JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada) akhirnya mendapat tambahan dari APBN. Tambahan dana tersebut dipakai untuk membiayai berbagai kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan protokol kesehatan dalam pilkada.
"Kami putuskan untuk memberi Rp1 triliun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat (RDP) secara virtual kemarin (11/6).
Angka pasti yang disebut Sri Mulyani itu adalah Rp1,02 triliun. Dana tersebut diberikan kepada jajaran KPU dan Bawaslu untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) selama tahapan pelaksanaan pilkada yang dimulai pada 15 Juni.
Kemendagri telah meminta 270 daerah yang akan mengadakan pilkada untuk menghitung ulang kemampuan anggaran masing-masing. Hingga kemarin, sudah ada 204 daerah yang memberikan jawaban. Hasilnya, 65 menyatakan tak sanggup menambah dana pilkada dari APBD. Lalu, 42 daerah meminta sebagian dana disuplai APBN. Kemudian, 97 daerah menyatakan mampu memenuhi dengan APBD maupun mengefisienkan kebutuhan sebelumnya. "Itu belum termasuk sisa 66 daerah lainnya yang belum memberi respons," kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Dengan demikian, ada kemungkinan kucuran APBN bertambah lagi. Apalagi, dalam RDP kemarin, dana tambahan yang diusulkan KPU mencapai Rp4,77 triliun dan Bawaslu Rp478 miliar. Hanya, rapat memutuskan agar sisa kebutuhan tambahan itu dibahas lebih lanjut. Sri Mulyani mengaku akan me-review dokumen yang diajukan KPU dan Bawaslu terlebih dahulu. Selain itu, pemerintah masih menunggu jawaban dari 66 daerah yang belum menyampaikan laporan kesanggupannya.
Mendagri menegaskan, APBN hanya bersifat membantu jika daerah benar-benar tidak mampu memenuhi tambahan anggaran. "Kami mengutamakan APBD lebih dulu," kata Tito.
Rapat kemarin berjalan sangat alot. Dimulai pukul 13.00 WIB, rapat baru tuntas tadi malam, pukul 20.30. Sikap pemerintah yang ingin agar tambahan anggaran diprioritaskan dari APBD tidak sejalan dengan KPU. KPU ingin tambahan anggaran sepenuhnya di-cover APBN. Ketua KPU Arief Budiman beralasan, proses penganggaran melalui APBN lebih mudah. Apalagi, tahapan pilkada bakal dimulai empat hari lagi.
Arief juga sempat tidak setuju dengan sikap pemerintah yang baru bersedia mengucurkan Rp1,02 triliun. Jauh dari usulannya sebesar Rp4,77 triliun. Dia berharap ada kepastian anggaran.
"Dalam pilkada ada prinsip kepastian, kalau anggaran nggak cukup bisa berhenti di jalan," tuturnya. Namun, pada akhirnya, KPU bisa menerima setelah Mendagri memberikan jaminan realisasi anggaran tahap selanjutnya. Rencananya, pemerintah bersama penyelenggara pilkada melakukan rapat lanjutan selambat-lambatnya 17 Juni 2020.
Meski sudah ada kesepakatan pendanaan, kesiapan pelaksanaan pilkada masih jauh dari ideal. Yang paling terlihat, pengadaan alat protokol kesehatan belum diputuskan meski tahapan dimulai Senin (15/6).
Peserta rapat juga belum memutuskan apakah pengadaan dilakukan penyelenggara pilkada atau pemerintah. KPU dan Bawaslu sendiri mengaku kesulitan jika harus melakukan pengadaan di tengah berlangsungnya tahapan. Ketua Bawaslu Abhan mengusulkan pengadaan dilakukan pemerintah melalui gugus tugas. "Sehingga kami tinggal menerima," ujarnya.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo sendiri menyatakan kesiapannya. "Kalau kami diberi tugas, ya kami siap saja. Yang penting, kami diberi payung hukum agar tidak menjadi masalah di kemudian hari," ungkapnya. Namun, hingga rapat ditutup, soal pengadaan belum dapat diputuskan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menuturkan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) terkait potensi sengketa pilkada. "Kami mendiskusikan tentang proses peradilan yang cepat," ungkap dia.
Mahfud mencontohkan sengketa pilkada terkait persyaratan peserta. "Tentang keabsahan ijazah, tentang orang memenuhi syarat sebagai peserta atau tidak. Itu agar peradilannya bisa cepat," imbuhnya.
Dia berharap MA bisa memproses sidang terkait hal itu dengan cepat. Berdasar hasil koordinasi yang sudah dilaksanakan, MA menyanggupi. "MA sedang menyiapkan skedul untuk itu," tambah dia.
Dari total 270 daerah yang bakal mengadakan pilkada, menurut Mahfud, sebagian besar sepakat tidak ada pengunduran jadwal.
"Kalau dilihat persentasenya, lebih dari dua pertiga bersemangat untuk segera dilaksanakan (pilkada)," kata dia.
Pro-kontra di masyarakat dianggap biasa oleh Mahfud. "Setiap ada apa-apa pasti ada yang setuju ada yang tidak," imbuhnya.
Pemerintah, penyelenggara pemilu, maupun DPR sepakat tidak memundurkan pelaksanaan pilkada serentak tahun ini. Mereka yakin 9 Desember agenda pesta demokrasi tersebut bisa dilaksanakan. Walau saat ini pemerintah masih sibuk mengurus masalah pandemi virus corona, Mahfud percaya persiapan penyelenggaraan pilkada tetap bisa dilaksanakan.
"Kalau menunggu kapan corona selesai juga tidak ada yang tahu kapan," ujarnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi