Site icon Riau Pos

KPK Temukan Empat Potensi Masalah Terkait Kasus Dana Desa

KPK Temukan Empat Potensi Masalah Terkait Kasus Dana Desa Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat menggelar konferensi pers beberapa waktu lalu (Miftahul Hayat/ Jawa Pos)

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan empat potensi masalah terkait dana desa, menyusul kajian yang telah dilakukan pada 2015. Lembaga antirasuah telah melakukan kajian dalam pelaksanaan tugas pencegahan KPK.

“Pertama terkait masalah regulasi. Masalah muncul karena belum lengkapnya regulasi dan petunjuk pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (7/11).

Febri menuturkan, masalah regulasi berpotensi terjadinya tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri. Hal ini menyebabkan laporan pertanggungjawaban desa tidak efektif.

Masalah itu karena formula pembagian dana desa dalam PP No. 22 tahun 2015 dinilai tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan.

Kemudian, pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP No. 43 tahun 2014 kurang berkeadilan.

“Kedua potensi masalah dalam tata laksana yaitu, kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa. Satuan harga baku barang/jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa belum tersedia dan APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa,” ucap Febri.

Menurutnya, transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa masih rendah dan laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi.
Ketiga, kajian lembaga antirasuah juga menemukan potensi masalah dalam hal pengawasan. Menurut Febri, KPK menemukan efektivitas Inspektorat Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan.

Tak hanya itu, saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah serta ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas.

Terakhir, adanya potensi masalah sumber daya manusia (SDM). Hal ini terjadi antara lain tenaga pendamping berpotensi melakukan korupsi maupun fraud memanfaatkan lemahnya aparat desa.

“Dari temuan tersebut, KPK merekomendasikan kepada badan atau kementerian terkait untuk merevisi dan atau membuat regulasi baru,” tukasnya.

Sebelumnya, KPK tengah membantu Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam menelisik dugaan korupsi desa fiktif yang tak berpenduduk. Perkara yang tengah ditangani saat ini terkait dugaan korupsi membentuk atau mendefinitifkan desa-desa yang tidak sesuai prosedur dengan menggunakan dokumen yang tidak sah.

Akibatnya, menimbulkan kerugian keuangan negara atau daerah atas Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dikelola beberapa desa di Kabupaten Konawe Tahun Anggaran 2016 s/d 2018.

“Diduga ada 34 desa yang bermasalah. Dari jumlah itu, ada 3 desa fiktif, sedangkan 31 desa lainnya ada akan tetapi surat keputusan (SK) pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur,” terang Febri.

Kasus ini pun telah naik ke tahap penyidikan. Hal ini setelah KPK dan penyidik Polda Sultra melakukan gelar perkara di tahap penyelidikan yang dilakukan pada 24 Juni 2019. Gelar perkara pun telah dilakukan kembali pada 16 September lalu.

Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com

Exit mobile version