Minggu, 8 September 2024

Neraca Dagang RI Kembali Defisit

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Tahun telah berganti. Namun, neraca perdagangan RI masih tetap defisit. Pada Januari lalu, angkanya mencapai 864 juta dolar AS atau setara Rp 11,8 triliun. Di Jawa Timur (Jatim), neraca dagang defisit 220 juta dolar AS (sekitar Rp3 triliun). Sebab, nilai impor lebih besar ketimbang ekspor.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto melaporkan, secara nasional, nilai ekspor pada Januari 2020 mencapai 13,41 miliar dolar AS (sekitar Rp183,1 triliun). Nilai impornya sekitar 14,27 miliar dolar AS (sekitar Rp194,9 triliun). ’’Meski defisit, ini masih lebih kecil bila dibandingkan dengan Januari 2019,’’ ujar pria yang akrab disapa Kecuk tersebut di kantor BPS, Jakarta, kemarin (17/2).

Defisit Januari 2020, menurut dia, disebabkan neraca dagang migas yang defisit hingga 1,18 miliar dolar AS  (sekitar Rp16,1 triliun). Pada periode yang sama, neraca dagang nonmigas surplus 317 juta dolar AS  atau setara Rp4,3 triliun.

Kecuk berharap kebijakan pemerintah untuk menekan defisit neraca perdagangan bisa diimplementasikan dengan baik. Misalnya, implementasi biodiesel 30 persen (B30). Menurut dia, kondisi global juga masih sangat memengaruhi aktivitas ekspor dan impor di dalam negeri. "Ekonomi global tidak stabil. Penyebabnya adalah perang dagang, geopolitik di Timur Tengah, dan fluktuasi harga komoditas dari waktu ke waktu," paparnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Memproduksi Lokal Suzuki Jimny

BPS mencatat, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ ICP) turun 2,68 persen dari 67,18 (sekitar Rp917 ribu) per barel menjadi 65,38 dolar AS (sekitar Rp 893 ribu) per barel.

Harga beberapa komoditas nonmigas meningkat pada Januari. Di antaranya, minyak sawit, batu bara, dan karet. Masing-masing mengalami kenaikan harga 8,44 persen; 6,5 persen; dan 1,2 persen. Di sisi lain, ada komoditas yang mengalami penurunan harga. Misalnya nikel, tembaga, dan timah.

- Advertisement -

Dalam kesempatan itu, Kecuk juga menyinggung dampak virus corona terhadap perekonomian. Menurut dia, dampaknya akan terefleksi pada neraca dagang Februari. Karena virus itu baru mulai merebak pada akhir Januari atau setelah perayaan Tahun Baru Imlek, pengaruhnya terhadap kinerja ekspor dan impor baru terasa menjelang pergantian bulan.

Namun, lantaran BPS tidak menyajikan data mingguan dan hanya bulanan, efek korona belum terlihat dari hasil neraca dagang Januari. ’’Kita perlu waspada. Efeknya bisa dilihat pada bulan berikutnya yang menyajikan kinerja Februari,’’ tuturnya.

Dinamika perdagangan RI dengan Cina menjadi salah satu faktor yang harus diwaspadai. Bank Dunia menyebutkan bahwa depresiasi ekonomi Cina 1 persen akibat corona berpotensi menurunkan perekonomian RI hingga 0,3 persen.

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Dadang Hardiwan melaporkan bahwa nilai impor Jatim turun 1,18 persen jika dibandingkan dengan Januari 2019. Impor yang turun tipis itu dipengaruhi turunnya impor buah-buahan, sayuran, serta gula dan kembang gula. "Sayur-sayuran dan buah-buahan itu paling banyak diimpor dari Cina," katanya kemarin. Sejak merebaknya wabah corona, permintaan terhadap tiga komoditas itu menurun.

Baca Juga:  Gathering Bersama Marketing, Prioritas Optimistis Tetap Eksis

Dia juga mendapatkan laporan dari bea dan cukai di Jatim bahwa pengiriman bahan makanan dari Cina berkurang sejak sebulan terakhir. "Ya, biasanya secara siklus tidak begini. Tapi, kali ini mengalami penurunan cukup drastis," jelasnya.

Di sisi lain, ekspor Jatim mencatat peningkatan yang baik. Pada Januari, ekspor Jatim naik 17,85 persen secara year-on-year (YoY). Terbukti, neraca nonmigas surplus 222,77 juta dolar AS (sekitar Rp 3,04 triliun). Golongan barang utama yang mendorong ekspor nonmigas adalah perhiasan dan permata. Lantas, disusul tembaga serta kayu dan barang dari kayu (mebel).

Sejauh ini Jepang masih menjadi tujuan utama ekspor Jatim. Komposisi ekspor ke Negeri Sakura itu mencapai 15,63 persen dari total ekspor. Amerika Serikat (AS) menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua Jatim dengan kontribusi 12,48 persen dari total ekspor.

Walau impor sayuran dan buah-buahan dari Cina turun, ekspor Jatim ke Cina masih tinggi. Meski, secara month-to-month (MoM), ter­jadi penurunan 21,06 per­sen. (dee/rin/c14/hep/das)

Laporan JPG, Jakarta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Tahun telah berganti. Namun, neraca perdagangan RI masih tetap defisit. Pada Januari lalu, angkanya mencapai 864 juta dolar AS atau setara Rp 11,8 triliun. Di Jawa Timur (Jatim), neraca dagang defisit 220 juta dolar AS (sekitar Rp3 triliun). Sebab, nilai impor lebih besar ketimbang ekspor.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto melaporkan, secara nasional, nilai ekspor pada Januari 2020 mencapai 13,41 miliar dolar AS (sekitar Rp183,1 triliun). Nilai impornya sekitar 14,27 miliar dolar AS (sekitar Rp194,9 triliun). ’’Meski defisit, ini masih lebih kecil bila dibandingkan dengan Januari 2019,’’ ujar pria yang akrab disapa Kecuk tersebut di kantor BPS, Jakarta, kemarin (17/2).

Defisit Januari 2020, menurut dia, disebabkan neraca dagang migas yang defisit hingga 1,18 miliar dolar AS  (sekitar Rp16,1 triliun). Pada periode yang sama, neraca dagang nonmigas surplus 317 juta dolar AS  atau setara Rp4,3 triliun.

Kecuk berharap kebijakan pemerintah untuk menekan defisit neraca perdagangan bisa diimplementasikan dengan baik. Misalnya, implementasi biodiesel 30 persen (B30). Menurut dia, kondisi global juga masih sangat memengaruhi aktivitas ekspor dan impor di dalam negeri. "Ekonomi global tidak stabil. Penyebabnya adalah perang dagang, geopolitik di Timur Tengah, dan fluktuasi harga komoditas dari waktu ke waktu," paparnya.

Baca Juga:  Nikmati Promo Candle Light Dinner di Labersa Hanya Rp555 Ribu

BPS mencatat, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ ICP) turun 2,68 persen dari 67,18 (sekitar Rp917 ribu) per barel menjadi 65,38 dolar AS (sekitar Rp 893 ribu) per barel.

Harga beberapa komoditas nonmigas meningkat pada Januari. Di antaranya, minyak sawit, batu bara, dan karet. Masing-masing mengalami kenaikan harga 8,44 persen; 6,5 persen; dan 1,2 persen. Di sisi lain, ada komoditas yang mengalami penurunan harga. Misalnya nikel, tembaga, dan timah.

Dalam kesempatan itu, Kecuk juga menyinggung dampak virus corona terhadap perekonomian. Menurut dia, dampaknya akan terefleksi pada neraca dagang Februari. Karena virus itu baru mulai merebak pada akhir Januari atau setelah perayaan Tahun Baru Imlek, pengaruhnya terhadap kinerja ekspor dan impor baru terasa menjelang pergantian bulan.

Namun, lantaran BPS tidak menyajikan data mingguan dan hanya bulanan, efek korona belum terlihat dari hasil neraca dagang Januari. ’’Kita perlu waspada. Efeknya bisa dilihat pada bulan berikutnya yang menyajikan kinerja Februari,’’ tuturnya.

Dinamika perdagangan RI dengan Cina menjadi salah satu faktor yang harus diwaspadai. Bank Dunia menyebutkan bahwa depresiasi ekonomi Cina 1 persen akibat corona berpotensi menurunkan perekonomian RI hingga 0,3 persen.

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Dadang Hardiwan melaporkan bahwa nilai impor Jatim turun 1,18 persen jika dibandingkan dengan Januari 2019. Impor yang turun tipis itu dipengaruhi turunnya impor buah-buahan, sayuran, serta gula dan kembang gula. "Sayur-sayuran dan buah-buahan itu paling banyak diimpor dari Cina," katanya kemarin. Sejak merebaknya wabah corona, permintaan terhadap tiga komoditas itu menurun.

Baca Juga:  BI Tuduh Virus Corona Sebabkan Rp30,8 Triliun Modal Asing Keluar

Dia juga mendapatkan laporan dari bea dan cukai di Jatim bahwa pengiriman bahan makanan dari Cina berkurang sejak sebulan terakhir. "Ya, biasanya secara siklus tidak begini. Tapi, kali ini mengalami penurunan cukup drastis," jelasnya.

Di sisi lain, ekspor Jatim mencatat peningkatan yang baik. Pada Januari, ekspor Jatim naik 17,85 persen secara year-on-year (YoY). Terbukti, neraca nonmigas surplus 222,77 juta dolar AS (sekitar Rp 3,04 triliun). Golongan barang utama yang mendorong ekspor nonmigas adalah perhiasan dan permata. Lantas, disusul tembaga serta kayu dan barang dari kayu (mebel).

Sejauh ini Jepang masih menjadi tujuan utama ekspor Jatim. Komposisi ekspor ke Negeri Sakura itu mencapai 15,63 persen dari total ekspor. Amerika Serikat (AS) menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua Jatim dengan kontribusi 12,48 persen dari total ekspor.

Walau impor sayuran dan buah-buahan dari Cina turun, ekspor Jatim ke Cina masih tinggi. Meski, secara month-to-month (MoM), ter­jadi penurunan 21,06 per­sen. (dee/rin/c14/hep/das)

Laporan JPG, Jakarta

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari