Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Catatan Pinggir Kepariwisataan

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pengamat Kepariwisataan Riau Mas Yono mengatakan, perlu tujuh langkah yang harus disiapkan guna mensiasati dalam mengelola usaha kepariwisataan di tengah situasi adanya gangguan karena kelebihan: informasi, perilaku dan kecemasan pandemi. Keadaan ini mengharuskan pelaku pariwisata melakukan adaptasi agar selalu memiliki nilai di mata konsumennya.

"Gangguan terbesar yang dirasakan saat ini oleh semua orang lebih dikarenakan banyaknya informasi yang harus dikelola sebelum diputuskan, inilah kesulitan bagi kita di zaman ini, mencari celah di antara sekian banyak informasi agar keputusan itu bernilai sesuai konsep , memenuhi kebutuhan dan mengembangkan gaya hidup. Dengan demikian hal ini memberikan pekerjaan besar kepada kita para pelaku usaha kepariwisataan agar selalu mampu menemukan nilai baru, metodelogi berwisata yang baru dan cara baru tentang menikmati produk berwisata," ungkap Mas Yono dalam catatan pinggir kepariwisataannya kepada Riau Pos, Senin (30/1) di tempat rekreasi Taman Pancing Alam Mayang.

Oleh karena itu langkah pertama adalah harus menemukan benang merah hubungan antara produk kepariwisataan dengan hakikat orang melakukan berwisata. Jikalau tidak menemukan itu maka dikhawatirkan produk akan kehilangan daya tariknya hingga kemungkinan hilangnya kerinduan orang untuk mendatangi. Kedua, dalam pengembangan kepariwisataan, yang perlu para pelaku usaha lakukan berikutnya adalah menemukan nilai baru produk kepariwisataan. Hal ini penting karena goal berkembangnya kepariwisataan adalah orang mau datang, mau berlama-lama, mau kembali lagi. Jadi kekuatan retensi adalah pasar yang terbesar dalam pengembangan produkyang penulis istilahkan sebagai "Happy Point", bukan hanya pada potensi market-nya yang besar, akan tetapi pada nilai mood-nya sehingga orang mau mengulanginya dan terus mengulanginya.

Baca Juga:  Tunggakan di RSD Madani Capai Rp18 M 

Langkah ketiga, harus dipahami bahwa konsep berwisata bagi baby boomers maupun milenial berbeda dengan yang dulu.  Mereka membutuhkan sentuhan khusus,  ini akan merubah cara pandang tentang kebutuhan orang berwisata. Pada takaran tersebut pengembangan produk secara kategori perlu dikaji karena lebih mengutamakan pada karakter. Contoh sederhana, kalau dulu orang berwisata selalu di akhir pekan, atau berwisata itu hanya pada masa libur panjang sekolah atau vakansi maka beramai-ramai berwisata. Tapi karena konsep yang  membentuk suatu perilaku baru, yaitu orang berwisata setiap saat. Misalnya mau meeting ke tempat wisata, mau makan siang bisa ke tempat wisata, tidak masak di rumah ke tempat wisata, karena bosan rutinitas  ke tempat wisata, sehingga menimbulkan konsep baru atau metodelogi baru dalam mengembangkan produk kepariwisataan," jabarnya.

Langkah keempat adalah, perlu memiliki kesadaran bahwa konsep baru tersebut memerlukan kelincahan di dalam mengemas potensi sebagai sebuah modal bagi yang ada karakter guna pengembangan metodelogi kepariwisataan yang baru. Satu hal yang perlu diangkat, kata Yono, adalah bagaimana memahami faktor yang membuat orang mau mengulangi berkunjung, Dalam teori kinestetik itu dikatakan sebagai keperluan orang untuk mengulang karena adanya kekuatan dari agility. Hanya saja hal ini memerlukan bukan hanya sebatas sebuah karakter tetapi juga kepada pengembangan atribut-atributnya sesuai dengan konsep awal.

Langkah kelima adalah perihal gangguan informasi, teknologi dan perubahan perilaku telah membentuk konsep baru atau yang dinamakan karakter baru dalam berwisata. Di dalam memahami empat langkah itu, maka selaku pelaku harus jeli melihat dan memiliki kekuatan produk , produk itu mudah ditiru dari selera market yang paling besar, karena ini menentukan porsi dari kekuatan usaha, baik jumlah kunjungan maupun berlama-lama orang untuk mau melakukan kunjungan ulang. Oleh karenanya poin yang mesti jeli dan fokus terhadap kegunaan teknologi dalam pengembangan produk harus menjadi pertimbangan yang utama. "Mungkin nggak yang terkesan ndeso malah merindukannya karena edisi terbatas " terangnya.

Baca Juga:  Semua Instansi Wajib Gunakan PeduliLindungi

Langkah keenam adalah, kekuatan informasi, teknologi, komunikasi, dan kekuatan melineal yang jumlahnya sangat banyak, dengan keaktifannya terhadap teknologi yang seolah-olah abai terhadap lingkungan sosial budayanya ternyata membentuk suatu perilaku baru. Perilaku baru itu adalah suatu gejala sosial yang lagi tren adalah keperluan orang untuk berjumpa atau kopi darat. Dalam sisi kuliner dapat dilihat menjamurnya warung kopi, padahal di warung kopi itu orang sibuk menggunakan gadget tetapi dia memerlukan tempat untuk berkumpul dalam bentuk komunitas. Perilaku berkumpul komunitas ini merupakan suatu karakter baru yang harus dikemas sebagai sebuah langkah yang harus dikelola dengan cerdik sebagai sebuah pasar.

Langkah ketujuh, yang penting dalam rangkuman satu sampai enam ini adalah pelaku usaha di bidang pariwisata harus menemukan emotional connection dalam mengelola kepariwisataan. Di dalam catatan pinggir kepariwisataan, nilai yang dapat diangkat sebagai sebuah konsep adalah bagaimana membangun kepariwisataan yang mampu menyentuh emosional koneksi dan dapat terbangun dengan baik, sehingga mampu menjadi pondasi bagi langkah pertama sampai langkah keenam. Ini adalah suatu pekerjaan besar pelaku usaha kepawisataan agar usaha bisa hidup dan menghidupi. Oleh karenanya  para pelaku usaha harus memiliki satu strategi yang harus dikuasai.Bersambung.(nto/c)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pengamat Kepariwisataan Riau Mas Yono mengatakan, perlu tujuh langkah yang harus disiapkan guna mensiasati dalam mengelola usaha kepariwisataan di tengah situasi adanya gangguan karena kelebihan: informasi, perilaku dan kecemasan pandemi. Keadaan ini mengharuskan pelaku pariwisata melakukan adaptasi agar selalu memiliki nilai di mata konsumennya.

"Gangguan terbesar yang dirasakan saat ini oleh semua orang lebih dikarenakan banyaknya informasi yang harus dikelola sebelum diputuskan, inilah kesulitan bagi kita di zaman ini, mencari celah di antara sekian banyak informasi agar keputusan itu bernilai sesuai konsep , memenuhi kebutuhan dan mengembangkan gaya hidup. Dengan demikian hal ini memberikan pekerjaan besar kepada kita para pelaku usaha kepariwisataan agar selalu mampu menemukan nilai baru, metodelogi berwisata yang baru dan cara baru tentang menikmati produk berwisata," ungkap Mas Yono dalam catatan pinggir kepariwisataannya kepada Riau Pos, Senin (30/1) di tempat rekreasi Taman Pancing Alam Mayang.

- Advertisement -

Oleh karena itu langkah pertama adalah harus menemukan benang merah hubungan antara produk kepariwisataan dengan hakikat orang melakukan berwisata. Jikalau tidak menemukan itu maka dikhawatirkan produk akan kehilangan daya tariknya hingga kemungkinan hilangnya kerinduan orang untuk mendatangi. Kedua, dalam pengembangan kepariwisataan, yang perlu para pelaku usaha lakukan berikutnya adalah menemukan nilai baru produk kepariwisataan. Hal ini penting karena goal berkembangnya kepariwisataan adalah orang mau datang, mau berlama-lama, mau kembali lagi. Jadi kekuatan retensi adalah pasar yang terbesar dalam pengembangan produkyang penulis istilahkan sebagai "Happy Point", bukan hanya pada potensi market-nya yang besar, akan tetapi pada nilai mood-nya sehingga orang mau mengulanginya dan terus mengulanginya.

Baca Juga:  Lakalantas Maut di Jalan Garuda Sakti, Polisi Tunggu Saksi Sembuh

Langkah ketiga, harus dipahami bahwa konsep berwisata bagi baby boomers maupun milenial berbeda dengan yang dulu.  Mereka membutuhkan sentuhan khusus,  ini akan merubah cara pandang tentang kebutuhan orang berwisata. Pada takaran tersebut pengembangan produk secara kategori perlu dikaji karena lebih mengutamakan pada karakter. Contoh sederhana, kalau dulu orang berwisata selalu di akhir pekan, atau berwisata itu hanya pada masa libur panjang sekolah atau vakansi maka beramai-ramai berwisata. Tapi karena konsep yang  membentuk suatu perilaku baru, yaitu orang berwisata setiap saat. Misalnya mau meeting ke tempat wisata, mau makan siang bisa ke tempat wisata, tidak masak di rumah ke tempat wisata, karena bosan rutinitas  ke tempat wisata, sehingga menimbulkan konsep baru atau metodelogi baru dalam mengembangkan produk kepariwisataan," jabarnya.

- Advertisement -

Langkah keempat adalah, perlu memiliki kesadaran bahwa konsep baru tersebut memerlukan kelincahan di dalam mengemas potensi sebagai sebuah modal bagi yang ada karakter guna pengembangan metodelogi kepariwisataan yang baru. Satu hal yang perlu diangkat, kata Yono, adalah bagaimana memahami faktor yang membuat orang mau mengulangi berkunjung, Dalam teori kinestetik itu dikatakan sebagai keperluan orang untuk mengulang karena adanya kekuatan dari agility. Hanya saja hal ini memerlukan bukan hanya sebatas sebuah karakter tetapi juga kepada pengembangan atribut-atributnya sesuai dengan konsep awal.

Langkah kelima adalah perihal gangguan informasi, teknologi dan perubahan perilaku telah membentuk konsep baru atau yang dinamakan karakter baru dalam berwisata. Di dalam memahami empat langkah itu, maka selaku pelaku harus jeli melihat dan memiliki kekuatan produk , produk itu mudah ditiru dari selera market yang paling besar, karena ini menentukan porsi dari kekuatan usaha, baik jumlah kunjungan maupun berlama-lama orang untuk mau melakukan kunjungan ulang. Oleh karenanya poin yang mesti jeli dan fokus terhadap kegunaan teknologi dalam pengembangan produk harus menjadi pertimbangan yang utama. "Mungkin nggak yang terkesan ndeso malah merindukannya karena edisi terbatas " terangnya.

Baca Juga:  PUB Bodhisattva Mahasthamaprapta Kunjungi Panti Asuhan

Langkah keenam adalah, kekuatan informasi, teknologi, komunikasi, dan kekuatan melineal yang jumlahnya sangat banyak, dengan keaktifannya terhadap teknologi yang seolah-olah abai terhadap lingkungan sosial budayanya ternyata membentuk suatu perilaku baru. Perilaku baru itu adalah suatu gejala sosial yang lagi tren adalah keperluan orang untuk berjumpa atau kopi darat. Dalam sisi kuliner dapat dilihat menjamurnya warung kopi, padahal di warung kopi itu orang sibuk menggunakan gadget tetapi dia memerlukan tempat untuk berkumpul dalam bentuk komunitas. Perilaku berkumpul komunitas ini merupakan suatu karakter baru yang harus dikemas sebagai sebuah langkah yang harus dikelola dengan cerdik sebagai sebuah pasar.

Langkah ketujuh, yang penting dalam rangkuman satu sampai enam ini adalah pelaku usaha di bidang pariwisata harus menemukan emotional connection dalam mengelola kepariwisataan. Di dalam catatan pinggir kepariwisataan, nilai yang dapat diangkat sebagai sebuah konsep adalah bagaimana membangun kepariwisataan yang mampu menyentuh emosional koneksi dan dapat terbangun dengan baik, sehingga mampu menjadi pondasi bagi langkah pertama sampai langkah keenam. Ini adalah suatu pekerjaan besar pelaku usaha kepawisataan agar usaha bisa hidup dan menghidupi. Oleh karenanya  para pelaku usaha harus memiliki satu strategi yang harus dikuasai.Bersambung.(nto/c)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari