JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Keberadaan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai bersifat politis. Denwas KPK ini akan dibentuk pada akhir tahun ini.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) Asfinawati mengatakan, sifat politis itu tergambar jelas pada Undang-undang baru KPK hasil revisi yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No 30/2002.
"Dewan Pengawas ini sangat politis, jelas sekali karena ada pengaturan di tahun pertama ada berbeda dengan pemilihan berikutnya," kata Asfinawati di kantor ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Minggu (3/11).
Adapun perbedaan yang dimaksud Asfinawati adalah pada periode pertama ini, Dewan Pengawas atau Denwas ditunjuk secara langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sementara, pada kepemimpinan presiden berikutnya setelah Jokowi maka proses pemilihan Denwas akan dilanjutkan melalui proses panitia seleksi.
Hal itu termaktub pada Pasal 69A Ayat (1) UU baru KPK hasil revisi yang mengatur bahwa ketua dan anggota Dewan Pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia.
Di sisi lain, ada Pasal 37E yang intinya menyebutkan bahwa dalam mengangkat ketua dan anggota Denwas, Presiden Republik Indonesia membentuk panitia seleksi terdiri atas unsur pemerintah pusat dan unsur masyarakat.
Adapun salah satu kewenangan Denwas yakni mengizinkan atau tidak mengizinkan adanya penyadapan, penggeledahan, dan atau penyitaan.
Kewenangan itu sebelumnya diperdebatkan oleh banyak pihak terutama KPK, karena dinilai akan memperlambat kinerja lembaga antirasuah.
"Semua orang yang mengerti bahwa pengawas itu, ya, namanya mengawasi bukan menjalankan," terang Asfinawati.
Dengan demikian, dia mengatakan bahwa ada ketidaksesuaian nama dan fungsi dari Denwas tersebut yang secara bersamaan melakukan fungsi keduanya.
"Bagaimana mungkin ada orang mengawasi dan menjalankan. Dari situ saja ada ketidaksesuaian nama dengan fungsi yang dijalankan," ujar Asfinawati.
Dia mengatakan terbentuknya Denwas menandakan adanya relasi kekuasaan antara presiden dan Denwas itu sendiri. Hal ini mengingat anggota Denwas yang dipilih Presiden nantinya secara tidak langsung akan memiliki tanggung jawab kepada yang memilihnya.
"Jadi, sebetulnya KPK ini sedang di tangan Presiden. Presiden bisa mengendalikan KPK. Dan siapapun yang bisa masuk ke Presiden juga bisa menikmati relasi kekuasaan itu dengan KPK, termasuk partai pendukung," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal