JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Bicara dunia otomotif, modifikasi dan topik terkait lainnya memang seolah tidak ada habisnya. Bak karya seni, bagi sebagian orang otomotif tidak melulu menyoal alat transportasi, mesin, roda, dan kecepatan saja.
Lebih dari itu, ada yang menganggap ini sebagai kehidupan, gairah atau bahkan nyawa. Tuksedo Studio misalnya, bengkel, rumah produksi atau builder mobil yang bermarkas di Bali ini sukses membuat mobil-mobil yang sudah “mati” puluhan tahun silam seolah hidup kembali.
Dimulai dari hobi, Tuksedo Studio kini konsisten membangun, mereplikasi dan menghidupkan kembali mobil-mobil yang sudah tidak lagi diproduksi. Bukan sembarang mobil tentunya, yang dibuat adalah mobil legenda, masterpiece pada masanya yang jumlahnya di seluruh dunia bahkan bisa dihitung jari.
Hadir di pameran otomotif Indonesia International Motor Show (IIMS) Hybrid 2022, Gusti Handoko, Co Founder Tuksedo Studio bercerita bahwa rumah modifikasi ini dirintis dirinya bersama sang ayah. Dimulai dari hobi dan ketertarikan pada mobil-mobil klasik eksotik seperti Porsche 356, dirinya akhirnya memutuskan untuk benar-benar fokus mengembangkan Tuksedo Studio sebagai bengkel khusus yang membangun dan me-recreate mobil yang sudah tidak lagi ada di pasaran, khususnya mobil klasik.
“Awalnya memang suka, tapi nggak bisa beli. Selain karena harganya memang selangit, jumlahnya di seluruh dunia juga bisa dihitung jari. Makanya kita bikin,” ujar Gusti ditemui di booth Tuksedo Studio di IIMS 2022.
Sukses membangun mobil pertamanya yakni Porsche 356, Tuksedo Studio akhirnya memutuskan fokus membangun bengkel dan menerima pesanan mobil-mobil klasik. Lebih jauh Gusti menerangkan bahwa Tuksedo Studio tidak mereplika atau membuat copy mobil-mobil yang ada secara sembarangan.
“Ini kalau di luar negeri industrinya bisa dibilang sifatnya re-create, jadi membuat kembali. Kalau replika biasanya barang yang sudah ada di jiplak, di-copy, sedangkan kalau ini kan barangnya sudah punah, sudah tidak ada lagi, tapi dihidupak kembali,” lanjut Gusti.
Nggak sembarangan, dirinya yang bersama sang ayah sebelumnya menggeluti bidang usaha interior kapal pesiar, tidak membuat mobil klasik dalam jumlah besar. Alasannya selain karena menjaga nilai eksklusivitasnya, proses membuat mobil klasik juga tidak bisa sebentar.
Waktunya bisa sampai setahun, bahkan lebih. Detail, akurasi dan kemiripan dengan mobil aslinya mutlak dipertimbangkan.
“Biasanya setahun (waktu produksinya). Bahkan ada yang lebih. Tergantung kesulitannya. Kalau sebelumnya kita sudah pernah buat, sudah punya mal bodinya yang sesuai aslinya, itu cepat. Tapi kalau belum, kita mesti studi dulu,” terang pria berkacamata itu.
Hal yang utama dan paling sulit untuk proses membuat mobil klasik adalah harus menemukan blueprint-nya dulu. Dari referensi yang ada yang masih dua dimensi, harus diproyeksikan ke tiga dimensi menggunakan software.
Baru setelah itu dibuat dengan kayu (cetakannya). Setelah itu jadi baru dibuat wire frame menggunakan kerangka metal dan mulai dilakukan pengerjaan bodi atau body work-nya.
“Kayu itu ibaratnya mal positif, sementara kawat mal negatif, karena dia berada di atas. Dari sini baru kita bisa bikin shape bersamaan dengan chasis. Kemudian kita tes pasang engine, setelah itu dengan kondisi terbuka semua finishing kita tes jalan. Kalau sudah oke, interior udah diukur, baru kita masuk proses finishing,” lanjutnya.
Gusti menerangkan bahwa blue print tersebut bisa didapat dengan cara membeli atau mencari komunitas sesama builder mobil klasik. Nggak sembarangan juga prosesnya untuk bisa mendapatkan cetak biru tersebut.
“Kita harus menunjukan keseriusan untuk membangun mobil tersebut, karena blueprint ini bisa dianggap collectible item, jadi enggak semua mau punya blueprint ini untuk membangun,” ucapnya.
Buat yang ingin memiliki mobil klasik, Tuksedo Studio mematok harga mulai dari Rp1,5 miliar sampai Rp5 miliar untuk setiap mobilnya. Tergantung kesulitan dan tantangan setiap mobil. Juga, di setiap tipe, Tuksedo Studio membatasi hanya membuat lima unit saja.
Untuk kemiripan dengan aslinya, Gusti menjanjikan bahwa mobil bikinannya 95 persen lebih mirip dengan aslinya. Bodi, interior, sampai detail aksesori bisa dibikin persis sama sesuai aslinya dengan beberapa part memang dibeli asli dari luar.
Selain menyalurkan hobi dan tentunya mendulang untung dari membuat dan jualan mobil klasik, Gusti menegaskan bahwa pada prosesnya, membangun mobil klasik ini ada nilai yang lebih tinggi dari sekadar uang dan hobi.
“Ada proses alih teknologi di sini. Sebetulnya kita punya sumber daya manusia (SDM) yang punya kualitas tinggi. Saya yakin, suatu saat kita bisa bikin mobil sendiri,” jelasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman