MOSKOW (RIAUPOS.CO) — Sikap pemerintah Rusia sedikit melunak setelah bisnis global terguncang gara-gara perang harga minyak. Mereka mengatakan bahwa kesempatan negosiasi belum berakhir. Tapi, Negeri Beruang Merah sepertinya tak ingin dampak ekonomi yang diderita berlanjut.
"Saya ingin tegaskan bahwa pintu (negosiasi, red) belum tertutup," ujar Menteri Energi Rusia Alexander Novak kepada Agence France-Presse.
Novak menjelaskan, penolakan proposal OPEC pekan lalu bukan berarti Rusia tak ingin bekerja sama. Menurut dia, Rusia terbuka terhadap segala kemungkinan. Termasuk, menjaga keseimbangan pasokan minyak bumi untuk mengangkat harga minyak mentah internasional.
Rusia dianggap sebagai biang kerok guncangan finansial yang baru saja terjadi. Negeri itu menolak usul OPEC untuk mengurangi produksi minyak sebanyak 1,5 juta barel per hari. Menurut perusahaan domestik, pengurangan produksi bakal membuat daya kompetitif Rusia jatuh terhadap produsen minyak shale dari AS.
Namun, hal tersebut membuat Arab Saudi meradang. Mereka mulai memotong harga minyak untuk pengantaran April. Hal itu membuat harga minyak internasional jatuh ke rekor terendah selama empat tahun belakangan. Kemarin Saudi Aramco mengumumkan bakal meningkatkan produksi. "Kami akan memasok konsumen dengan 12,3 juta barel per hari pada April," tulis raksasa migas milik Kerajaan Arab Saudi itu.
Untung, bursa berjangka minyak dan saham tak lagi turun. Kemarin saham-saham FTSE 100 Index di Bursa London naik 4 persen. Sedangkan harga minyak sudah naik sebanyak 10 persen. Gairah investor tergugah saat mendengar berita kunjungan Xi Jinping di Wuhan. Hal tersebut membuat pegiat bisnis berharap persebaran virus korona segera berakhir.
"Kalau di hari biasa, mungkin kenaikan sebanyak itu menjadi pertanda baik. Tapi, dunia baru saja mengalami kerugian besar kemarin," ujar Craig Erlam dari OANDA.
Di saat yang sama, bursa Rusia turun 10 persen. Karena itu, Rusia sepertinya tak ingin memperpanjang masalah. Mereka mencari cara agar OPEC bisa setuju dengan pengurangan produksi sebesar 500 ribu barel per hari pada 2020. Hal itu sudah disepakati pada pertemuan Desember lalu.
"Kalau perlu, kami juga bisa menambah produksi 200 ribu–300 ribu barel per hari. Bahkan hingga 500 ribu barel," ancam Novak.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump sepertinya tak memedulikan keributan yang terjadi. Pemimpin negara produsen minyak bumi terbesar itu menganggap jatuhnya harga minyak internasional tak punya dampak buruk terhadap AS. "Harga BBM (bahan bakar minyak, red) turun merupakan kabar baik bagi konsumen," ujar Trump seperti yang dilansir CNBC.
Trump mengatakan, persaingan antara Arab Saudi dan Rusia bukanlah satu-satunya penyebab turunnya pasar finansial. Tapi juga berita yang beredar di media massa. Dia menegaskan bahwa ekonomi AS bakal terus tumbuh meski konflik tersebut berlanjut.(bil/c11/dos/afp)