Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Laju Ekonomi Terancam Melambat

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Optimisme konsumen terus menunjukkan penurunan. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Agustus 2019, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada dalam zona optimis (di atas 100) yaitu sebesar 123,1.

IKK tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan IKK pada bulan sebelumnya yang sebesar 124,8. Menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Onny Widjanarko, meski menurun, optimisme konsumen masih terjaga.

"Optimisme konsumen masih ditopang oleh persepsi mereka yang tetap positif terhadap kondisi ekonomi saat ini. Hal ini tercermin dari Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini sebesar 110,3 dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) sebesar 136,0," paparnya dalam keterangannya, Kamis (5/9).

Onny melanjutkan, persepsi konsumen tersebut didukung oleh keyakinan terhadap ketersediaan lapangan kerja dan pembelian barang tahan lama (durable goods) yang membaik. Di samping itu, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan juga masih berada pada level optimis.

Namun, dia mengakui, ekspektasi tersebut tidak sekuat bulan sebelumnya, terutama pada perkiraan terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja pada enam bulan mendatang.

Baca Juga:  RS Awal Bros Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis

"Pada Agustus 2019, indeks ekspektasi penghasilan menurun 3,2 poin dari bulan sebelumnya, begitu juga dengan ekspektasi konsumen terhadap tersedianya lapangan kerja pada 6 bulan ke depan yang menurun 3,4 poin," lanjutnya.

Selain itu, survei juga menunjukkan bahwa pendapatan responden rumah tangga yang digunakan untuk konsumsi pada Agustus 2019 sedikit menurun dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu dari 68,8 persen menjadi 68,6 persen. Di sisi lain, porsi menabung justru meningkat.

Menurunnya porsi konsumsi tersebut diikuti dengan meningkatnya porsi tabungan terhadap pendapatan dari 19,1 persen menjadi 19,2 persen. Namun, kata Onny, hasil survei juga mengindikasikan bahwa tekanan kenaikan harga pada 6 bulan mendatang diprediksi menurun.

Hal ini terlihat dari penurunan Indeks Ekspektasi Harga 6 bulan yang akan datang dari 174,9 pada bulan sebelumnya menjadi 170,0. Penurunan tersebut didukung oleh ketersediaan pasokan barang yang memadai dan kelancaran kegiatan logistik distribusi barang.

Baca Juga:  Alokasi APBN Riau Capai Rp28,83 Triliun

Peneliti INDEF Bhima Yudhistira menuturkan, penurunan optimisme konsumen tersebut adalah sinyal bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang cenderung melambat. Hal ini menjadi warning karena konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

"Untuk semester II ini, konsumsi rumah tangga jadi motor tapi pertumbuhannya bisa di bawah 5 persen, apalagi pemerintah berencana mencabut subsidi listrik untuk 900 VA dan BBM juga akan dilakukan penyesuaian (harga). Ini juga efeknya cukup signifikan terhadap daya beli masyarakat dan kepercayaan konsumen khususnya kalangan menengah ke bawah," ujarnya saat dihubungi, Kamis.

Untuk itu, Bhima menekankan bahwa pemerintah harus mampu menanggulangi dampak negatif dari perlambatan ekonomi terhadap konsumsi rumah tangga. Sebab, meski kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi cukup besar yakni mencapai 57 persen, namun daya dorongnya malah cenderung menurun di tahun ini.

"Sehingga pertumbuhan tahun ini bisa saja hanya 5 persen, sedangkan tahun depan malah bisa 4,9 persen," imbuhnya.

Sumber : Jawapos.co
Editor : Rinaldi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Optimisme konsumen terus menunjukkan penurunan. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Agustus 2019, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada dalam zona optimis (di atas 100) yaitu sebesar 123,1.

IKK tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan IKK pada bulan sebelumnya yang sebesar 124,8. Menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Onny Widjanarko, meski menurun, optimisme konsumen masih terjaga.

- Advertisement -

"Optimisme konsumen masih ditopang oleh persepsi mereka yang tetap positif terhadap kondisi ekonomi saat ini. Hal ini tercermin dari Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini sebesar 110,3 dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) sebesar 136,0," paparnya dalam keterangannya, Kamis (5/9).

Onny melanjutkan, persepsi konsumen tersebut didukung oleh keyakinan terhadap ketersediaan lapangan kerja dan pembelian barang tahan lama (durable goods) yang membaik. Di samping itu, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan juga masih berada pada level optimis.

- Advertisement -

Namun, dia mengakui, ekspektasi tersebut tidak sekuat bulan sebelumnya, terutama pada perkiraan terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja pada enam bulan mendatang.

Baca Juga:  Pulihkan Ekonomi dengan Sinergi dan Inovasi

"Pada Agustus 2019, indeks ekspektasi penghasilan menurun 3,2 poin dari bulan sebelumnya, begitu juga dengan ekspektasi konsumen terhadap tersedianya lapangan kerja pada 6 bulan ke depan yang menurun 3,4 poin," lanjutnya.

Selain itu, survei juga menunjukkan bahwa pendapatan responden rumah tangga yang digunakan untuk konsumsi pada Agustus 2019 sedikit menurun dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu dari 68,8 persen menjadi 68,6 persen. Di sisi lain, porsi menabung justru meningkat.

Menurunnya porsi konsumsi tersebut diikuti dengan meningkatnya porsi tabungan terhadap pendapatan dari 19,1 persen menjadi 19,2 persen. Namun, kata Onny, hasil survei juga mengindikasikan bahwa tekanan kenaikan harga pada 6 bulan mendatang diprediksi menurun.

Hal ini terlihat dari penurunan Indeks Ekspektasi Harga 6 bulan yang akan datang dari 174,9 pada bulan sebelumnya menjadi 170,0. Penurunan tersebut didukung oleh ketersediaan pasokan barang yang memadai dan kelancaran kegiatan logistik distribusi barang.

Baca Juga:  Jelang Idulfitri, Stok Pangan Aman tapi Distribusi Rawan

Peneliti INDEF Bhima Yudhistira menuturkan, penurunan optimisme konsumen tersebut adalah sinyal bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang cenderung melambat. Hal ini menjadi warning karena konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

"Untuk semester II ini, konsumsi rumah tangga jadi motor tapi pertumbuhannya bisa di bawah 5 persen, apalagi pemerintah berencana mencabut subsidi listrik untuk 900 VA dan BBM juga akan dilakukan penyesuaian (harga). Ini juga efeknya cukup signifikan terhadap daya beli masyarakat dan kepercayaan konsumen khususnya kalangan menengah ke bawah," ujarnya saat dihubungi, Kamis.

Untuk itu, Bhima menekankan bahwa pemerintah harus mampu menanggulangi dampak negatif dari perlambatan ekonomi terhadap konsumsi rumah tangga. Sebab, meski kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi cukup besar yakni mencapai 57 persen, namun daya dorongnya malah cenderung menurun di tahun ini.

"Sehingga pertumbuhan tahun ini bisa saja hanya 5 persen, sedangkan tahun depan malah bisa 4,9 persen," imbuhnya.

Sumber : Jawapos.co
Editor : Rinaldi

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari