Kamis, 19 September 2024

Presiden Bisa Dicap Plin-plan jika Keluarkan Perppu, JR Jalur Terbaik

JAKARTA (RIAUPOS.CO) —  Polemik pengesahan Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berjalan. Setelah mengekspresikan kekecewaan melalui unjuk rasa, kelompok mahasiswa seperti BEM Nusantara bahkan telah mendaftarkan judicial review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, JR menjadi jalur terbaik terbaik bagi pihak-pihak menolak pasal-pasal dalam UU KPK. Memang ada cara lain seperti legislative review, maupun penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Karyono menilai legislative review prosesnya terlalu lama. Dan dalam prosesnya diyakini akan terjadi perdebatan keras dalam mempertahankan argumentasi.

Lain halnya dengan jalur JR. Terlebih MK merupakan lembaga sah untuk menguji sebuah UU. Sehingga prosesnya berlangsung secara konstitusional.

- Advertisement -
Baca Juga:  Ingatkan Penggunaan Naker Lokal

“Yang terbaik untuk UU KPK ini saya rasa lebih baik menunggu hasil judicial review, kalau kita mau menghormati MK, kalau kita ingin memang menghormati hukum,” ujar Karyono di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10).

Sementara itu, Karyono menilai apabila Presiden menerbitkan Perppu, maka akan menimbulkan persepsi buruk kepada pemerintah. Karena dianggap tidak konsisten. Menurutnya, apabila memang menolak RUU KPK seharus sejak awal ada ketegasan dari pemerintah.

- Advertisement -

“Ini kan tidak, pemerintah setuju berarti ada persetujuan antara DPR dengan eksekutif, akhirnya disahkan. Kalau seandainya Presiden mengeluarkan Perppu, ini akan dianggap tidak konsisten,” imbuhnya.

Sementara itu, terkait peluang JR UU KPK di MK, Karyono menilai masih ada harapan untuk dimenangkan oleh pemohon. Dengan catatan ada argumentasi kuat yang menyatakan bahwa UU KPK ini bertentangan dengan UUD 1945.

Baca Juga:  Tawarkan 3 Opsi untuk Akomodir Usulan Publisher Right

“Tapi sebaliknya, seandainya dalam persidangan tidak ditemukan unsur adanya pasal yang bertentangan dengan UUD ya bisa juga ditolak,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia juga mengingatkan masyarakat untuk menghormati apapun keputusan MK. Sebab, keputusan MK bersifat mengikat dan final.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) —  Polemik pengesahan Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berjalan. Setelah mengekspresikan kekecewaan melalui unjuk rasa, kelompok mahasiswa seperti BEM Nusantara bahkan telah mendaftarkan judicial review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, JR menjadi jalur terbaik terbaik bagi pihak-pihak menolak pasal-pasal dalam UU KPK. Memang ada cara lain seperti legislative review, maupun penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Karyono menilai legislative review prosesnya terlalu lama. Dan dalam prosesnya diyakini akan terjadi perdebatan keras dalam mempertahankan argumentasi.

Lain halnya dengan jalur JR. Terlebih MK merupakan lembaga sah untuk menguji sebuah UU. Sehingga prosesnya berlangsung secara konstitusional.

Baca Juga:  Wabup Tutup Diklatsar CPNS Golongan ll dan lll

“Yang terbaik untuk UU KPK ini saya rasa lebih baik menunggu hasil judicial review, kalau kita mau menghormati MK, kalau kita ingin memang menghormati hukum,” ujar Karyono di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10).

Sementara itu, Karyono menilai apabila Presiden menerbitkan Perppu, maka akan menimbulkan persepsi buruk kepada pemerintah. Karena dianggap tidak konsisten. Menurutnya, apabila memang menolak RUU KPK seharus sejak awal ada ketegasan dari pemerintah.

“Ini kan tidak, pemerintah setuju berarti ada persetujuan antara DPR dengan eksekutif, akhirnya disahkan. Kalau seandainya Presiden mengeluarkan Perppu, ini akan dianggap tidak konsisten,” imbuhnya.

Sementara itu, terkait peluang JR UU KPK di MK, Karyono menilai masih ada harapan untuk dimenangkan oleh pemohon. Dengan catatan ada argumentasi kuat yang menyatakan bahwa UU KPK ini bertentangan dengan UUD 1945.

Baca Juga:  2 Gelar Akademis Reynhard Sinaga Dicabut

“Tapi sebaliknya, seandainya dalam persidangan tidak ditemukan unsur adanya pasal yang bertentangan dengan UUD ya bisa juga ditolak,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia juga mengingatkan masyarakat untuk menghormati apapun keputusan MK. Sebab, keputusan MK bersifat mengikat dan final.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari