(RIAUPOS.CO) – Penyakit saraf kerjepit, terjadi dimulai dari aktifitas fisik yang berlebihan, salah dalam posisi kerja atau duduk yang terlalu lama, salah posisi mengangkat atau berbeban dan cedera akibat jatuh atau kecelakaan. Bahkan, hampir 50 persen lebih penderita saraf kejepit berada di usia produktif, yang selalu banyak melakukan aktifitas fisik setiap harinya.
Hal ini disampaikan oleh Dokter Spesialis Saraf RS Awal Bros Panam dr Muhammad Iqbal MKes SpS. Kata dia, saraf kejepit yang sering dikeluhkan pasien adalah berupa rasa kebas, panas, kram, nyeri sampai kelemahan pada anggota gerak yang diakibatkan oleh penekanan/iritasi saraf pada kelainan otot, tendon atau jaringan lunak penyokong tulang, tulang, sendi dan bantalan sendi pada tulang belakang ,mulai dari leher sampai tulang kedudukan.
Gangguan pada saraf menimbulkan rasa nyeri mulai dari ringan sampai yang luar biasa hebat sehingga menggaggu produktifitas seseorang . Saraf kejepit biasanya terjadi di bagian tulang belakang dari leher sampai ke punggung bawah.
Secara umum, saraf kejepit dapat membaik dalam hitungan hari hingga minggu. Namun, jika gejala yang dialami tidak kunjung reda, sebaiknya mintalah saran dari dokter maupun terapis kepercayaan Anda mengenai perawatan lanjutan yang perlu dilakukan.
Selain penjepitan/iritasi saraf pada tulang belakang sering juga penjepitan/ iritasi saraf pada pergelangan tangan yg biasa di sebut CTS (carpal tunnel syndrom). Biasanya keluhan berupa kebas dan nyeri yg menjalar ke ujung jari-jari tangan. Kadang sampai menggangu tidur karena rasa kebas/baal dan nyeri tersebut.
Di samping pemberian obat, penyuntikan, fisioterapi, terkadang, pembedahan diperlukan untuk menghilangkan rasa sakit dan kebas dari saraf yang terjepit tersebut. Biasanya dokter akan menganjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas yang menyebabkan nyeri atau rasa tak nyaman. Selain itu, langkah penanganan tepat dalam menagani saraf terjepit berupa terapi fisik. Biasanya seorang terapis fisik dapat mengajarkan latihan yang memperkuat dan meregangkan otot di area yang terkena dampak untuk mengurangi tekanan pada saraf.
Terapis mungkin juga akan merekomendasikan cara lain agar tidak mengalami saraf yang terjepit lagi. Bahkan, berenang sering direkomendasikan oleh dokter dan ahli terapi fisik sebagai terapi bagi penderita saraf kejepit.
Bed rest berlebihan ternyata justru melemahkan otot pasien yang membuat sendi semakin menegang. Ketika pasien berada di dalam air, berat badan pasien akan terasa lebih berkurang sehingga mampu mengurangi beban tubuh ketika bergerak. Selain sebagai terapi fisik, berenang juga mampu menguatkan otot tulang belakang.
“Mungkin banyak yang tidak sadar. Kalau berenang adalah pengobatan yang tepat dalam mengatasi syaraf kejepit. Karena seluruh sistem motorik tubuh sudah pasti ikut mengalami pergerakan sehingga rasa rilek didalam tubuh turut membuat syaraf kembali berfungsi secara normal,” ucapnya.
Di samping terapi fisik , berenang dan pengunaan obat pengurang nyeri bisa di berikan pada penderita. Harus di tekankan jangan sampai menggunakan obat anti nyeri dalam waktu yang lama, karena bisa berdampak tidak baik pada lambung dan juga ginjal.
Untuk mengurangi pemakaian obat, dokter juga bisa memberikan obat berupa suntikan ke tempat saraf yang terjepit tersebut . Untuk mengetahui dimana penyempitannya dan supaya suntikan bisa tepat pada sasarannya di gunakan alat bantu seperti C arm atau USG.Langkah terakhir yaitu berupa operasi. Jenis operasi yang dilakukan juga tidak selalu sama, tergantung lokasi saraf terjepit. Dan saat ini operasi pun sudah bisa dilakukan dg luka yg sangat kecil dan pasien dalam keadaan sadar selama operasi dan bisa rawat jalan dalam waktu yang singkat.
“Setiap pasien yang datang kita akan melakukan pemerikasan secara menyeluruh dengan mulai dari rontgen, ct scan atau pun MRI sehingga saraf yang bermasalah dapat diketahui dan dilakukan tindakan secara tepat. Upaya kita untuk melakukan pencegahan agar tidak mengalami saraf kejepit dengan cara melakukan gerakan sesuai fungsi otot dan sendi juga peregangan pada anggota tubuh, cara duduk dan bekerja yang sesuai ergonomik, tidur dengan posisi yang benar, serta menjalani hidup sehat yang dibarengi dengan olahraga teratur,” tegasnya.(nda)
Laporan Prapti Dwi Lestari, Pekanbaru