YANGON (RIAUPOS.CO)- Suara gaduh pukulan panci, perabotan dapur hingga klakson mobil bergema di kota terbesar Myanmar, Yangon, Selasa (2/2/2021) malam hingga Rabu.
Suara itu bercampur dalam aksi protes pertama masyarakat sebagai penolakan terhadap kudeta militer yang menggulingkan kepala pemerintahan terpilih di negara itu, Aung San Suu Kyi.
Reuters melansir, Rabu (3/2/2021), dalam protes publik terbesar terhadap kudeta sejauh ini, orang-orang di Yangon beramai-ramai meneriakkan "enyahlah kejahatan!". Mereka juga menggedor-gedor panci logam dengan gerakan tari tradisional yang biasa digunakan untuk mengusir kejahatan atau karma buruk.
Tak hanya masyarakat biasa, petugas medis dari setidaknya 20 rumah sakit pemerintah juga ikut bergabung dalam aksi penolakan tersebut. Salah satu di antara mereka tampak menggunakan jas hazmat bertulisan "kediktatoran harus gagal" di bagian belakang.
Dalam berkomunikasi, masyarakat di sana mengandalkan aplikasi pesan singkat offline Bridgefy, yang telah diunduh lebih dari 1 juta kali di Myanmar. Mereka menggunakan aplikasi itu sebagai solusi atas gangguan telepon dan koneksi internet sejak awal kudeta pada Senin.
Suu Kyi, yang kini masih ditahan di lokasi yang dirahasiakan itu menyerukan pembebasannya oleh junta yang merebut kekuasaan. Dia juga menuntut pengakuan atas kemenangannya dalam pemilihan umum (pemilu) 8 November 2020.
Seorang pejabat senior dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Kyi Toe mengatakan, Suu Kyi saat ini menjadi tahanan rumah yang terletak di Ibu Kota Naypyidaw. Dia mengatakan dalam sebuah unggahan Facebook bahwa Suu Kyi dalam keadaan baik-baik saja.
Militer dengan tegas menolak untuk menerima kemenangan telak partai pimpinan Suu Kyi, NLD, dalam Pemilu Myanmar. Angkatan bersenjata negara itu beralasan, kemenangan parpol itu diperoleh lewat kecurangan.
Tentara Myanmar menahan para pemimpin NLD, bahkan Presiden Win Myint. Sementara, kekuasaan pemerintahan diambil alih Jenderal Min Aung Hlaing yang memberlakukan keadaan darurat selama 1 tahun di negara anggota ASEAN itu.
Min Aung Hlaing mengatakan, tentara terpaksa mengambil alih kekuasaan setelah klaim kecurangan pemilu ditolak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Myanmar. Dia menjanjikan pemilu yang bebas dan adil setelah ini, serta penyerahan kekuasaan kepada pemenang dengan baik. Namun, dia belum memberikan tenggat waktu pasti soal pemilu berikutnya.
Sumber: Reuters/News/AP/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun