JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyebutkan, kegiatan ekonomi global terganggu akibat wabah virus corona. Perputaran uang menjadi lambat, aktivitas ekonomi lesu.
â€Ujung-ujungnya, memengaruhi daya beli masyarakat. Tenaga kerja di seluruh negara pun terdampak,†kata Heri di ITS Office Tower, Pasar Minggu, kemarin.
Hubungan ekonomi Indonesia dengan China sedang hangat-hangatnya. Makin erat. Baik dalam sektor industri, jasa, maupun pariwisata. Sektor yang terakhir disebut itu paling awal terkena imbas wabah Covid-19. Ditutupnya penerbangan ke atau dari Tiongkok menimbulkan efek domino. Merugikan maskapai, perhotelan, dan industri kuliner. Pemasukan dari sektor tersebut anjlok.
Begitu pula sektor manufaktur. â€Indonesia mengimpor banyak bahan baku dari Tiongkok. Apalagi, Wuhan adalah kota industri dan jasa. Banyak pabrikan, mulai industri hilir, intermediet, hingga bahan baku,†jelasnya. Praktis, suplai bahan baku dari Tiongkok berkurang. Bahkan langsung stop. Akibatnya, terjadi kelangkaan di dalam negeri. Misalnya, bahan baku untuk barang elektronik maupun otomotif yang sangat bergantung Negeri Panda.
â€Tiba-tiba mereka stop atau kurang, pasti kita akan kena shock. Pasti terganggu,†ujar Heri. Akibatnya, akan terjadi kelangkaan barang, minimnya produksi, dan inflasi. Selain itu, daya beli masyarakat terpengaruh.
Untuk ekspor, Indonesia mengirim banyak batu bara dan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar industri di China. Dengan melambatnya aktivitas ekonomi di sana, tentu kuantitas ekspor Indonesia juga berkurang.
Lantas, bagaimana solusinya? Heri menyebutkan, Indonesia harus segera mencari dan memetakan negara lain sebagai alternatif untuk mengganti peran Tiongkok dalam perdagangan internasional. Yang memiliki barang sama kompetitifnya dengan China dan bisa diterima industri tanah air. Misalnya, impor bahan baku komponen elektronik. â€Selain dari China, mana lagi sih yang bisa menyediakan? Yang harganya sama murahnya dengan China atau yang kualitasnya sama. Sehingga cocok dengan industri tanah air,†urainya. Tujuannya, industri tidak kekurangan bahan baku. â€Jika tidak segera, keburu mengalami kelangkaan duluan. Kita berpacu dengan waktu,†imbuh Heri.
Untuk kompensasi ekspor, China sudah ibarat langganan Indonesia. Karena itu, pemerintah harus mencari langganan negara lain. Dia menyadari, konsekuensi dari ketergantungan, ketika negara pasar kolaps, dampaknya langsung terasa. Karena itu, harus membuat banyak keranjang. Apalagi, sebenarnya negara-negara mitra dagang China mengalami gangguan serupa dengan Indonesia. â€Di situ kita bisa mengisi. Eh, kamu daripada beli dari Tiongkok nggak ada barangnya, beli dari Indonesia. Kita bisa menyediakan penggantinya. Tapi, itu butuh waktu jangka menengah setidaknya,†ucapnya. Upaya tersebut harus dimulai. Jika tidak, Indonesia akan kehilangan momentum.
Heri sangat yakin bahwa bukan cuma Indonesia yang akan bertindak demikian. Vietnam juga akan benar-benar memanfaatkan momentum wabah virus corona untuk mencari peluang. Usaha yang sama bisa diterapkan untuk sektor pariwisata. Tapi, pemerintah harus getol mempromosikan daerah wisatanya untuk go international.
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho menuturkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan terkoreksi 0,19 persen hingga 0,29 persen. â€Pertumbuhan akan berada di angka 4,84 persen untuk kasus moderat dan hanya mencapai 4,74 persen jika kepanikan terus meluas,†tuturnya di kantor LIPI kemarin.
Agus menjelaskan, sektor pariwisata akan terdampak paling awal. Potensi kerugian devisa dari sektor pariwisata mencapai USD 2 miliar atau sekitar Rp 27,9 triliun. Angka itu didapat dari simulasi berdasar catatan pariwisata 2019. Tahun lalu ada 2 juta turis asal Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia. Mereka rata-rata tinggal di Indonesia selama enam hari dan menghabiskan USD 157 per orang per hari. Asumsinya, seluruh turis asal Tiongkok menunda atau membatalkan kunjungan ke Indonesia tahun ini.
Dengan demikian, suntikan dana stimulus Rp 10 triliun dari pemerintah masih terhitung kecil.
Agus juga mengatakan, aspek perdagangan Indonesia akan terganggu. Saat ini ada lebih dari 495 jenis komoditas dengan tujuan ekspor ke Tiongkok. Sebaliknya, ada 499 jenis komoditas yang diimpor Indonesia dari Tiongkok. Komoditas yang diekspor maupun diimpor itu tentu terganggu akibat wabah korona.
Agus berharap pemerintah segera melakukan operasi pasar. Apalagi, Ramadan tinggal menghitung hari. Jangan sampai terjadi kenaikan harga bahan pokok menghadapi Ramadan secara signifikan.
Dia mengatakan, adanya virus korona di China bisa membuat gudang-gudang penyimpanan di dalam negeri kosong. Padahal, kebutuhan memasuki bulan puasa meningkat. Akibatnya, harga akan naik secara drastis.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman