Rabu, 18 September 2024

Pakar Prediksi Pasar Sawit Asia Pulih Tahun Depan

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tiga pasar utama produk minyak sawit Indonesia yaitu India, Tiongkok, dan Pakistan diprediksi pulih tahun depan. Tren peningkatan permintaan di tiga pasar utama Asia tersebut terlihat pada kuartal ketiga tahun 2020. Ini setelah ketiga negara tersebut mulai membuka kembali akses pelabuhan untuk kegiatan ekspor impor.

“Di India, pandemi Covid-19 menyebabkan konsumsi minyak sawit menurun hingga 30 persen. Pada bulan Oktober, impor minyak sawit turun dari 9,4 juta ton di tahun 2019 menjadi 7,2 juta ton di tahun 2020,” kata Executive Director Solvent Extractors Association of India Dr BV Mehta, saat menjadi pembicara dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (3/12/2020).

Mehta mengatakan tidak hanya pandemi. Penurunan konsumsi minyak sawit ini juga disebabkan adanya kebijakan pemerintah India yakni bea masuk safe guard duty dan dimasukannya RBD palm olein dalam daftar komoditas yang dibatasi. 

Ketidakpastian pasar masih membayangi pasar global namun naiknya permintaan pasar minyak nabati karena kebutuhan pangan dan kosmetik dinilai mampu mendorong pertumbuhan pasar industri minyak sawit Indonesia.

- Advertisement -

Negara-negara importir minyak sawit terbesar Asia dikenal sebagai negara padat penduduk yang mengalami peningkatan populasi tiap tahunnya. Selaras dengan hal tersebut, permintaan pasar diharapkan bisa meningkat di tahun 2021.

Permintaan minyak nabati di India dan Pakistan juga diproyeksikan akan terus meningkat. Mehta menjelaskan Impor minyak kelapa sawit dari Indonesia melebihi impor dari Malaysia, dan merupakan impor minyak nabati tertinggi di India dibandingkan dengan minyak nabati lain. Impor ini masih akan meningkat sejalan dengan peningkatan populasi dan konsumsi.

- Advertisement -
Baca Juga:  Buka Puasa Dirumah Bersama Novotel Pekanbaru

“Setidaknya 8,4 – 9 juta ton sawit akan dibutuhkan pasar India pada tahun 2021,” tukasnya.

Sementara itu Presiden Chamber of Commerce for Import and Export of Foodstuffs Native Produce and Animal By-Product China Cao Derong mengatakan, penurunan konsumsi minyak sawit juga terjadi di Republik Rakyat China. Triwulan pertama tahun 2020 impor minyak kelapa sawit turun signifikan menjadi 320 ribu ton. Semenjak bulan tersebut, volume ekspor sawit ke Cina terus menyusut.

“Memasuki Juni 2020, volume impor minyak sawit kembali merangkak naik dengan year-on-year hingga 25,5 persen seiring dengan kebijakan penanganan wabah Covid-19 oleh pemerintah setempat,” ujarnya.

Cao Derong mengungkapkan minyak sawit merupakan minyak nabati impor terbesar di China. Konsumi minyak sawit di China mencapai 40 persen dari total konsumsi yakni untuk industri kimia. Pada tahun 2019, Cina mengimpor 8,48 juta ton minyak sawit atau 66 persen dari total impor minyak nabati di Cina.

Sementara itu, 6,02 juta ton diantaranya diimpor dari Indonesia. Ia juga menyebutkan dikarenakan permintaan pasar yang cukup tinggi, China sangat bergantung pada impor minyak nabati terutama minyak sawit.

Baca Juga:  Pererat Silaturahmi, Corporate Affairs PT Chevron Kunjungi Riau Pos

“Dengan pemulihan ekonomi yang terjadi di tahun 2021 terutama di industri catering, konsumsi minyak sawit diperkirakan akan meningkat,” tutur Cao.

Namun Cao juga mengingatkan adanya dampak kebijakan insentif pemerintah malaysia terhadap pasar China.

“Pemerintah Malaysia memiliki kebijakan insentif yang besar untuk mengekspor minyak kelapa sawit ke China. Akibatnya, ada gap harga minyak kelapa sawit antara Malaysia dan Indonesia yang menghasilkan penurunan keseluruhan dalam pengadaan China dari Indonesia,” tambah Cao.

Sementara itu di Pakistan, hingga Oktober 2020, impor minyak sawit hanya mencapai 2,3 juta ton. Ketua Pakitsan Edible Oil Refiner Association (PEORA) Abdul Rasheed Jan Mohammad meragukan volume impor minyak sawit akan menjadi 3 juta ton di tahun ini.

Penurunan ini terjadi akibat pandemik pada semester satu dan harga minyak sawit yang tinggi sejak pertengahan tahun. Setidaknya 76 persen pangsa pasar minyak sawit di Pakistan dikuasai oleh Indonesia.

Dikatakan Jan Mohammad, tidak ada angka pasti yang diproyeksikan Pakistan untuk konsumsi minyak sawit. Selain itu, dengan terus meningkatnya harga sawit, dikhawatirkan India dan Pakistan akan kembali menerapkan bea masuk untuk industri sawit.

“Penetapan bea masuk oleh pemerintah Pakistan untuk beberapa industri dilakukan tidak hanya untuk melindungi pelaku industri dalam negeri, namun juga konsumen agar harga yang didapatkan tidak terlalu tinggi,” papar Jan Mohammad.

 

Laporan: Mujawaroh Annafi (Pekanbaru)

Editor: Afiat Ananda

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tiga pasar utama produk minyak sawit Indonesia yaitu India, Tiongkok, dan Pakistan diprediksi pulih tahun depan. Tren peningkatan permintaan di tiga pasar utama Asia tersebut terlihat pada kuartal ketiga tahun 2020. Ini setelah ketiga negara tersebut mulai membuka kembali akses pelabuhan untuk kegiatan ekspor impor.

“Di India, pandemi Covid-19 menyebabkan konsumsi minyak sawit menurun hingga 30 persen. Pada bulan Oktober, impor minyak sawit turun dari 9,4 juta ton di tahun 2019 menjadi 7,2 juta ton di tahun 2020,” kata Executive Director Solvent Extractors Association of India Dr BV Mehta, saat menjadi pembicara dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (3/12/2020).

Mehta mengatakan tidak hanya pandemi. Penurunan konsumsi minyak sawit ini juga disebabkan adanya kebijakan pemerintah India yakni bea masuk safe guard duty dan dimasukannya RBD palm olein dalam daftar komoditas yang dibatasi. 

Ketidakpastian pasar masih membayangi pasar global namun naiknya permintaan pasar minyak nabati karena kebutuhan pangan dan kosmetik dinilai mampu mendorong pertumbuhan pasar industri minyak sawit Indonesia.

Negara-negara importir minyak sawit terbesar Asia dikenal sebagai negara padat penduduk yang mengalami peningkatan populasi tiap tahunnya. Selaras dengan hal tersebut, permintaan pasar diharapkan bisa meningkat di tahun 2021.

Permintaan minyak nabati di India dan Pakistan juga diproyeksikan akan terus meningkat. Mehta menjelaskan Impor minyak kelapa sawit dari Indonesia melebihi impor dari Malaysia, dan merupakan impor minyak nabati tertinggi di India dibandingkan dengan minyak nabati lain. Impor ini masih akan meningkat sejalan dengan peningkatan populasi dan konsumsi.

Baca Juga:  Semangat Berbagi, Pertagas Salurkan 169 Hewan Kurban

“Setidaknya 8,4 – 9 juta ton sawit akan dibutuhkan pasar India pada tahun 2021,” tukasnya.

Sementara itu Presiden Chamber of Commerce for Import and Export of Foodstuffs Native Produce and Animal By-Product China Cao Derong mengatakan, penurunan konsumsi minyak sawit juga terjadi di Republik Rakyat China. Triwulan pertama tahun 2020 impor minyak kelapa sawit turun signifikan menjadi 320 ribu ton. Semenjak bulan tersebut, volume ekspor sawit ke Cina terus menyusut.

“Memasuki Juni 2020, volume impor minyak sawit kembali merangkak naik dengan year-on-year hingga 25,5 persen seiring dengan kebijakan penanganan wabah Covid-19 oleh pemerintah setempat,” ujarnya.

Cao Derong mengungkapkan minyak sawit merupakan minyak nabati impor terbesar di China. Konsumi minyak sawit di China mencapai 40 persen dari total konsumsi yakni untuk industri kimia. Pada tahun 2019, Cina mengimpor 8,48 juta ton minyak sawit atau 66 persen dari total impor minyak nabati di Cina.

Sementara itu, 6,02 juta ton diantaranya diimpor dari Indonesia. Ia juga menyebutkan dikarenakan permintaan pasar yang cukup tinggi, China sangat bergantung pada impor minyak nabati terutama minyak sawit.

Baca Juga:  Dirikan Badan Khusus, Raup Untung Miliaran Ringgit

“Dengan pemulihan ekonomi yang terjadi di tahun 2021 terutama di industri catering, konsumsi minyak sawit diperkirakan akan meningkat,” tutur Cao.

Namun Cao juga mengingatkan adanya dampak kebijakan insentif pemerintah malaysia terhadap pasar China.

“Pemerintah Malaysia memiliki kebijakan insentif yang besar untuk mengekspor minyak kelapa sawit ke China. Akibatnya, ada gap harga minyak kelapa sawit antara Malaysia dan Indonesia yang menghasilkan penurunan keseluruhan dalam pengadaan China dari Indonesia,” tambah Cao.

Sementara itu di Pakistan, hingga Oktober 2020, impor minyak sawit hanya mencapai 2,3 juta ton. Ketua Pakitsan Edible Oil Refiner Association (PEORA) Abdul Rasheed Jan Mohammad meragukan volume impor minyak sawit akan menjadi 3 juta ton di tahun ini.

Penurunan ini terjadi akibat pandemik pada semester satu dan harga minyak sawit yang tinggi sejak pertengahan tahun. Setidaknya 76 persen pangsa pasar minyak sawit di Pakistan dikuasai oleh Indonesia.

Dikatakan Jan Mohammad, tidak ada angka pasti yang diproyeksikan Pakistan untuk konsumsi minyak sawit. Selain itu, dengan terus meningkatnya harga sawit, dikhawatirkan India dan Pakistan akan kembali menerapkan bea masuk untuk industri sawit.

“Penetapan bea masuk oleh pemerintah Pakistan untuk beberapa industri dilakukan tidak hanya untuk melindungi pelaku industri dalam negeri, namun juga konsumen agar harga yang didapatkan tidak terlalu tinggi,” papar Jan Mohammad.

 

Laporan: Mujawaroh Annafi (Pekanbaru)

Editor: Afiat Ananda

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari