semangat pro-lapangan pekerjaan, pro-pertumbuhan, pro-pengurangan kemiskinan dan pro-lingkungan.

"Kita harus berkoalisi dengan rakyat, terutama rakyat kecil termasuk buruh yang hari ini paling terdampak oleh krisis pandemi dan ekonomi. Harapan rakyat, perjuangan Demokrat. Bersama kita kuat, bersatu kita bangkit," tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan. Dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I Baleg DPR RI dengan pemerintah, Sabtu (3/10) malam, Hinca menyebut bahwa pihaknya menyatakan menolak RUU Ciptaker dan mengajak seluruh fraksi agar mempertimbangkan argumen yang disampaikan PD. Karena, di tengah situasi saat ini, Hinca merasa ada banyak hal yang perlu dibahas lebih detil dan tidak perlu terburu-buru. 

"Kami menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalam dan komprehensif. Kita tidak perlu terburu-buru. Kami menyarankan agar dilakukan pembahasan yang lebih utuh dan melibatkan berbagai stakeholders yang berkepentingan," tuturnya.

Hal tersebut dirasa penting agar produk hukum yang dihasilkan oleh RUU Cipta Kerja tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya.

"Sekali lagi, kami memohon kepada seluruh rekan-rekan fraksi dan perwakilan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali argumen kami tadi. Kami meminta fraksi lain juga sepakat menunda," sambung Hinca. 

Ia menambahkan, RUU Cipta Kerja tidak terlalu krusial disahkan di tengah pandemi Covid-19. Ia meminta agar pemerintah lebih berfokus pada pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 dan memulihkan ekonomi rakyat terlebih dahulu. Ketimbang mengesahkan RUU Cipta Kerja yang tidak memiliki urgensi. 

Baca Juga:  Fajar dan Sesuatu...

"RUU Cipta Kerja tidak memliki urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi ini. Sebagaimana kami sampaikan di masa awal pandemi, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia. Memutus rantai penyebaran Covid-19 serta memulihkan ekonomi rakyat," sambung Hinca.

Selain itu, Hinca merujuk survei World Economic Forum pada tahun 2017, bahwa ketenagakerjaan bukan persoalan utama yang menghalangi investasi asing. Justru tiga faktor yakni korupsi, birokrasi pemerintah tidak efisien dan akses keuanganlah yang menjadi 3 persoalan utama penghalang investasi. 

Sedangkan ketenagakerjaan berada pada peringkat 13 dari 16 persoalan. Rumusan RUU Cipta Kerja ditegaskan dia tidak memiliki relevansi yang signifikan terhadap permasalahan investasi di Indonesia.

"RUU Cipta Kerja ini juga cacat prosedur. Fraksi Partai Demokrat menilai, proses pembahasan hal-hal krusial dalam RUU Cipta Kerja ini kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan RUU Cipta Kerja ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi Tripartit, antara pengusaha, pekerja dan pemerintah," tambah Hinca.

Sebelumnya, rapat kerja badan legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah telah menyepakati RUU Cipta Kerja untuk disetujui menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna yang berlangsung Sabtu (3/10) malam.

"RUU Cipta Kerja disetujui untuk pengambilan keputusan di tingkat selanjutnya," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat memimpin rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I dengan pemerintah.

Dalam rapat tersebut sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi telah menyetujui. Adapun fraksi yang menyetujui adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan. Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat.(nda/adv)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Partai Demokrat (PD) kembali menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Penolakan tersebut disampaikan langsung Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ahad (4/10). Putra sulung Presiden ke-6 RI itu berujar, setelah mendengar aspirasi masyarakat dari berbagai daerah PD melalui Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI mengambil keputusan tegas, menolak RUU Ciptaker dalam rapat pembahasan tingkat I di Badan Legislatif DPR RI.

"Sejak awal Fraksi Partai Demokrat DPR RI sudah menyampaikan pada pemerintah dan DPR RI untuk menghentikan membahas RUU Ciptaker ini. Agar kita bisa fokus konsentrasi dan mengoptimalkan kekuatan bangsa untuk menanggulangi pandemi dan mengatasi dampak ekonomi. Jangan gagal fokus," sebut AHY melalui rilis yang diterima Riau Pos.

Namun karena pembahasan RUU Ciptaker terus berjalan, PD dikatakan dia masuk kembali dalam pembahasan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, khususnya kaum buruh dan pekerja. Dalam proses pembahasan, PD telah memberikan sejumlah masukan mendasar sebagai tanggung jawab konstitusi dan politik terhadap rakyat.

Pihaknya memahami, RUU Ciptaker bertujuan menjalankan agenda perbaikan dalam reformasi birokrasi, peningkatan ekonomi dan percepatan penyerapan tenaga kerja nasional. Tapi ada lima persoalan mendasar yang mesti dicermati. Pertama, Demokrat, disampaikan AHY merasa RUU Ciptaker tidak memiliki nilai urgensi dan kepentingan memaksa di tengah krisis pandemi tengah memuncak. 

"Sebagaimana kami sampaikan di masa awal pandemi, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi," ujarnya.

AHY melanjutkan, RUU Ciptaker membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus. Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka ia meminta agar dicermati satu per satu, hati-hati dan lebih mendalam isi dari RUU. Terutama terkait hal-hal fundamental yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.

Ketiga, AHY menyebut bahwa seyogyanya RUU Ciptaker di satu sisi bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan. Tetapi RUU ini justru berpotensi meminggirkan hak-hak kepentingan kaum pekerja di negeri kita.

Baca Juga:  Jemaah Haji Wajib Tahu, Ini 4 Bekal untuk Raih Kemabruran

"Maka dari itu Partai Demokrat memandang RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neo-liberalistik," tegasnya. 

Terakhir, selain cacat substansi, RUU Ciptaker ini juga dinilai cacat prosedur. Fraksi Partai Demokrat (FPD) lanjut dia, menilai proses pembahasan ha-hal krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan RUU Ciptaker tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society. 

Masih dikatakan AHY, dengan berbagai catatan di atas, pembahasan RUU Ciptaker haruslah bisa menghasilkan kebijakan tentang pembangunan ekonomi yang holistik dengan semangat pro-lapangan pekerjaan, pro-pertumbuhan, pro-pengurangan kemiskinan dan pro-lingkungan.

"Kita harus berkoalisi dengan rakyat, terutama rakyat kecil termasuk buruh yang hari ini paling terdampak oleh krisis pandemi dan ekonomi. Harapan rakyat, perjuangan Demokrat. Bersama kita kuat, bersatu kita bangkit," tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan. Dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I Baleg DPR RI dengan pemerintah, Sabtu (3/10) malam, Hinca menyebut bahwa pihaknya menyatakan menolak RUU Ciptaker dan mengajak seluruh fraksi agar mempertimbangkan argumen yang disampaikan PD. Karena, di tengah situasi saat ini, Hinca merasa ada banyak hal yang perlu dibahas lebih detil dan tidak perlu terburu-buru. 

"Kami menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalam dan komprehensif. Kita tidak perlu terburu-buru. Kami menyarankan agar dilakukan pembahasan yang lebih utuh dan melibatkan berbagai stakeholders yang berkepentingan," tuturnya.

Hal tersebut dirasa penting agar produk hukum yang dihasilkan oleh RUU Cipta Kerja tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya.

"Sekali lagi, kami memohon kepada seluruh rekan-rekan fraksi dan perwakilan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali argumen kami tadi. Kami meminta fraksi lain juga sepakat menunda," sambung Hinca. 

Ia menambahkan, RUU Cipta Kerja tidak terlalu krusial disahkan di tengah pandemi Covid-19. Ia meminta agar pemerintah lebih berfokus pada pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 dan memulihkan ekonomi rakyat terlebih dahulu. Ketimbang mengesahkan RUU Cipta Kerja yang tidak memiliki urgensi. 

Baca Juga:  Masalah Duka

"RUU Cipta Kerja tidak memliki urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi ini. Sebagaimana kami sampaikan di masa awal pandemi, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia. Memutus rantai penyebaran Covid-19 serta memulihkan ekonomi rakyat," sambung Hinca.

Selain itu, Hinca merujuk survei World Economic Forum pada tahun 2017, bahwa ketenagakerjaan bukan persoalan utama yang menghalangi investasi asing. Justru tiga faktor yakni korupsi, birokrasi pemerintah tidak efisien dan akses keuanganlah yang menjadi 3 persoalan utama penghalang investasi. 

Sedangkan ketenagakerjaan berada pada peringkat 13 dari 16 persoalan. Rumusan RUU Cipta Kerja ditegaskan dia tidak memiliki relevansi yang signifikan terhadap permasalahan investasi di Indonesia.

"RUU Cipta Kerja ini juga cacat prosedur. Fraksi Partai Demokrat menilai, proses pembahasan hal-hal krusial dalam RUU Cipta Kerja ini kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan RUU Cipta Kerja ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi Tripartit, antara pengusaha, pekerja dan pemerintah," tambah Hinca.

Sebelumnya, rapat kerja badan legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah telah menyepakati RUU Cipta Kerja untuk disetujui menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna yang berlangsung Sabtu (3/10) malam.

"RUU Cipta Kerja disetujui untuk pengambilan keputusan di tingkat selanjutnya," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat memimpin rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I dengan pemerintah.

Dalam rapat tersebut sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi telah menyetujui. Adapun fraksi yang menyetujui adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan. Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat.(nda/adv)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari