Site icon Riau Pos

Narkotika dan Penyesalan di Balik Dinding Penjara

narkotika-dan-penyesalan-di-balik-dinding-penjara

Perempuan berusia 22 tahun ini cukup enerjik. Ia memilih terjun ke dunia malam sejak usia muda. Berperan sebagai pemandu lagu, atau lebih kerennya LC (video ladies companion) kamar karaoke, dia juga cukup terkenal di kalangannya. Tak jarang juga menjadi rebutan para pria. Parahnya, selain melayani tamu bernyanyi, ia juga terpaksa menenggak minuman beralkohol, narkotika, hingga seks bebas. Dia tak mampu menolak, dan terpaksa semuanya dilakukan demi menjaga pelanggan.

(RIAUPOS.CO) – P merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ia lahir dari keluarga yang sangat sederhana. Kedua orang tuanya telah lama bercerai. Mereka hidup terpisah di dua negara. Ibunya bekerja sebagai TKI di Malaysia, sedangkan sang ayah tak tahu entah ke mana. Perempuan itu tinggal bersama seorang adik lelaki remaja asal Tebingtinggi, Kepulauan Meranti. Untuk kebutuhan mereka, ia dan adiknya tetap mendapat kiriman uang dari sang ibu sebesar lima ratus ribu rupiah setiap dua pekan sekali.

Jauh dari pengawasan orang tua membuat wanita muda ini seakan haus kasih sayang. Ia berusaha mencari kesibukan sendiri, hingga terlena dengan pengaruh modernisasi. Kebebasan semu itulah yang membuat dia akhirnya terperangkap di dunia keras ini.

Kini, semuanya sudah berakhir. P tak bisa lagi bebas seperti dulu lagi. Batinnya sepi, karena  menanggung hukuman di balik jeruji. Cerita ini diterima saat dikunjungi Riau Pos di Cabang Rutan Selatpanjang sebelum ia menjadi tahanan Lapas Perempuan Pekanbaru beberapa waktu lalu.

Aktivitas negatif tersebut membuat ia harus berurusan dengan polisi beberapa kali. Terakhir ia ditangkap oleh Tim Satuan Reserse Narkoba (Tim Satresnarkoba) Polres Kepulauan Meranti, bersama dua pelajar dan dua pria dewasa di salah satu kamar karaoke di Kota Selatpanjang pertengahan 2017 silam.

Kelimanya diduga sedang berpesta narkoba. P dan teman malamnya itu tak bisa mengelak, karena polisi juga berhasil menemukan puluhan butir pil ekstasi. Bahkan dua di antaranya didapat dari tangannya. Bahkan barang bukti masih terbungkus rapi dengan selembar tisu putih. Meski hidup terbelenggu di dalam jeruji besi, namun ia tetap berupaya untuk tegar. Tidak terlihat sama sekali mimik kesedihan di wajahnya. Dalam sekejap dia bahkan mampu mengakrabkan diri dengan Riau Pos yang duduk semeja dengannya.

Keramahannya semakin memudahkan edisi wawancara. Setiap pertanyaan selalu ia jawab dengan santai. Kecuali, yang berkaitan dengan narkoba atau jaringannya. Dia lebih memilih diam, seolah tidak mengerti.

Berbeda ketika pertanyaan mengarah pada sisi kehidupannya. Keterbukannya tentang hal itu, seakan menguak misteri kasih sayang. Bahkan Putri tidak segan-segan mengatakan bahwa dirinya telah memiliki seorang anak akibat pergaulan bebas.

Walaupun lelaki yang telah menghamilinya enggan menikahinya, namun ia tetap tidak mau berbuat nekat dengan cara menggugurkan kandungan. Setelah lahir, darah dagingnya itu lagsung ia titipkan (adopsi) pada sebuah keluarga yang telah ia anggap sebagai saudara sendiri.

“Anak saya sudah berusia tujuh tahun. Sekarang, dia saya titipkan (adopsi) sama kakak angkat. Tapi saya belum pernah menikah. Dulu pernah juga dia ngajak saya nikah, tapi akhirnya saya tolak” cerita P sembari menundukkan kepala.

Persoalan itu rupanya membuat kehidupannya makin kacau. Dia semakin bebas bergaul dengan siapa saja dan akhirnya terperangkap oleh narkotika.

“Sudah lama saya terjun di dunia malam dan narkoba. Saya tidak bekerja dengan siapa pun, saya hanya karaoke dengan teman-teman. Semua itu saya lakukan, karena hobi dan uang,” ungkapnya.

Bisa dikatakan, P termasuk wanita yang tegar. Walaupun matanya mulai berkaca-kaca, ia tetap mampu menahan agar tidak terlihat cengeng. Padahal dari ekspresinya itu tergambar jelas bahwa ia sedang galau dan dilanda kesedihan. Sedih karena tidak bisa hidup bebas dan sedih ketika mengingat adik, nenek, orang tua, serta pacar yang kini sedang berada di tengah lautan sebagai ABK (anak buah kapal).

P juga mengaku, tidak mudah baginya untuk menghilangkan kesedihan dan kesepian setelah lama berada di tahanan. Namun satu-satunya cara yang dapat ia lakukan adalah dengan mengungkapkan perasaan lewat tulisan. Dengan pena dan kertas, kerinduan pada orang-orang terkasih ia ungkapkan secara mendalam.

P juga tidak menyayangkan jika nasibnya akan berakhir seperti itu. Tapi apa yang hendak dikata, karena nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan tak akan bisa menghapus dosa, kecuali taubatan nasuha. Apalagi setelah hidup di penjara ketika usia baru beranjak dewasa.

Perbuatannya dengan sengaja melawan hukum karena memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman, sehingga harus menjalani dengan pidana penjara lima tahun penjara dengan jeratan pasal 114 ayat (1) jo pasal 112 ayat (1) jo pasal 127 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

“Saya menyesal. Dan, kalau bebas nanti saya berjanji tidak akan mengulanginya,” ucapnya  dengan nada sedih.***

Laporan Wira Saputra, Selatpanjang

Exit mobile version