Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Siswa Bunuh Diri Akibat Tugas, Nadiem Diminta Punya Formulasi Lain

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi bunuh diri terjadi pada seorang siswi SMA di Gowa, Sulawesi Selatan berinisial MI (16). Dia nekat bunuh diri dengan meminum racun rumput pada Sabtu (17/10) pekan lalu.

Peristiwa itu diduga lantaran beban tugas daring yang menumpuk dari para gurunya. Apalagi sulitnya akses internet di tempat tinggalnya menyebabkan tugas-tugas daringnya menumpuk dan membuat dirinya stres.

Mengenai itu, Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia Muhammad Ramli Rahim pun geram melihat hal ini. Ia menuturkan bahwa pemberian tugas berlebihan akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) dapat menimbulkan stres yang dapat berujung fatal.

“Kejadian ini menurut kami bukan kejadian tunggal. Stres yang dialami siswa akibat PJJ yang tidak memiliki standar khusus sangat memberatkan siswa, tugas-tugas guru telah mengakibatkan depresi terhadap siswa yang akhirnya dapat berujung pada kejadian bunuh diri seperti ini,” ungkap dia dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Senin (19/10).

Kemudian juga jumlah mata pelajaran yang sangat banyak, ditambah dengan mudahnya guru memberikan tugas kepada siswa menjadi beban yang begitu berat bagi siswa. Apalagi 14 sampai 16 mata pelajaran tentu bukan sesuatu yang mudah, ditambah dengan dukungan jaringan internet yang tidak memadai.

Baca Juga:  Heboh Video Wahana Permainan Ekstrem di Korea Selatan

Sejak awal, pria yang juga merupakan Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) sudah meminta pemerintah pusat dan menyampaikan langsung ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim soal beban mata pelajaran yang dialami oleh siswa. Ini sesungguhnya menjadi masalah utama rendahnya kualitas pendidikan dalam negeri.

“Namun hingga saat ini upaya penyederhanaan kurikulum tampaknya masih mengalami jalan buntu. Nadiem Makarim seolah tidak punya formulasi untuk menuntaskan masalah jumlah mata pelajaran yang sangat membebani anak didik ini,” imbuh dia.

Begitu juga dengan standar penugasan oleh guru yang tidak diatur, baik oleh Kemendikbud, Dinas Pendidikan (Disdik) provinsi serta kabupaten/kota. Jika setiap guru memberikan satu tugas setiap minggu, maka setiap siswa akan mendapatkan 14 hingga 16 tugas yang harus dituntaskan sebelum mata pelajaran dilanjutkan minggu depannya. Dan itu akan terus seperti itu secara berulang.

Baca Juga:  Langsung Tancap Gas, Felisya Angelista-Caesar Hito Ingin Anak Kembar

“Tetapi mereka tidak memperhitungkan secara komprehensif beban tugas yang diberikan ke siswa tersebut,” tutur dia.

Kejadian bunuh diri oleh siswa di kabupaten Gowa Ini seharusnya menjadi alarm yang sangat keras kepada pemerintah bahwa masalah penugasan-penugasan ini adalah sesuatu yang sangat serius. Karena bisa memberikan dampak depresi kepada siswa.

“Seharusnya kepala sekolah dan para guru konseling mampu mengetahui dan mengukur beban yang dialami oleh siswa akibat banyaknya penugasan penugasan yang dilakukan oleh para guru di suatu sekolah terhadap 1 siswa sehingga bisa menjadi standar bagi guru-guru di sekolah tersebut untuk memberikan penugasan kepada siswanya,” tambahnya.

Setiap daerah juga harus mempertimbangkan kemampuan jaringan internet di daerahnya dan ketersediaan alat pendukung PJJ, baik berupa tablet, smartphone maupun laptop dan komputer di daerah tersebut yang dimiliki oleh siswanya. Lalu, mempertimbangkan kemampuan ekonomi siswa di daerah-daerah tersebut.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Aksi bunuh diri terjadi pada seorang siswi SMA di Gowa, Sulawesi Selatan berinisial MI (16). Dia nekat bunuh diri dengan meminum racun rumput pada Sabtu (17/10) pekan lalu.

Peristiwa itu diduga lantaran beban tugas daring yang menumpuk dari para gurunya. Apalagi sulitnya akses internet di tempat tinggalnya menyebabkan tugas-tugas daringnya menumpuk dan membuat dirinya stres.

- Advertisement -

Mengenai itu, Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia Muhammad Ramli Rahim pun geram melihat hal ini. Ia menuturkan bahwa pemberian tugas berlebihan akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) dapat menimbulkan stres yang dapat berujung fatal.

“Kejadian ini menurut kami bukan kejadian tunggal. Stres yang dialami siswa akibat PJJ yang tidak memiliki standar khusus sangat memberatkan siswa, tugas-tugas guru telah mengakibatkan depresi terhadap siswa yang akhirnya dapat berujung pada kejadian bunuh diri seperti ini,” ungkap dia dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Senin (19/10).

- Advertisement -

Kemudian juga jumlah mata pelajaran yang sangat banyak, ditambah dengan mudahnya guru memberikan tugas kepada siswa menjadi beban yang begitu berat bagi siswa. Apalagi 14 sampai 16 mata pelajaran tentu bukan sesuatu yang mudah, ditambah dengan dukungan jaringan internet yang tidak memadai.

Baca Juga:  Pemerintah Indonesia Tempuh Diplomasi Bantu Muslim Uighur

Sejak awal, pria yang juga merupakan Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) sudah meminta pemerintah pusat dan menyampaikan langsung ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim soal beban mata pelajaran yang dialami oleh siswa. Ini sesungguhnya menjadi masalah utama rendahnya kualitas pendidikan dalam negeri.

“Namun hingga saat ini upaya penyederhanaan kurikulum tampaknya masih mengalami jalan buntu. Nadiem Makarim seolah tidak punya formulasi untuk menuntaskan masalah jumlah mata pelajaran yang sangat membebani anak didik ini,” imbuh dia.

Begitu juga dengan standar penugasan oleh guru yang tidak diatur, baik oleh Kemendikbud, Dinas Pendidikan (Disdik) provinsi serta kabupaten/kota. Jika setiap guru memberikan satu tugas setiap minggu, maka setiap siswa akan mendapatkan 14 hingga 16 tugas yang harus dituntaskan sebelum mata pelajaran dilanjutkan minggu depannya. Dan itu akan terus seperti itu secara berulang.

Baca Juga:  Langsung Tancap Gas, Felisya Angelista-Caesar Hito Ingin Anak Kembar

“Tetapi mereka tidak memperhitungkan secara komprehensif beban tugas yang diberikan ke siswa tersebut,” tutur dia.

Kejadian bunuh diri oleh siswa di kabupaten Gowa Ini seharusnya menjadi alarm yang sangat keras kepada pemerintah bahwa masalah penugasan-penugasan ini adalah sesuatu yang sangat serius. Karena bisa memberikan dampak depresi kepada siswa.

“Seharusnya kepala sekolah dan para guru konseling mampu mengetahui dan mengukur beban yang dialami oleh siswa akibat banyaknya penugasan penugasan yang dilakukan oleh para guru di suatu sekolah terhadap 1 siswa sehingga bisa menjadi standar bagi guru-guru di sekolah tersebut untuk memberikan penugasan kepada siswanya,” tambahnya.

Setiap daerah juga harus mempertimbangkan kemampuan jaringan internet di daerahnya dan ketersediaan alat pendukung PJJ, baik berupa tablet, smartphone maupun laptop dan komputer di daerah tersebut yang dimiliki oleh siswanya. Lalu, mempertimbangkan kemampuan ekonomi siswa di daerah-daerah tersebut.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari