JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan, aparat kepolisian telah mendatangi kediaman istri politikus PDI Perjuangan Harun Masiku di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sebab beredar kabar, Harun sempat pulang ke rumahnya yang secara terang-terangan itu disebutkan oleh istrinya, bernama Hilda.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyatakan, polisi tidak menemukan Harun Masiku ketika menyambangi rumah istri Harun yang berlokasi di Perumahan Bajeng Permai, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa. KPK berupaya semaksimal mungkin untuk menemukan Harun.
“Dari Polri juga sudah mencari bergerak ke tempat yang informasi teman media di Gowa itu. Namun kan ternyata tidak ada,” kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (21/1) malam.
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyebut, KPK tetap berupaya semaksimal mungkin untuk menelisik keberadaan Harun yang masih buron. Lembaga antirasuah menerima semua informasi untuk memudahkan penangkapan Harun.
“Kita yakin bahwa nanti akan ada hasilnya dan akan segera ditangkap tersangka Harun tersebut. Kita bergerak bersama dengan Polri, karena kita bekerja sama di sana (Gowa) dan jaringannya tentu Polri juga sangat luas,” tukas Ali.
Senada juga disampaikan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono. Menurutnya, Polri tidak menemukan keberadaan Harun di kediaman istrinya. “Anggota sudah di sana, sudah ke rumahnya yang bersangkutan, belum ada anggota melihat yang bersangkutan di sana,” ujar Argo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (21/1).
Politikus PDIP Harun Masiku kini telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO). Harun merupakan tersangka kasus pergantian antarwaktu (PAW) fraksi PDIP, dia diduga memberikan suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman