JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Jelang penetapan upah minimum 2021, serikat pekerja/buruh menuntut agar komponen kebutuhan hidup layak (KHL) ditambah tahun depan. Sehingga, upah minimum juga ikut terkerek naik.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, pandemi bukan alasan untuk tidak menaikkan upah/gaji pekerja di tahun depan. Mengingat, kondisi tahun ini sudah cukup sulit bagi pekerja terlebih dengan hadirnya RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.
"Saya kira itu bukan alasan. Sebab kalau itu terjadi (upah tidak naik, red) buruh akan semakin tersudut dan terpuruk," ujarnya, Ahad (18/10).
Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus berhitung. Bila upah tidak naik, maka konsumsi dan daya beli masyarakat akan semakin menurun. Apalagi saat ini, harga barang semakin tinggi. Hal ini tentu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
"Kalau upah minimum tidak naik, perekonomian bakal semakin tenggelam nanti. Sekarang saja sudah minus," ungkapnya.
Kondisi ini tentu bisa semakin parah. Mengingat, banyak pekerja yang dirumahkan dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Tentu ini menjadi masalah baru terkait konsumsi di grass roots.
"Pemerintah dan pengusaha harus melihat ini sebagai cara untuk melindungi buruh," tegasnya.
Kenaikan yang dituntut buruh tentu secara proporsional. Menurutnya, buruh juga memahami situasi saat ini. Namun, perlu digarisbawahi bila tidak semua perusahaan mengalami dampak buruk dari pandemi Covid-19 ini. Bidang manufaktur dinilai yang masih cukup stabil, tidak ada yang ditutup dan sangat sedikit pegawai yang dirumahkan.
"Proporsional lah. Jangan tidak naik sama sekali," tuturnya. Terlebih, tahun depan KHL sudah naik dari 60 menjadi 64 komponen.
"Kalau ini berubah berarti kan kenaikannya harus ada," sambungnya.
Nah, bagi sektor tertentu yang memang tidak mampu untuk menaikkan upah minimum, Elly merekomendasikan adanya bipartit dengan serikat pekerja/buruh. Perusahaan bisa berdiskusi mengenai alasan ketidakmampuan tersebut. Apabila terkait pendapatan, maka wajib menjabarkan posisi keuangan perushaaan. Sehingga, ada solusi bersama yang dapat disepakati. "Jadi ada win-win solution. Tapi jangan juga dibohongi pekerjanya dengan bilang rugi padahal tidak," keluhnya.
Namun, apabila pengusaha dan pemerinath sepakat tak ada kenaikan, Elly mengatakan, bisa jadi membuat semua tidak nyaman. Gelombang aksi turun ke jalan bisa lebih masif lagi.
Desakan kenaikan upah ini juga disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Dia bahkan secara tegas menolak permintaan kalangan pengusaha yang meminta agar di tahun depan tidak ada kenaikan upah minimum.
Menurutnya, jika upah minimum tidak naik maka akan membuat situasi semakin panas. Mengingat saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Di mana seiring dengan penolakan omnibus law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik.
"Sehingga aksi-aksi akan semakin besar," tegasnya.
Menurut Iqbal, alasan upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Terlebih ketika dibandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen. Padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen.
"Jadi tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan karena pertumbuhan ekonomi sedang minus," ujarnya.
Di tahun depan, Iqbal mengatakan, kenaikan upah yang ideal adalah sebesar 8 persen. Hal ini didasarkan pada kenaikan upah rata-rata selama 3 tahun terakhir. Lebih lanjut dia menyatakan, bila kenaikan tidak dipenuhi maka daya beli masyarakat juga akan semakin turun. Akibatnya, tingkat konsumsi juga akan jatuh. "Ujung-ujungnya berdampak negatif buat perekonomian," katanya.
Ia pun sepakat bahwa kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional. Sebab, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi Covid-19. Dengan kata lain, bagi perusahaan yang masih mampu harus menaikkan upah minimum. Lalu untuk perusahaan yang memang tidak mampu, undang-undang sudah menyediakan jalan keluar dengan melakukan penangguhan upah minimum.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah sempat menyinggung soal soal penetapan upah minimum di tahun depan. Ia menegaskan, belum akan menggunakan RUU Cipta Kerja nantinya. Hal ini berkaitan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang masih negatif akibat pandemi.
Selain itu, ia mengaku, telah mendapat masukan dari dewan pengupahan nasional mengenai penetapan upah minimum 2021. Penetapan diusulkan untuk mengikuti UMP 2020.
"Karena kalau kita paksakan mengikuti PP 78/2015 atau UU baru ini pasti akan banyak perusahan yang tidak mampu membayar UMP-nya," ujarnya.
Diakuinya, jika merujuk pada PP 78/2015,disebutkan bahwa dalam kurun waktu lim atahun harus ada peninjauan komponen kebutuhan hidup layak (KHL). KHL ini masuk dalam hitungan penentuan upah minimum. Nah, pembaharuan ini harusnya dilakukan di tahun ini untuk penetapan UMP 2021.
"Memang ada perubahan komponen KHL untuk 2021. Namun demikian, kita semua tahu akibat pandemi pertumbuhan ekonomi minus. Sehingga, tidak memungkinkan bagi pemerintah menetapkan secara normal sebagaimana peraturan pemerintah maupun perturan perundang-undangan," ujarnya.(mia/jpg)