NEW YORK (RIAUPOS.CO) – Hancurnya menara kembar World Trade Center, New York pada 11 September 2001 silam akibat serangan teroris tidak dipungkiri merupakan salah satu insiden paling buruk dan menyedihkan dalam sejarah peradaban manusia. Kejadian yang kemudian kerap disebut dengan 9/11 tersebut tidak hanya memberikan dampak buruk kepada warga Negeri Paman Sam, tapi juga mereka yang ditangkap secara sepihak dan membabi buta tanpa bukti lantaran diduga merupakan antek dari Osama Bin Laden dan organisasi Al-Qaeda.
The Mauritanian adalah film yang sukses mempertontonkan sisi gelap lain dari pascainsiden menara kembar WTC. Diangkat dari kisah nyata, film ini menceritakan belasan tahun perjuangan seorang pria asal Mauritania bernama Mohamedou Ould Slahi yang merupakan korban salah tangkap. The Mauritanian juga memperlihatkan sekelumit kekejaman dan kekejian dari penjara Guantanamo Bay yang merupakan tempatnya ditahan selama kurang lebih 14 tahun.
Slahi (Tahar Rahim) sejatinya tidak memiliki paham radikal di dalam kepalanya. Ia hanya seorang sipil biasa yang berotak encer. Walau pernah ikut berlatih perang di Afghanistan, hal itu ia lakukan sebagai bekal untuk memerangi Komunis, paham yang juga ingin dimusnahkan oleh Amerika Serikat.
Nasib apes Slahi dimulai pada 2002, setelah tiba-tiba ia ditangkap oleh pihak militer Amerika Serikat dan dibawa ke penjara Guantanamo Bay, Kuba. Di sana, Slahi yang tidak tahu-menahu soal aksi terorisme 9/11 dipaksa untuk mengakui segala hal yang tidak ia lakukan terkait hancurnya menara kembar WTC.
Tuduhan pihak militer muncul dari pengakuan salah seorang anggota Al-Qaeda yang pernah menginap di rumah Slahi sebelum aksi 9/11 dijalankan. Kepada pihak militer, orang tersebut memutarbalikkan fakta dan mengatakan bahwa Slahi adalah otak di balik 9/11. Slahi, yang sesungguhnya memang tidak mengetahui apapun, jelas membantah tegas segala tuduhan yang dialamatkan padanya.
Namun, segala kejujuran yang disampaikan Slahi justru tidak membuat keadaan semakin baik. Untuk diketahui, Guantanamo Bay adalah salah satu penjara yang disebut-sebut sebagai penjara paling kejam dan mengerikan. Siksaan demi siksaan yang sangat brutal dan tidak manusiawi pun harus dialami oleh Slahi. Mulai dari dibiarkan kedinginan, disiram air hingga tidak bisa bernapas, diputarkan lagu heavy metal dengan speaker yang mengarah ke dirinya, sampai pelecehan seksual dari sipir perempuan, semua harus dijalani Slahi agar ia mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan.
Lebih parah lagi, Slahi sama sekali tidak diberi kesempatan untuk membela diri di persidangan. Ia terus menerus disiksa dan dipaksa mengaku tanpa adanya proses sidang resmi di meja hijau. Kejadian ini akhirnya sampai ke telinga seorang pengacara bernama Nancy Hollander (Jodie Foster). Bersama koleganya, Teri Duncan (Shailene Woodley), keduanya pun memulai perjalanan panjang untuk membebaskan Slahi dari neraka dunia tersebut, yang akhirnya berhasil terealisasi pada tahun 2016.
Berdurasi 2 jam 9 menit, film ini sukses membawa para penontonnya ikut mengalami rasa sesak akibat ketidakadilan yang dialami Slahi, dan turut bernapas lega bahkan berurai air mata ketika akhirnya pengadilan memutuskan bahwa Slahi tidak bersalah. Akting dari Tahar Rahim dan Jodie Foster jelas menjadi kekuatan utama dari The Mauritanian. Keduanya mampu menjalankan peran masing-masing sebagai seorang tahanan yang tengah kalut dan nyaris gila, serta seorang pengacara tegar yang tengah berkonflik dengan batin dan kehidupan pribadinya. Rahim dan Foster menjalankan tugas mereka dengan ciamik sejak awal hingga penghujung film.
Secara keseluruhan, The Mauritanian adalah film yang pantas untuk ditonton bagi Anda para penyuka drama. Jangan berharap ada adegan aksi baku hantam di dalamnya, karena The Mauritanian adalah film yang menitikberatkan pada pahitnya kenyataan dan perjuangan atas nama kemanusiaan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman