Minggu, 7 Juli 2024

Rencana Kenaikan Tarif Parkir, Pj Wako Pekanbaru Belum Dapat Laporan

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Rencana kenaikan tarif parkir kendaraan di Pekanbaru mengemuka dan menuai beragam tanggapan. Penjabat (Pj) Wali Kota (Wako) Pekanbaru Muflihun SSTP MAP sendiri mengaku belum mendapatkan laporan rencana kenaikan tarif parkir tersebut.

Kenaikan tarif parkir direncanakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pekanbaru akan berlaku September 2022 nanti. Tarif baru yang akan diberlakukan adalah sepeda motor dari Rp1.000 menjadi Rp2.000 dan roda empat dari Rp2.000 menjadi Rp3.000.

- Advertisement -

Penjabat (Pj) Wali Kota (Wako) Pekanbaru Muflihun dikonfirmasi, Selasa (19/7) mengaku belum mendapatkan laporan rencana kenaikan tarif parkir ini. "Saya belum dapat laporan soal itu (kenaikan parkir, red)," kata dia.

Meski begitu, kenaikan tarif kata dia dapat diatur pada peraturan walikota (perwako) atau peraturan daerah (perda). “Itu nanti bisa diatur dalam bentuk perda atau perwako," singkatnya.

 

- Advertisement -

Jangan Tutup Aspirasi dan Komunikasi Publik

Sementara itu, menanggapi kenaikan tarif parkir, pengamat kebijakan publik Universitas Islam Riau Dr Panca Setyo Prihatin menyebutkan ketetapan ataupun perubahan sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus memiliki alas aturan yang jelas berdasarkan perundang- undangan, seperti peraturan daerah (perda). Jika di dalamnya tidak secara detail mengatur hal teknis seperti biaya parkir dan lainnya, maka bisa dibuat Peraturan Walikota (Perwako) sebagai turunannya. Namun dalam prosesnya tetap harus melibatkan instansi terkait.

Baca Juga:  Hasil Tes Kompetensi Calon Sekdaprov Diumumkan 10 Mei

Panca menyebutkan, kebijakan yang dibuat pemerintah pasti tidak akan dapat memuaskan semua pihak. Namun selama ada Perwako atau revisi tidak ada masalah. Hanya saja, kata Panca, pertimbangan revisi ini tetap butuh masukam dari berbagai pihak.

"Revisi peraturan kan juga butuh penyerapan aspirasi dari berbagai macam pihak," kata Panca, kemarin.

Panca mengingatkan salah satu fungsi pemerintah adalah fungsi komunikasi. Makna komunikasi disini adalah bagaimana hubungan antara yang membuat kebijakan dengan yang menerima dampak kebijakan.

"Kalau saluran ini tersumbat, maka kita bisa katakan pemerintah gagal dalam memberikan rasa keadilan pada publik," ujar Panca.

Perunahan kebijakan tarif ini, apalagi kenaikan, menurut Panca memang menimbulkan polemik di publik terutama dengan tarik menarik kepentingan. Di sisi pemerintah perlu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), di sisi publik ini sangat memberatkan. Bila kenaikan ini adalah political will wali kota, lanjut dia, seharusnya berkaca pada kepentingan publik, bukan pada kepentingan sekelompok tertentu. Panca juga mengingatkan, perwako masih bisa diubah atau dibatalkan.

Baca Juga:  Wako Sebut Wajar Ada Gangguan Proyek SPALD-T

"Jika ada keberatan yang disampaikan oleh kelompok masyarakat dan dipandang rasional, pemerintah bisa merubah aturan yang sudah dibuat. Bahkan setingkat perda pun bisa dibatalkan jika bertentangan dengan aturan diatasnya," kata Panca.

Aspirasi publik yang menolak kenaikan ini bisa disampaikan ke DPRD atau langsung ke pemerintah, baik melalui audiensi atau aksi turun ke jalan. Menurut Panca, kebijakan pemerintah memang tidak selalu bisa memuaskan semua lapisan masyarakat. Tetapi dalam pengambilan keputusan yang tertuang dalam kebijakan,  harus melalui sebuah keputusan yang jujur.(ali/end)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Rencana kenaikan tarif parkir kendaraan di Pekanbaru mengemuka dan menuai beragam tanggapan. Penjabat (Pj) Wali Kota (Wako) Pekanbaru Muflihun SSTP MAP sendiri mengaku belum mendapatkan laporan rencana kenaikan tarif parkir tersebut.

Kenaikan tarif parkir direncanakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pekanbaru akan berlaku September 2022 nanti. Tarif baru yang akan diberlakukan adalah sepeda motor dari Rp1.000 menjadi Rp2.000 dan roda empat dari Rp2.000 menjadi Rp3.000.

Penjabat (Pj) Wali Kota (Wako) Pekanbaru Muflihun dikonfirmasi, Selasa (19/7) mengaku belum mendapatkan laporan rencana kenaikan tarif parkir ini. "Saya belum dapat laporan soal itu (kenaikan parkir, red)," kata dia.

Meski begitu, kenaikan tarif kata dia dapat diatur pada peraturan walikota (perwako) atau peraturan daerah (perda). “Itu nanti bisa diatur dalam bentuk perda atau perwako," singkatnya.

 

Jangan Tutup Aspirasi dan Komunikasi Publik

Sementara itu, menanggapi kenaikan tarif parkir, pengamat kebijakan publik Universitas Islam Riau Dr Panca Setyo Prihatin menyebutkan ketetapan ataupun perubahan sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus memiliki alas aturan yang jelas berdasarkan perundang- undangan, seperti peraturan daerah (perda). Jika di dalamnya tidak secara detail mengatur hal teknis seperti biaya parkir dan lainnya, maka bisa dibuat Peraturan Walikota (Perwako) sebagai turunannya. Namun dalam prosesnya tetap harus melibatkan instansi terkait.

Baca Juga:  BK Diminta Proses Cepat Semua Laporan Masuk

Panca menyebutkan, kebijakan yang dibuat pemerintah pasti tidak akan dapat memuaskan semua pihak. Namun selama ada Perwako atau revisi tidak ada masalah. Hanya saja, kata Panca, pertimbangan revisi ini tetap butuh masukam dari berbagai pihak.

"Revisi peraturan kan juga butuh penyerapan aspirasi dari berbagai macam pihak," kata Panca, kemarin.

Panca mengingatkan salah satu fungsi pemerintah adalah fungsi komunikasi. Makna komunikasi disini adalah bagaimana hubungan antara yang membuat kebijakan dengan yang menerima dampak kebijakan.

"Kalau saluran ini tersumbat, maka kita bisa katakan pemerintah gagal dalam memberikan rasa keadilan pada publik," ujar Panca.

Perunahan kebijakan tarif ini, apalagi kenaikan, menurut Panca memang menimbulkan polemik di publik terutama dengan tarik menarik kepentingan. Di sisi pemerintah perlu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), di sisi publik ini sangat memberatkan. Bila kenaikan ini adalah political will wali kota, lanjut dia, seharusnya berkaca pada kepentingan publik, bukan pada kepentingan sekelompok tertentu. Panca juga mengingatkan, perwako masih bisa diubah atau dibatalkan.

Baca Juga:  Wisuda 1.707 Mahasiswa, Terbanyak dalam Sejarah UIR

"Jika ada keberatan yang disampaikan oleh kelompok masyarakat dan dipandang rasional, pemerintah bisa merubah aturan yang sudah dibuat. Bahkan setingkat perda pun bisa dibatalkan jika bertentangan dengan aturan diatasnya," kata Panca.

Aspirasi publik yang menolak kenaikan ini bisa disampaikan ke DPRD atau langsung ke pemerintah, baik melalui audiensi atau aksi turun ke jalan. Menurut Panca, kebijakan pemerintah memang tidak selalu bisa memuaskan semua lapisan masyarakat. Tetapi dalam pengambilan keputusan yang tertuang dalam kebijakan,  harus melalui sebuah keputusan yang jujur.(ali/end)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari